
Jokowi Sebut Data Lebih Berharga dari Minyak, Ini Alasannya!
Yuni Astutik, CNBC Indonesia
16 August 2019 16:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Di Era teknologi dan disrupsi digital ini data merupakan hal penting. Bahkan kini data lebih berharga dari minyak yang ketika kehadirannya memberikan manfaat bagi banyak orang.
Data lebih berharga dari minyak karena dengan menguasai data, pengumpul data bisa melakukan apapun hingga mengendalikan pemilik data. Saat ini pemilik data terbesar di dunia adalah Facebook dan Google. Kedua raksasa teknologi ini memonopoli dan mengetahui apapun yang dilakukan pengguna. Mereka bisa mengarahkan dan membuat pilihan bagi para pengguna.
"Perkembangan dunia saat ini, disebut data adalah new oil, bahkan new currency, mata uang baru. Bagaimana kita menggunakan data, melindungi data, yang amat sangat berharga," kata Pengamat telekomunikasi dari ICT Institute Heru Sutadi kepada CNBC Indonesia, Jumat (16/8/2019).
Pernyataan senada sebelumnya dilontarkan pula oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan. Jokowi menyebut jika data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak.
Heru menambahkan, di Indonesia ada kasus penyalahgunan data melalui sosial media Facebook. Dari situ, data bisa saja bocor, sehingga bagaimana melindungi sebuah data menjadi isu penting yang harus segera dilakukan.
"Bahwa, data harus di lokalisasi, artinya data yang diproduksi dari Indonesia kemudian di proses dan ditempatkan di Indonesia. Data center, mutlak harus ada di Indonesia. Ini mulai dilakukan di banyak negara," jelasnya.
Perlindungan data pribadi itulah yang menjadi penting dan harus segera dilakukan. Misalnya saja data yang dimiliki oleh Grab dan Go-Jek yang harus dilindungi sedemikian rupa. Pengguna kedua aplikasi itu memiliki banyak rekam jejak, mulai dari lokasi mana saja yang kerap dikunjungi, hingga makanan apa yang sering dipesan.
Belum lagi akses sosial media, seperti Facebook yang penggunannya banyak dari Indonesia. "Facebook, data kita di Facebook kita tak tahu data centernya di mana. Jadi ada kemungkinan penyalahgunaan data kita," ujarnya lagi.
Di Indonesia, masalah perlindungan data pribadi sedang dibahas di DPR. Pemerintah sudah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. Masalah kedaulatan data juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2012 tentang PSTE yang sekarang sedang direvisi. Salah satu pokok yang diatur adalah masalah penempatan data center.
Terkait dengan RUU tersebut, dia khawatir jika pembahasan yang singkat akan RUU tersebut menimbulkan masalah baru. Misalnya saja, aturan tersebut nantinya akan ketiggalan jaman.
"RUU yang dibahas itu kan periode Jokowi 1,5 bulan lagi. Kalau pembahasannya singkat, menghawatirkan sekali," tutupnya.
(roy/roy) Next Article Begini Isi Mesin Pencari Data Pemerintah RI ala Google
Data lebih berharga dari minyak karena dengan menguasai data, pengumpul data bisa melakukan apapun hingga mengendalikan pemilik data. Saat ini pemilik data terbesar di dunia adalah Facebook dan Google. Kedua raksasa teknologi ini memonopoli dan mengetahui apapun yang dilakukan pengguna. Mereka bisa mengarahkan dan membuat pilihan bagi para pengguna.
"Perkembangan dunia saat ini, disebut data adalah new oil, bahkan new currency, mata uang baru. Bagaimana kita menggunakan data, melindungi data, yang amat sangat berharga," kata Pengamat telekomunikasi dari ICT Institute Heru Sutadi kepada CNBC Indonesia, Jumat (16/8/2019).
![]() |
Heru menambahkan, di Indonesia ada kasus penyalahgunan data melalui sosial media Facebook. Dari situ, data bisa saja bocor, sehingga bagaimana melindungi sebuah data menjadi isu penting yang harus segera dilakukan.
"Bahwa, data harus di lokalisasi, artinya data yang diproduksi dari Indonesia kemudian di proses dan ditempatkan di Indonesia. Data center, mutlak harus ada di Indonesia. Ini mulai dilakukan di banyak negara," jelasnya.
Perlindungan data pribadi itulah yang menjadi penting dan harus segera dilakukan. Misalnya saja data yang dimiliki oleh Grab dan Go-Jek yang harus dilindungi sedemikian rupa. Pengguna kedua aplikasi itu memiliki banyak rekam jejak, mulai dari lokasi mana saja yang kerap dikunjungi, hingga makanan apa yang sering dipesan.
Belum lagi akses sosial media, seperti Facebook yang penggunannya banyak dari Indonesia. "Facebook, data kita di Facebook kita tak tahu data centernya di mana. Jadi ada kemungkinan penyalahgunaan data kita," ujarnya lagi.
Di Indonesia, masalah perlindungan data pribadi sedang dibahas di DPR. Pemerintah sudah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. Masalah kedaulatan data juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2012 tentang PSTE yang sekarang sedang direvisi. Salah satu pokok yang diatur adalah masalah penempatan data center.
Terkait dengan RUU tersebut, dia khawatir jika pembahasan yang singkat akan RUU tersebut menimbulkan masalah baru. Misalnya saja, aturan tersebut nantinya akan ketiggalan jaman.
"RUU yang dibahas itu kan periode Jokowi 1,5 bulan lagi. Kalau pembahasannya singkat, menghawatirkan sekali," tutupnya.
(roy/roy) Next Article Begini Isi Mesin Pencari Data Pemerintah RI ala Google
Most Popular