
Sampai Kapan Startup Unicorn RI Pakai Strategi Bakar Uang?
Roy Franedya, CNBC Indonesia
14 November 2019 15:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Dompet digital OVO disebut bakar uang hingga US$50 juta atau setara Rp 700 miliar per bulan untuk mengembangkan bisnis. Hal ini membuat Lippo Group ingin hengkang dari dompet digital terbesar kedua di Indonesia ini.
President OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan tidak bisa mengkonfirmasi informasi ini dan membuka biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk dana promosi dan operasional.
"Tapi mohon dicatat bahwa OVO punya roadmap yang jelas untuk menuju profitabilitas, sebagai sebuah entitas bisnis yang sustainable. Kami baru berusia dua tahun, dan sedang dalam tahap edukasi dan pengembangan pangsa pasar," jelas Karaniya.
"Ini penting, karena e-money masih berada di level infancy di Indonesia pada saat ini, dan akan terus berkembang dengan teramat pesat dalam 1-2 tahun ke depan," jelasnya.
Kabar soal besarnya dana yang dihabiskan OVO membuat berbagai pihak bertanya sampai kapan startup unicorn Indonesia terus merugi dan membakar uang untuk menyokong bisnisnya.
Salah satu startup unicorn Indonesia yang siap berubah haluan adalah Tokopedia. Setelah 10 tahun merugi, manajemen mengincar mencetak laba tahun depan.
"Secara komitmen tahun depan kita sudah profitable. Menghadapi persaingan apapun ayo. Strateginya tahun depan harus profit," William seperti dikutip dari CNNIndonesia, Kamis (14/11/2019).
William menekankan, persaingan yang harus dilakukan yakni dengan inovasi. Bukan hanya dengan bakar uang.
"Beberapa tahun lalu dengan lebih kecil kita berhadapan dengan eBay dan Rakuten. Kini kita punya uang lebih tapi persaingan sekarang berhadapan dengan Amazon yang punya modal setara ekonomi Indonesia. Jadi Tidak pernah ada habisnya kalau kita melakukan persaingan uang. Tapi harus dengan persaingan inovasi," jelasnya.
Bukalapak juga bersiap memutar haluannya dengan fokus mengejar profit. Untuk memulai langkah ini Bukalapak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 100 karyawannya.
Chief Strategy Officer (CSO) Bukalapak Teddy Oetomo mengatakan PHK ratusan karyawan tidak ada hubungannya dengan kinerja perusahaan. Tetapi kesulitan pendanaan dari startup AS seperti Uber, Lyft dan WeWork jadi 'perhitungan' dalam keputusan petinggi perusahaan.
"Fokus kami bukan lagi pertumbuhan tetapi membangun perusahaan yang berkelanjutan," ujar Teddy Oetomo seperti dikutip dari Nikkei Asia Review. "Kami sudah terlalu naif. ... pada beberapa area [bisnis] kami bekerja terlalu keras."
Teddy Oetomo mengatakan Bukalapak memiliki modal yang cukup untuk membawa EBITDA ke positif. Bukalapak menargetkan bisa mencetak profitabilitas secepat mungkin dan berharap tidak melakukan PHK lagi.
"Secara potensial, akan ada waktu - saya tidak tahu kapan - uang murah itu mungkin berhenti mengalir," katanya. "Kami tidak bisa mengendalikan itu."
Kasus startup coworking space WeWork telah membuat investor mempertanyakan strategi bakar uang yang diterapkan startup terutama yang akan melantai di bursa saham (IPO). WeWork harus disuntik SoftBank US$9,5 miliar untuk menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.
"Ketakutan akan musim dingin akan tiba (investor menagih imbal hasil dari investasi) meningkat diindustri startup karen kasus WeWork," ujar head of Investment MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto. "Perusahaan merubah fokus ke profitablitas atau mempercepat upaya penggalangan dana untuk bertahan selama 12-24 bulan ke depan," ujarnya.
WeWork memang menjadi salah satu startup andalan WeWork. Dengan cepat startup ini meningkat valuasinya menjadi US$47 miliar. Untuk menyokong bisnisnya WeWork diperkirakan membakar uang US$2,8 miliar per tahun, tulis Bernstein dalam laporannya.
Kepada para investornya, pada kuartal III-2019, Wework mencatatkan kerugian US$1,25 miliar atau setara Rp 17,5 triliun (unadjusted). Kerugian ini meningkat 150% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang mencatatkan rugi US$497 juta.
Meski begitu pendapatan mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dari US$482 juta menjadi US$934 juta. Soal tingkat keterisian hanya mencapai 79% karena pembangunan ruang baru. WeWork menambahkan 115.000 desk baru pada kuartal III-2019, seperti dikutip dari CNBC International, Kamis (14/11/2019).
(roy/gus) Next Article Selamat! Ovo Jadi Unicorn Kelima Indonesia
President OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan tidak bisa mengkonfirmasi informasi ini dan membuka biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk dana promosi dan operasional.
"Tapi mohon dicatat bahwa OVO punya roadmap yang jelas untuk menuju profitabilitas, sebagai sebuah entitas bisnis yang sustainable. Kami baru berusia dua tahun, dan sedang dalam tahap edukasi dan pengembangan pangsa pasar," jelas Karaniya.
Kabar soal besarnya dana yang dihabiskan OVO membuat berbagai pihak bertanya sampai kapan startup unicorn Indonesia terus merugi dan membakar uang untuk menyokong bisnisnya.
Salah satu startup unicorn Indonesia yang siap berubah haluan adalah Tokopedia. Setelah 10 tahun merugi, manajemen mengincar mencetak laba tahun depan.
"Secara komitmen tahun depan kita sudah profitable. Menghadapi persaingan apapun ayo. Strateginya tahun depan harus profit," William seperti dikutip dari CNNIndonesia, Kamis (14/11/2019).
William menekankan, persaingan yang harus dilakukan yakni dengan inovasi. Bukan hanya dengan bakar uang.
"Beberapa tahun lalu dengan lebih kecil kita berhadapan dengan eBay dan Rakuten. Kini kita punya uang lebih tapi persaingan sekarang berhadapan dengan Amazon yang punya modal setara ekonomi Indonesia. Jadi Tidak pernah ada habisnya kalau kita melakukan persaingan uang. Tapi harus dengan persaingan inovasi," jelasnya.
Bukalapak juga bersiap memutar haluannya dengan fokus mengejar profit. Untuk memulai langkah ini Bukalapak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 100 karyawannya.
Chief Strategy Officer (CSO) Bukalapak Teddy Oetomo mengatakan PHK ratusan karyawan tidak ada hubungannya dengan kinerja perusahaan. Tetapi kesulitan pendanaan dari startup AS seperti Uber, Lyft dan WeWork jadi 'perhitungan' dalam keputusan petinggi perusahaan.
"Fokus kami bukan lagi pertumbuhan tetapi membangun perusahaan yang berkelanjutan," ujar Teddy Oetomo seperti dikutip dari Nikkei Asia Review. "Kami sudah terlalu naif. ... pada beberapa area [bisnis] kami bekerja terlalu keras."
Teddy Oetomo mengatakan Bukalapak memiliki modal yang cukup untuk membawa EBITDA ke positif. Bukalapak menargetkan bisa mencetak profitabilitas secepat mungkin dan berharap tidak melakukan PHK lagi.
"Secara potensial, akan ada waktu - saya tidak tahu kapan - uang murah itu mungkin berhenti mengalir," katanya. "Kami tidak bisa mengendalikan itu."
Kasus startup coworking space WeWork telah membuat investor mempertanyakan strategi bakar uang yang diterapkan startup terutama yang akan melantai di bursa saham (IPO). WeWork harus disuntik SoftBank US$9,5 miliar untuk menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.
"Ketakutan akan musim dingin akan tiba (investor menagih imbal hasil dari investasi) meningkat diindustri startup karen kasus WeWork," ujar head of Investment MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto. "Perusahaan merubah fokus ke profitablitas atau mempercepat upaya penggalangan dana untuk bertahan selama 12-24 bulan ke depan," ujarnya.
WeWork memang menjadi salah satu startup andalan WeWork. Dengan cepat startup ini meningkat valuasinya menjadi US$47 miliar. Untuk menyokong bisnisnya WeWork diperkirakan membakar uang US$2,8 miliar per tahun, tulis Bernstein dalam laporannya.
Kepada para investornya, pada kuartal III-2019, Wework mencatatkan kerugian US$1,25 miliar atau setara Rp 17,5 triliun (unadjusted). Kerugian ini meningkat 150% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang mencatatkan rugi US$497 juta.
Meski begitu pendapatan mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dari US$482 juta menjadi US$934 juta. Soal tingkat keterisian hanya mencapai 79% karena pembangunan ruang baru. WeWork menambahkan 115.000 desk baru pada kuartal III-2019, seperti dikutip dari CNBC International, Kamis (14/11/2019).
(roy/gus) Next Article Selamat! Ovo Jadi Unicorn Kelima Indonesia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular