Gawat! RI Defisit Jutaan SDM Digital, Apa Solusinya?

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
27 November 2019 11:06
Gawat! RI Defisit Jutaan SDM Digital, Apa Solusinya?
Foto: shalini CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Terjadi defisit kebutuhan tenaga kerja kreatif di Indonesia. Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro, mengutip dari Bank Dunia dan McKinsey terkait hal tersebut.

Dari data dua lembaga terkait, terungkap masih ada gap antara kebutuhan dengan suplai talenta digital di Indonesia. Demikian disampaikan dalam acara Digital Construction Day 2019 yang diselenggarakan PT PP (Persero)

"Keduanya menyebut, dalam kurun waktu 2015-2030 saat ini, Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital," kata Bambang Brodjonegoro di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (26/11/2019).

"Berarti kalau kita bagi rata, setiap tahun harus ada suplai 600 ribu orang. Jadi harus ada 600 talenta digital yang masuk ke pasar setiap tahun," lanjutnya.


Pemenuhan tersebut menurut Bambang tidak mudah. Pasalnya, meski jumlah mahasiswa di Indonesia tergolong besar, namun mahasiswa yang khusus membidangi terkait digital atau sejenisnya, relatif terbatas.

"Nah tingginya tingkat kebutuhan tersebut saat ini belum diimbangi dengan ketersediaan tenaga digital yang terampil dan siap terserap industri," tandasnya.

Ucapan Bambang diperkuat dengan catatan Bank Dunia. Dia menegaskan, Bank Dunia mencatat masih ada mismatch antara lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan industri digital. 

Karena itu, pemerintah ke depan berupaya untuk merumuskan formula demi menambal kebutuhan itu. Pola pelatihan coding yang berlaku di Finlandia, dijadikan acuan untuk diterapkan di Indonesia.

Meski belum menyebutkan kebijakan konkret, namun dia ingin ada pelatihan coding tanpa memandang latar belakang masyarakat. Hal ini dibutuhkan, untuk memangkas mismatch itu tadi.

Bambang menduga, Indonesia sebenarnya punya potensi. Bisa jadi, menurutnya ada talenta tersembunyi, dalam arti ada warga sebenarnya ingin menggeluti bidang digital, namun tak ada kesempatan.

"Barangkali karena mengikuti orang tuanya sehingga tidak sesuai dengan apa yang menjadi hobinya atau keinginannya. Akhirnya kita mungkin, kehilangan banyak talenta digital," bebernya.

Menurut Bambang Brodjonegoro, pola penggemblengan tenaga digital di Finlandia punya andil besar dalam melahirkan Nokia dan Angry Birds. Hal tersebut akan diadopsi di Indonesia.


"Sebagai negara kita perlu hadir dalam rangka mempercepat peningkatan talenta digital. Salah satu contoh yang kebetulan pernah saya dengar dan menarik konsepnya ada di Finlandia," ungkapnya.

Dia menjelaskan bahwa setiap orang di Finlandia punya hak mengikuti kursus mengenai coding secara gratis. Kursus tersebut diberikan pemerintah Finlandia, tanpa memandang latar belakang masyarakat.

"Tidak peduli apa latar belakangnya, tidak peduli ngerti komputer atau tidak. Setiap orang di sana berhak mengikuti kursus mengenai koding secara gratis," tegasnya.

Artinya, Finlandia berusaha keras untuk memassalkan koding di masyarakatnya. Hal tersebut ternyata mampu mempercepat tersedianya talenta digital.

Dengan negara yang relatif kecil jumlah penduduknya, lanjut Bambang Brodjonegoro, ternyata Finlandia bisa menjadi salah satu pemain penting dalam industri digital. Dia memberi contoh konkret di bidang cell phone dan games.

"Kita tentunya mengingat merk Nokia yang pernah berjaya di masa lalu dan sekarang mereka switch menjadi perusahaan beta provider," urainya.

Selain itu, dia menyebut bahwa di bidang games, Angry Birds pernah sangat populer di Indonesia bahkan dunia. Bambang menegaskan, itu semua dibuat oleh Finlandia.

"Nah dengan muncul games seperti Angry Birds, maka ide itu pasti muncul dari talent yang ada di situ. Dan talent yang disitu tidak mungkin mewujudkan angry bird menjadi games yang difavoritkan banyak pihak kalau dia tidak mengerti dasar dari kodingnya itu sendiri," bebernya.



Ia juga mengingatkan pentingnya pembekalan kompetensi digital bagi sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Sebab, ancaman robotisasi di depan mata.

"Jika SDM kita tidak dibekali dengan kompetensi digital, maka akan digerus dan terganti oleh teknologi robotisasi berbasis data yang diolah oleh mechine learning dan artificial intelligence atau kecerdasan buatan," ungkapnya.

Dia menjelaskan bahwa saat ini dunia berada di tengah era revolusi industri ke-4. Era tersebut ditandai dengan sejumlah hal.

"Meningkatnya konektivitas, interaksi dan juga hampir tidak ada batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya melalui teknologi informasi dan komunikasi," bebernya.


Di Indonesia, pemerintah sudah mencanangkan making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap. Dikatakan, roadmap itu terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi dalam rangka memasuki era revolusi industri ke 4 tersebut.

Bambang menyebut, teknologi utama yang menopang pembangunan sistem revolusi industri ke 4 antara lain IoT (internet of things), artificial intelligence, human mechine interface, teknologi robotika dan sensor, serta 3D printing.

Lebih lanjut, dia berkata bahwa teknologi digital tidak hanya merubah pasar dan perekonomian.

"Kalau kita mengutip salah satu pemain besar dalam industri digital, yaitu Jack Ma, perkembangan teknologi yang semakin pesat telah mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat secara cepat pula," urainya.

Dengan begitu, teknologi tidak bisa dilihat dari segi manfaatnya saja. Melainkan penting juga untuk memahami tantangan yang akan dihadapi serta bagaimana bisa bekerja sama untuk menjawab tantangan tersebut. 

"Era saat ini perlu dipahami bukan sekadar transformasi teknologi saja. Tapi juga terdapat 3 hal penting yang harus bertransformasi yaitu SDM, faktor regulasi, dan teknologinya sendiri," tandasnya.

Dari ketiga hal tersebut, ia menilai, mau tidak mau faktor SDM menjadi faktor kunci keberhasilan penerapan revolusi industri ke-4. Tanpa SDM mumpuni, dia menegaskan, mustahil mencapai transformasi tersebut.

"Hampir seluruh negara maju saat ini berlomba-lomba mendorong kualitas SDM agar bisa berkiprah lebih aktif," paparnya.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular