Diblokir di AS, Nasib Huawei di Indonesia Juga Bakal Suram?
Pablo I. Pareira, CNBC Indonesia
13 June 2019 17:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Eskalasi perang dagang terbaru antara AS dengan China, berujung pada nasib Huawei Technologies Co. Ltd. dan 70 perusahaan afiliasi lainnya. Mereka masuk "Daftar Entitas", artinya Huawei dilarang membeli perlengkapan dan komponen dari perusahaan di AS tanpa persetujuan pemerintah Trump.
Trump juga melobi negara-negara lain secara agresif untuk tidak menggunakan peralatan Huawei dalam jaringan 5G generasi terbaru karena dianggap menjadi perpanjangan tangan pemerintah China dalam meretas keamanan nasional masing-masing negara.
Bagaimana dampaknya terhadap bisnis Huawei terutama produk seperti ponsel hingga perangkat untuk perusahaan telekomunikasi di Indonesia?
Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Janu Suryanto mengungkapkan hingga saat ini bisnis Huawei di Indonesia masih berjalan. Penjualan perangkat-perangkat buatan Huawei pun masih berlangsung di pasar Indonesia.
Menurutnya, masalah Huawei dengan pemerintah AS lebih nampak sebagai politik dagang yang dilancarkan pemerintahan Presiden Trump dengan China.
"Itu kan masalah keamanan. Mungkin itu politik dagang. Huawei di-ban AS, di kita sih sebenarnya belum ada efek apa-apa. Penjualan Huawei di sini masih aktif saja. Banyak perangkat buatan Huawei, seperti BTS [base transceiver station] masih lancar penjualannya," kata Janu kepada CNBC Indonesia, Kamis (13/6/2019).
Janu mencoba meyakinkan para pemilik ponsel buatan Huawei di Indonesia untuk tidak khawatir dengan pemutusan kerja sama yang dilakukan Google terhadap Huawei. Ia mengatakan, produk Huawei yang sudah ada di tangan konsumen maupun stok di gudang masih bisa memperoleh pembaruan software Android dari Google. Saat ini, Huawei juga mengembangkan OS Hongmeng sebagai pengganti OS Android pada ponsel.
"Untuk yang existing masih bisa dapat update, yang sudah ada di pasar atau stok di gudang. Tapi untuk [software] produk baru Huawei yang nanti mau diproduksi, itu yang dihentikan oleh Google. Sebenarnya itu tergantung pertemuan Trump - Xi Jinping lagi. Belum tentu juga, bisa saja nanti ketemu hasil negosiasinya beda lagi," jelasnya.
Hingga saat ini, komponen Huawei bersama beberapa merek ponsel global lainnya di Indonesia diproduksi di pabrik electronic manufacturing services (EMS) milik PT Sat Nusapersada Tbk. (PTSN) di Batam, Kepulauan Riau. Keberadaan pabrik komponen Huawei di Indonesia sebagai kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mewajibkan produk ponsel yang beredar di pasar Indonesia harus memenuhi ketentuan TKDN. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 27 Tahun 2015 mengatur tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi Berbasis Standar Teknologi Long Term Evolution, mensyaratkan TKDN perangkat ponsel 4G LTE minimum 30%.
"Dia ambil skema TKDN hardware, mungkin sekitar 34 persen, di atas 30 persen lah. Pasti itu, kalau tidak dia enggak dapat sertifikasi," katanya.
Produk Huawei di Indonesia tak hanya dalam bentuk ponsel yang langsung ke tangan konsumen. Namun, selain itu produk Huawei juga tersebar pada perusahaan-perusahaan operator telekomunikasi di Indonesia.
Sebelumnya, Tri Wahyuningsih, Group Head Corporate Communication XL Axiata, mengatakan sejauh ini perseroan tetap memantau perkembangan informasi terkait dengan pembatasan bisnis Huawei oleh AS.
"Tentu kami juga turut mencermati hal tersebut dan saat ini kami masih mempelajari lebih lanjut mengenai kemungkinan dampaknya terhadap bisnis terutama bisnis layanan data kami," tegasnya.
Menurut dia, Huawei merupakan salah satu mitra bisnis dari beberapa mitra yang ada. "Jadi masih ada opsi yang lainnya, sebagai informasi Huawei juga merupakan partner teknologi dari semua operator di Indonesia, yang terbesar tentunya Telkomsel," kata Tri.
(hoi) Next Article Petinggi Huawei: OS Pengganti Android Diujicobakan di China
Trump juga melobi negara-negara lain secara agresif untuk tidak menggunakan peralatan Huawei dalam jaringan 5G generasi terbaru karena dianggap menjadi perpanjangan tangan pemerintah China dalam meretas keamanan nasional masing-masing negara.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Janu Suryanto mengungkapkan hingga saat ini bisnis Huawei di Indonesia masih berjalan. Penjualan perangkat-perangkat buatan Huawei pun masih berlangsung di pasar Indonesia.
Menurutnya, masalah Huawei dengan pemerintah AS lebih nampak sebagai politik dagang yang dilancarkan pemerintahan Presiden Trump dengan China.
"Itu kan masalah keamanan. Mungkin itu politik dagang. Huawei di-ban AS, di kita sih sebenarnya belum ada efek apa-apa. Penjualan Huawei di sini masih aktif saja. Banyak perangkat buatan Huawei, seperti BTS [base transceiver station] masih lancar penjualannya," kata Janu kepada CNBC Indonesia, Kamis (13/6/2019).
Janu mencoba meyakinkan para pemilik ponsel buatan Huawei di Indonesia untuk tidak khawatir dengan pemutusan kerja sama yang dilakukan Google terhadap Huawei. Ia mengatakan, produk Huawei yang sudah ada di tangan konsumen maupun stok di gudang masih bisa memperoleh pembaruan software Android dari Google. Saat ini, Huawei juga mengembangkan OS Hongmeng sebagai pengganti OS Android pada ponsel.
"Untuk yang existing masih bisa dapat update, yang sudah ada di pasar atau stok di gudang. Tapi untuk [software] produk baru Huawei yang nanti mau diproduksi, itu yang dihentikan oleh Google. Sebenarnya itu tergantung pertemuan Trump - Xi Jinping lagi. Belum tentu juga, bisa saja nanti ketemu hasil negosiasinya beda lagi," jelasnya.
Hingga saat ini, komponen Huawei bersama beberapa merek ponsel global lainnya di Indonesia diproduksi di pabrik electronic manufacturing services (EMS) milik PT Sat Nusapersada Tbk. (PTSN) di Batam, Kepulauan Riau. Keberadaan pabrik komponen Huawei di Indonesia sebagai kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mewajibkan produk ponsel yang beredar di pasar Indonesia harus memenuhi ketentuan TKDN. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 27 Tahun 2015 mengatur tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi Berbasis Standar Teknologi Long Term Evolution, mensyaratkan TKDN perangkat ponsel 4G LTE minimum 30%.
"Dia ambil skema TKDN hardware, mungkin sekitar 34 persen, di atas 30 persen lah. Pasti itu, kalau tidak dia enggak dapat sertifikasi," katanya.
Produk Huawei di Indonesia tak hanya dalam bentuk ponsel yang langsung ke tangan konsumen. Namun, selain itu produk Huawei juga tersebar pada perusahaan-perusahaan operator telekomunikasi di Indonesia.
Sebelumnya, Tri Wahyuningsih, Group Head Corporate Communication XL Axiata, mengatakan sejauh ini perseroan tetap memantau perkembangan informasi terkait dengan pembatasan bisnis Huawei oleh AS.
"Tentu kami juga turut mencermati hal tersebut dan saat ini kami masih mempelajari lebih lanjut mengenai kemungkinan dampaknya terhadap bisnis terutama bisnis layanan data kami," tegasnya.
Menurut dia, Huawei merupakan salah satu mitra bisnis dari beberapa mitra yang ada. "Jadi masih ada opsi yang lainnya, sebagai informasi Huawei juga merupakan partner teknologi dari semua operator di Indonesia, yang terbesar tentunya Telkomsel," kata Tri.
(hoi) Next Article Petinggi Huawei: OS Pengganti Android Diujicobakan di China
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular