Suara & SMS Anjlok, Data Juga, Dari Mana Pendapatan Operator?

Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
12 April 2019 18:58
Operator asal Hong Kong ini tak lagi mengandalan layanan panggilan suara (voice) dan pesan singkat (short message service/SMS) sebagai sumber pendapatan.
Foto: President Director & CEO three (3), Cliff Woo (CNBC Indonesia/Houtmand P. Saragih)
Jakarta, CNBC Indonesia - Guna menambah keran pendapatan, perusahaan operator PT Hutchison 3 Indonesia (3 Indonesia) mulai merambah ke layanan bisnis digital. Operator asal Hong Kong ini tak lagi mengandalan layanan panggilan suara (voice) dan pesan singkat (short message service/SMS) sebagai sumber pendapatan.

Selain itu, 3 Indonesia juga mulai merasakan pendapatan dari data juga mulai turun. Untuk itu, operartor harus melakukan inovasi untuk menentukan sumber pendapatan baru.

Layanan digital yang disedikan 3 Indonesia melalui aplikasi Bima+ yang memberikan akses ke beragam layanan digital ini berupa pembelian musik, video, games, dan terhubung ke ribuan produk karya anak bangsa seperti fashion, aksesoris dan sebagainya.

Kedepannya, bima+ akan dikembangkan untuk pembelian tiket pesawat, pemesanan hotel, pembayaran kredit atau pembayaran asuransi yang semuanya dapat dilakukan oleh pelanggan 3 melalui aplikasi bima+.

"Kita ingin mengembangkan bisnis digital yang baru. Kita tidak hanya ingin menjadi perusahaan operator mobile yang tradisional. Kita ingin menjadi penyedia layanan digital. Sehingga kita bisa mengembangkan sumber pendapatan yang baru untuk perusahaan," kata Cliff Woo, President Director sekaligus Chief Executive Officer (CEO) PT Hutchison 3 Indonesia di Menara Mulia, Jakarta, Jumat (12/4/2019).

Cliff menjelaskan punya basis pelanggan yang besar yang di bisa ditawarkan kepada penyedia jasa digital. 3 Indonesia punya 37 juta pelanggan yang teregistrasi, dan 25 juta-28 juta pengguna aktif.

Hingga saat ini, aplikasi Bima+ sudah di download 18 juta pengguna kartu 3.

Hutchison merupakan perusahaan telekomunikasi asal Hong Kong yang beroperasi 12 negara. Negara seperti Austria, Hongkong, Denmark, Irlandia, Sri Lanka dan Italia juga memiliki konsep yang sama.

"Mungkin sebuah agen travel atau maskapai mereka, misalnya, mau menghubungi kostumer saya karena saya punya jumlah kostumer yang banyak. Maskapai itu akan share pendapatan mereka. Pihak yang terkena charge partnernya bukan kostumer di era model internet sekarang karena partner yang ingin menjaring kostumer kita," ungkap Cliff.

Cliff Woo memaparkan saat ini industri perusahaan operator sudah tidak bisa lagi mengandalkan bisnis tradisional berupa SMS, telepon atau data. Pasalnya, penggunaan SMS saat ini sudah kian berkurang sehingga pihaknya mengembangkan aliran pendapatan yang baru.

Cliff meyakini layanan bisnis digital bisa berkontribusi 5% terhadap pendapatan. Bahkan, jika bisnis digital dikembangkan lebih kontribusinya menjadi 10%.

"Tahun ini kita akan mulai mengimplementasikan program ini. Jadi kita mulai dari yang dasarnya saat ini. Sekarang 5% dari pendapatan kita dikontribusi dari situ. Kita ingin menjadi 10% atau lebih di Indonesia." pungkasnya.

Layanan bisnis digital milik 3 Indonesia ini juga menyediakan produk yang diproduksi wirausaha UMKM. Cliff mengaku tidak ada biaya yang dikenakan kepada para pengusaha tersebut saat ini.

Sistem yang berada di belakang layanan digital ini otomatis sepenuhnya sehingga pihak 3 bisa berjejaring dengan jaringan lain seperti agen travel atau maskapai yang menjadi partner 3 Indonesia.

"Kita hanya ingin membuat ekosistem, tapi ke depannya kita akan mengubah ini menjadi market place." tandasnya.
(hps/hps) Next Article Penjelasan Kominfo Atur Spektrum Sharing Telko di UU Ciptaker

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular