Kala Facebook Ingin Jadi Bank Sentral

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 June 2019 05:50
Kala Facebook Ingin Jadi Bank Sentral
Ilustrasi Facebook (REUTERS/Dado Ruvic)
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan media sosial Facebook mengumumkan akan meluncurkan cryptocurrency atau mata uang digital yang diberi nama Libra. Cryptocurrency ini akan dikontrol oleh Facebook dan beberapa perusahaan besar lainnya yang tergabung dalam Libra Association.

Mata uang digital yang didukung sistem blockchain ini rencananya terbit pada semester I-2020. Libra akan memungkinkan pengguna untuk menabung, mengirim, dan membelanjakan uang semudah mengirimkan pesan singkat.

Pada tahap awal, Libra bakal lebih banyak digunakan untuk mengirimkan uang dari satu individu ke individu lain yang punya akses ke bank tradisional. Namun ke depannya, Libra ditujukan untuk menjadi sistem pembayaran yang nilainya stabil seperti mata uang konvensional.


Proyek terbaru dari Facebook ini terbilang sangat ambisius yang dapat merevolusi metode transaksi finansial. Facebook memiliki pengguna aktif bulanan sebanyak 2,38 miliar per 21 Maret 2019. Belum termasuk pengguna WhatsApp, Instagram, dan platform lain di bawah naungan Facebook.

Sementara itu laporan dari PBB menunjukkan populasi penduduk dunia mencapai 7,7 miliar di tahun 2019. Ini berarti lebih dari 30% populasi penduduk dunia adalah pengguna aktif Facebook dkk, yang tentunya tersebar di berbagai negara, bayangkan jika semua beralih menggunakan Libra, bagaimana nasib mata uang konvensional?

Penggunaan Libra sebagai alat pembayaran atau transaksi tentunya akan mendapat tantangan dari segi trust atau kepercayaan para penggunanya. Cryptocurrency tidak seperti mata uang konvensional yang nilainya dijamin oleh negara melalui bank sentral.

Misalnya, satu lembar uang kertas yang tertera tulisan Rp 50.000 (nilai nominal) akan dipercaya oleh masyarakat sebagai alat transaksi barang ataupun jasa dengan nilai yang sama, karena ada jaminan dari bank sentral.

Seandainya Facebook dengan Libra-nya berhasil memperoleh trust pengguna, maka salah satu peran bank sentral yang menjamin nilai nominal mata uang akan tergantikan. Libra akan menjadi mata uang global yang diterima di mana saja.

Namun, tidak akan mudah bagi Facebook untuk memperoleh trust mengingat cryptocurrency rentang mengalami peretasan. Pada September 2018 lalu misalnya, bursa jual beli cryptocurrency asal Jepang bernama Zaif dirampok dan mengalami kerugian sebesar US$ 60 juta. Lalu pada Januari 2018, bursa Coincheck bernasib serupa, mengalami peretasan dengan kerugian hingga US$ 534 juta.

Masih banyak lagi kasus-kasus peretasan yang menimpa bursa cryptocurrency seperti BitFinex dan MtGox dengan kerugian jutaan hingga ratusan juta dolar, yang tentunya merugikan para investor.

Libra juga akan diperjualbelikan di bursa cryptocurrency, yang namanya belum diungkapkan Facebook. Tingkat keamanan akan menjadi isu krusial bagi Libra.

Selain itu, cryptocurrency juga mendapat kritik dari tokoh-tokoh top di dunia finansial. Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Chirstine Lagarde pada April lalu mengatakan mata uang digital akan mengguncang sistem perbankan dan harus dimonitor untuk menjaga stabilitas.

Lagarde memperingatkan perubahan industri finansial harus diikuti dengan regulasi. "Kita tidak ingin inovasi menguncang sistem sehingga mengganggu stabilitas yang diperlukan," tegasnya.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak seperti cryptocurrency lainnya, Libra akan menjadi mata uang digital yang didukung oleh cadangan aset dunia nyata seperti deposito bank dan surat berharga pemerintah jangka pendek, termasuk juga mata uang internasional yakni dolar Amerika Serikat (AS), euro, poundsterling, yen, dan franc. Struktur tersebut dimaksudkan untuk menarik kepercayaan orang-orang dan menstabilkan nilainya agar tidak bergerak dengan volatilitas tinggi seperti mata uang digital lain.

Libra Association akan menjaga stabilitas nilai tukar Libra, yang fungsinya akan serupa dengan bank sentral.
Ketika Libra sudah diterima secara luas, maka likuiditas di suatu negara bisa terserap yang tentunya mengganggu stabilitas ekonomi.

Kontrol likuiditas diperlukan oleh bank sentral untuk menjaga ekonomi makro suatu negara, apakah itu pengendalian inflasi sampai menuju target pertumbuhan ekonomi. Ketika ingin mencapai target inflasi tertentu, bank sentral akan menggunakan berbagai instrumen yang dimilikinya untuk mengontol likuditas sesuai kebutuhan.

Namun Libra (dan mata uang digital lain) belum menjadi ranah campur tangan bank sentral. Jika Libra sudah dipakai dalam skala luas dan negara perlu mengendalikan laju inflasi (misalnya), maka bank sentral tidak bisa melakukan apa-apa.

Beberapa jam setelah diumumkan, Libra sudah mendapat tentangan dari Menteri Keuangan Perancis Bruno Le Maire. Dia mengatakan tidak mungkin Libra akan menjadi mata uang.

Markus Ferber, anggota Parlemen Uni Eropa, memperingatkan Facebook bisa menjadi bank sentral bayangan. “Facebook yang merambah ke bisnis cryptocurrency menjadi alasan yang bagus bagi para regulator untuk membuat kerangka undang-undang yang tepat untuk mengatur mata uang digital," kata Ferber.

Di satu sisi, Libra adalah revolusi perkembangan teknologi yang bisa menjamah dan memudahkan kehidupan sehari-hari. Namun di sisi lain, Libra bisa menimbulkan distorsi terhadap tugas dan mandat bank sentral untuk menjaga stabilitas perekonomian negara. 


TIM RISET CNBC INDONESIA 


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular