Kemenkominfo Temukan 700 Link Hoaks/Hari Saat Demo 22 Mei

Bernhart Farras, CNBC Indonesia
12 June 2019 14:57
Kemenkominfo mengatakan ada 600-700 URL (alamat digital) per hari yang digunakan untuk menyebarkan konten hoaks dan negatif pada aksi 22 Mei 2019.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan ada 600 hingga 700 URL (alamat digital) per hari yang digunakan untuk menyebarkan konten hoaks dan negatif pada aksi 22 Mei 2019.

"Ditemukan sampai 600-700 URL, fungsi URL tersebut sebagai kanal untuk memviralkan hoaks," kata Rudiantara, pada acara halal bi halal di gedung Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2019).


"Kemarin saat pembatasan [akses] menurun sampai 300-an URL. Turun lagi saat lebaran kemarin, mungkin sekitar 100-an URL," tambahnya.

Rudiantara mengatakan pembatasan akses fitur upload foto dan video pada Mei lalu di media sosial dan aplikasi berbagi merupakan hasil koordinasi dengan beberapa kementerian lain seperti Kementerian Polhukam (Politik, Hukum dan Keamanan).

Kemenkominfo Temukan 700 Link Hoaks/Hari Saat Demo 22 MeiFoto: Kericuhan di Tanah Abang, Rabu (22/5/2019) pagi. (Foto: CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Pembatasan akses tersebut merupakan keputusan terakhir setelah mempertimbangkan berbagai faktor, salah satunya peningkatan signifikan dalam penyebaran konten hoaks selama aksi 22 Mei.

"Kontennya menghasut masyarakat, URL yang banyak dipakai. Keputusan bukan ada di Saya sendiri, tetapi dikoordinasikan dengan kementerian lain. Artinya kalau tidak mengancam maka tidak dibatasin," jelasnya.


"Itu bukan ditutup loh. Kalau di negara lain itu ditutup semua internetnya," tegasnya.

Menjelang sidang sengketa hasil Pemilu 2019 yang akan dilaksanakan pada 14 Juni hingga 28 Juni di Mahkamah Konstitusi atau MK pekan ini, Rudiantara mengatakan belum ada keputusan mengenai wacana pembatasan akses kembali.


PLT Kepala Biro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu, menambahkan bahwa saat ini kementerian sudah siap siaga dalam memonitor situasi di media sosial perihal konten-konten yang bersifat menghasut dan memecah belah seperti yang terjadi pada Mei lalu.

"Itu (pembatasan akses) pilihan terakhir sekali, sifatnya situasional. Melihat konten, persebarannya dan jumlahnya," kata Ferdinandus Setu.

Simak video tentang kerusuhan 21-22 Mei 2019 di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]


(roy/roy) Next Article Parah! Judi Online di RI Nyusup Ke Situs Lembaga Pendidikan-Pemerintah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular