Bos BCA Bicara Soal Digital Banking & Masa Depan Cabang Bank

Roy Franedya, CNBC Indonesia
11 November 2019 11:13
Bos BCA sebut dalam tiga tahun terakhir kantor cabang bank tak bertambah tapi digital banking belum menghasilkan pendapatan bagi bank.
Foto: CNBC Indonesia/Gita Rossiana
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengungkap sebuah fakta penting soal digital banking dan masa depan kantor cabang perbankan.

Dalam 9 tahun terakhir pengeluaran sektor jasa (non-interest expense) terus meningkat. Bahkan Januari-Agustus non-interest income sudah mencapai Rp 381 triliun. Angka ini lebih tinggi dari non-interest income perbankan yang mencapai Rp 257 triliun.


Kondisi ini berbanding terbalik dengan bisnis berbasis bunga. Pada Januari-Agustus 2019, pendapatan bunga (interest income) mencapai Rp 550 triliun sementara biaya pendapatan bunga Rp 295 triliun.

"Pada saat yang bersamaan non-interest expenses juga meningkat. Artinya, digitalisasi masih seperti capex (capital expenditure atau belanja modal) bagi bank, belum menjadi sumber pendapatan (cash cow). Digitalisasi butuh investasi besar," ujar Jahja dalam Seminar Indonesia Banking Expo seperti dikutip Senin (11/11/2019).

Bos BCA Bicara Soal Digital Banking & Masa Depan Cabang BankFoto: BCA REUTERS/Willy Kurniawan

Jahja menambahkan dalam dua-tiga tahun terakhir bank eksisting tidak menambahkan kantor cabang di Indonesia. Saat ini jumlah bank komersial di Indonesia turun dari 120 bank pada 2014 menjadi 111 bank di 2019.

Jumlah kantor cabang pada Oktober 2015 mencapai 32.963 kantor dan pada Agustus 2019 turun menjadi 31.411 cabang. Pada Juli 2017 ada 284 kantor cabang baru dan pada Agustus jumlah kantor cabang baru jadi 283 kantor.


"Pertanyaannya, apakah bank akan mempersiapkan banyak capex (capital expenditure/belanja modal) di kanal digital?" terang Jahja.

Berdasarkan data BCA, nasabah BCA makin banyak yang berpindah ke mobile banking dan internet banking untuk transaksi yang membuat transaksi di kantor cabang anjlok. Bila pada 2007 transaksi nasabah di cabang mencapai 17% dari total transaksi, maka pada Agustus 2019 transaksi nasabah di cabang tinggal 1,8%.


Pengguna mobile banking malah naik tinggi dari dari 4,2% menjadi 46,5%. Internet banking melambung dari 7,6% menjadi 28,5%.

"Dari sisi value, transaksi di cabang dari 56% menjadi 50%. Ternyata di Indonesia masih dibutuhkan eksistensi cabang terutama untuk handling uang tunai, kliring, cek dan lainnya dan transaksi nilai besar," ujar Jahja.


Jahja menambahkan ke depan akan terjadi revolusi cara masyarakat bertransaksi dalam bidang ritel. Contohnya seperti di China di mana pengemis datang bukan dengan topi tetapi gadget.

"Tapi kalau bisnis perbankan saya yakin bisnis korporasi, komersial, UKM dan konsumer loan KPR dan KKB masih tetap butuh konvensional hanya proses di bank akan sangat cepat. Lalu dengan korporasi ada sistem layanan sendiri dan kalau bisa connect, kita bisa layani dengan baik," jelasnya.

Simak video Bos BCA bicara soal kantor cabang bank di bawah ini:

[Gambas:Video CNBC]




(roy/gus) Next Article Beralih ke Digital Banking, Akankah Kantor Cabang Bank Punah?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular