
Penjelasan Lengkap Rencana Sri Mulyani Kejar Pajak e-Commerce
Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
20 August 2019 10:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah akan berusaha kembali menarik pajak dari toko online atau e-commerce tahun depan. Alasannya, untuk menciptakan perlakukan yang sama antara toko online dengan konvensional.
Dalam RAPBN 2020 beserta Nota Keuangan, disebutkan meningkatnya perkembangan ekonomi digital, baik secara global maupun nasional, menyebabkan shadow economy yang menjadi sumber risiko pendapatan negara.
"Beberapa bentuk digital ekonomi adalah perdagangan secara elektronik (e-commerce), serta penggunaan uang elektronik (e-cash dan koin digital) secara anonim. Dari sudut pandang perpajakan, shadow economy masuk dalam kategori sektor yang sulit dipajaki (hard-to-tax sectors),"
"Untuk memberikan rasa keadilan bagi setiap pelaku usaha, pemerintah berupaya menciptakan level playing field bagi semua pelaku usaha, baik konvensional maupun e-commerce," tulis pemerintah dalam RAPBN 2020 beserta Nota Keuangan, seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (19/8/2019).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Hestu Yoga Saksama menjelaskan penyertaan konvensional dengan e-commerce untuk perdagangan dalam negeri dari sisi ketentuan saat ini sudah terdapat level of playing field.
"Artinya, kewajiban perpajakan (PPh dan PPN) berlaku sama untuk konvensional maupun e-commerce," ujar Hestu Yoga kepada CNBC Indonesia.
"Untuk tahun 2020 kita akan memastikan bahwa implementasinya juga berjalan dengan baik di e commerce, sebagaimana di konvensional. Oleh karena itu upaya2 pembinaan dan pengawasan para pelaku e commerce menjadi penting ke depannya."
Hestu Yoga menambahkan terkait digital global economy, pemerintah juga melihat potensi untuk meningkatkan pemajakannya. Misalnya dari sisi PPN akan sangat mungkin untuk menerapkan PPN atas pemanfaatan jasa atau barang tidak berwujud yang berasal dari perusahaan OTT global.
"Instrumen/regulasi dan mekanismenya seperti apa, ini yang sedang kita pikirkan," jelas Hestu Yoga.
"Sesuai kesepakatan di OECD, akan dirumuskan dan disepakati model pemajakan untuk OTT pada tahun 2020 nanti. Beberapa negara seperti Inggris, India, Prancis, dan Australia menerapkan skema pemajakan sendiri (unilateral) sementara menunggu kesepakatan OECD tersebut. Kita masih mencermati dan mempelajari kemungkinan untuk menerapkan hal yang sama."
(roy/roy) Next Article Tak Hanya e-Commerce, Jualan di Medsos Juga Harus Kena Pajak
Dalam RAPBN 2020 beserta Nota Keuangan, disebutkan meningkatnya perkembangan ekonomi digital, baik secara global maupun nasional, menyebabkan shadow economy yang menjadi sumber risiko pendapatan negara.
"Beberapa bentuk digital ekonomi adalah perdagangan secara elektronik (e-commerce), serta penggunaan uang elektronik (e-cash dan koin digital) secara anonim. Dari sudut pandang perpajakan, shadow economy masuk dalam kategori sektor yang sulit dipajaki (hard-to-tax sectors),"
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Hestu Yoga Saksama menjelaskan penyertaan konvensional dengan e-commerce untuk perdagangan dalam negeri dari sisi ketentuan saat ini sudah terdapat level of playing field.
"Artinya, kewajiban perpajakan (PPh dan PPN) berlaku sama untuk konvensional maupun e-commerce," ujar Hestu Yoga kepada CNBC Indonesia.
![]() |
"Untuk tahun 2020 kita akan memastikan bahwa implementasinya juga berjalan dengan baik di e commerce, sebagaimana di konvensional. Oleh karena itu upaya2 pembinaan dan pengawasan para pelaku e commerce menjadi penting ke depannya."
Hestu Yoga menambahkan terkait digital global economy, pemerintah juga melihat potensi untuk meningkatkan pemajakannya. Misalnya dari sisi PPN akan sangat mungkin untuk menerapkan PPN atas pemanfaatan jasa atau barang tidak berwujud yang berasal dari perusahaan OTT global.
"Instrumen/regulasi dan mekanismenya seperti apa, ini yang sedang kita pikirkan," jelas Hestu Yoga.
"Sesuai kesepakatan di OECD, akan dirumuskan dan disepakati model pemajakan untuk OTT pada tahun 2020 nanti. Beberapa negara seperti Inggris, India, Prancis, dan Australia menerapkan skema pemajakan sendiri (unilateral) sementara menunggu kesepakatan OECD tersebut. Kita masih mencermati dan mempelajari kemungkinan untuk menerapkan hal yang sama."
(roy/roy) Next Article Tak Hanya e-Commerce, Jualan di Medsos Juga Harus Kena Pajak
Most Popular