
Demi GSP, RI Kasih Kelonggaran ke Visa dan Mastercard?
Sefti Oktarianisa, CNBC Indonesia
04 October 2019 15:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia disebut akan segera menghapus kewajiban menggandeng perusahaan switching lokal di bisnis sistem pembayaran domestik pada dua perusahaan AS, Mastercard dan Visa.
"Perubahan ini akan mengizinkan perusahaan asal AS itu untuk memproses transaksi kartu kredit tanpa rekanan lokal," kata sumber Reuters, Jumat (4/10/2019).
"Ini merupakan kemenangan lobi pemerintah AS di tengah tekanan sejumlah negara Asia yang mengeluarkan aturan khusus guna menggenjot alat pembayaran lokal," tulis media itu.
Reuters mendapatkan salinan email antara pejabat AS dengan eksekutif di kedua perusahaan kartu. Detail email sebanyak 200 halaman itu berada di bawah aturan Kebebasan Informasi AS.
Komunikasi via surat elektronik terjadi di April 2018 dan Agustus 2019. Dalam email itu, salah satu perusahaan yakni Mastercard juga melobi perwakilan Dagang AS (USTR) untuk melakukan hal serupa di India, Vietnam, Laos, Ukraina, dan Gana.
Sebelumnya di 2017, Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Dalam aturan ini disebutkan pemprosesan transaksi dalam negeri harus melalui perusahaan switching yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh investor dalam negeri.
Saat ini perusahaan switching yang sahamnya dimiliki investor dalam negeri adalah Rintis Sejahtera (ATM Prima), Artajasa (ATM Bersama), Jalin Nusantara (Link) dan Alto Network (ATM Alto).
Dengan adanya aturan ini Visa dan Mastercard tidak bisa lagi langsung memproses transaksi pembayaran. Mereka harus menggandeng partner lokal. Sebelumnya Visa dan Mastercard bisa langsung memproses transaksi nasabah Indonesia tetapi di Singapura.
GPN diprediksi akan menekan laba Master Card dan Visa. Terutama dari fee kartu kredit yang keuntungannya besar Indonesia.
Permintaan pengecualian GPN merupakan salah satu permintaan AS agar Indonesia kembali mendapat fasilitas generalized system of preferences (GSP). Ini adalah fasilitas tarif bea masuk rendah untuk produk ekspor Indonesia ke AS. Fasilitas ini ditangguhkan sejak tahun lalu.
Menurut Reuters, BI mengatakan perundingan sudah berakhir dan kartu kredit tidak akan diatur dalam sistem GSP. Meski demikian BI tidak mengomentari bahwa ada tekanan dari AS.
Deputi Menko Perekonomian Rizal Affandi Lukman yang terlibat dalam negosiasi mengatakan keputusan itu diambil secara independen. Dalam wawancaranya dengan Reuters, ia menekankan BI tidak bisa di setir oleh AS.
Sayangnya perwakilan USTR di Washington enggan memberi komentar. Mastercard dan Visa juga melakukan hal yang sama terkait lobi AS ini.
"Setiap perubahan di lingkungan pengambil kebijakan di Indonesia adalah untuk mendukung partisipasi partner global, sebagai hasil dari negosiasi antara AS dan pemerintah Indonesia," kata Mastercard.
"Secara rutin terlibat dengan pemerintah di seluruh dunia untuk mempromosikan nilai pembayaran digital dan untuk mengadvokasi pasar terbuka, perdagangan bebas, dan persaingan global," kata Visa.
(sef/roy) Next Article Kata BI Soal Isu 'Karpet Merah' ke Visa & Mastercard di GPN
"Perubahan ini akan mengizinkan perusahaan asal AS itu untuk memproses transaksi kartu kredit tanpa rekanan lokal," kata sumber Reuters, Jumat (4/10/2019).
"Ini merupakan kemenangan lobi pemerintah AS di tengah tekanan sejumlah negara Asia yang mengeluarkan aturan khusus guna menggenjot alat pembayaran lokal," tulis media itu.
![]() |
Komunikasi via surat elektronik terjadi di April 2018 dan Agustus 2019. Dalam email itu, salah satu perusahaan yakni Mastercard juga melobi perwakilan Dagang AS (USTR) untuk melakukan hal serupa di India, Vietnam, Laos, Ukraina, dan Gana.
Sebelumnya di 2017, Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Dalam aturan ini disebutkan pemprosesan transaksi dalam negeri harus melalui perusahaan switching yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh investor dalam negeri.
Saat ini perusahaan switching yang sahamnya dimiliki investor dalam negeri adalah Rintis Sejahtera (ATM Prima), Artajasa (ATM Bersama), Jalin Nusantara (Link) dan Alto Network (ATM Alto).
Dengan adanya aturan ini Visa dan Mastercard tidak bisa lagi langsung memproses transaksi pembayaran. Mereka harus menggandeng partner lokal. Sebelumnya Visa dan Mastercard bisa langsung memproses transaksi nasabah Indonesia tetapi di Singapura.
![]() |
GPN diprediksi akan menekan laba Master Card dan Visa. Terutama dari fee kartu kredit yang keuntungannya besar Indonesia.
Permintaan pengecualian GPN merupakan salah satu permintaan AS agar Indonesia kembali mendapat fasilitas generalized system of preferences (GSP). Ini adalah fasilitas tarif bea masuk rendah untuk produk ekspor Indonesia ke AS. Fasilitas ini ditangguhkan sejak tahun lalu.
Menurut Reuters, BI mengatakan perundingan sudah berakhir dan kartu kredit tidak akan diatur dalam sistem GSP. Meski demikian BI tidak mengomentari bahwa ada tekanan dari AS.
Deputi Menko Perekonomian Rizal Affandi Lukman yang terlibat dalam negosiasi mengatakan keputusan itu diambil secara independen. Dalam wawancaranya dengan Reuters, ia menekankan BI tidak bisa di setir oleh AS.
Sayangnya perwakilan USTR di Washington enggan memberi komentar. Mastercard dan Visa juga melakukan hal yang sama terkait lobi AS ini.
"Setiap perubahan di lingkungan pengambil kebijakan di Indonesia adalah untuk mendukung partisipasi partner global, sebagai hasil dari negosiasi antara AS dan pemerintah Indonesia," kata Mastercard.
"Secara rutin terlibat dengan pemerintah di seluruh dunia untuk mempromosikan nilai pembayaran digital dan untuk mengadvokasi pasar terbuka, perdagangan bebas, dan persaingan global," kata Visa.
(sef/roy) Next Article Kata BI Soal Isu 'Karpet Merah' ke Visa & Mastercard di GPN
Most Popular