Kata OJK Soal Bunga Fintech yang Tinggi di Atas Perbankan

Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
20 May 2019 22:14
Dari daftar Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini sudah ada 258 fintech yang yang terdata.
Foto: OJK (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Jakarta, CNBC IndonesiaPerkembangan keuangan digital atau disebut financial technology (fintech) di Indonesia sudah cukup pesat. Dari daftar Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini sudah ada 258 fintech yang yang terdata.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 113 berupa fintech peer to peer lending, dan dari jumlah ini sebanyak 108 berstatus terdaftar dan 5 berstatus berizin.

Sisa fintech yang terdata di OJK berjenis sistem pembayaran, wealth management, hingga crowd funding.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida, mengatakan pihaknya mendorong fintech untuk mendukung ekonomi kerakyatan khususnya pendanaan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bisnisnya berpotensi namun belum tersentuh perbankan.

"Sebanyak 70 persen UMKM belum punya akses ke pembiayaan, padahal ini sangat dibutuhkan UMKM. Karena itu kami dorong fintech itu ke sana," ujar Nurhaida di kantornya, Jakarta, Senin (20/5/2019).


Namun diakui saat ini bunga pinjaman dari fintech cukup tinggi, di atas suku bunga pinjaman dari bank.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memiliki kesepakatan di antara anggotanya, bahwa bunga pinjaman fintech maksimal 0,8% per hari. Itu berarti sekitar 24% per bulan, dan di atas 200% per tahun. Jauh di atas bunga kredit bank untuk UMKM yang kisarannya 20%-30%.

Nurhaida mengatakan, OJK akan mendorong penurunan bunga fintech tanpa ada regulasi khusus. Karena secara global tidak ada regulator yang mengatur bunga pinjaman fintech. Lantas bagaimana cara OJK mendorong penurunan bunga pinjaman fintech?

"Fakta di lapangan bunga fintech lebih tinggi dari bank. Fintech tidak pakai agunan, jadi itu salah satu alasannya (bunga tinggi). Fintech bunga tinggi karena ada risiko. OJK akan mendorong agar harus ada upaya agar lender (pemberi dana ke fintech) nyaman memberi pinjaman dengan cara transparansi data dari debitur yang diberikan oleh fintech yang bersangkutan," tutur Nurhaida.

OJKFoto: OJK (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
OJK


Seperti diketahui, fintech peer to peer lending mendapatkan dana dari lender atau investor dan disalurkan ke debitur atau peminjam yang datanya dimiliki oleh fintech tersebut. Bila data ini dibuka dan diberikan ke lender, maka transparansi terbentuk, dan lender bisa mempertimbangkan penurunan bunga pinjamannya.

OJK, ujar Nurhaida, sangat ingin agar fintech ke depan aktif memberikan pinjaman yang bersifat produktif untuk menyentuh pelaku UMKM yang selama ini membutuhkan pendanaan.

Dalam penjelasannya, Nurhaida mengatakan, OJK mengedepankan aspek perlindungan konsumen dalam mengatur perkembangan fintech di Indonesia.

"Kami sasar feasible business tapi unbankable untuk bisa dibiayai fintech. Tantangannya, UMKM tersebar di seluruh indonesia, sehingga sulit diakses bank karena biayanya besar. Lalu banyak dari UMKM belum tahu persyaratan untuk dapat kredit bank. Jadi ada kekosongan akses dan ini dilihat celahnya oleh fintech," tutur Nurhaida.

Simak video Kemenkominfo akan blokir fintech ilegal di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]



(wed/roy) Next Article Pengumuman, OJK Setop Pendaftaran Fintech Pinjol Baru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular