RI Bisa Rugi Gara-gara PUBG Cs, Kenapa?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
28 March 2019 08:42
Siapa sangka permainan game online yang makin menjamur dalam beberapa tahun terakhir ini ternyata bisa merugikan negara.
Foto: Black Shark 2 Release Test Game PUBG. (Dok. Black Shark.Com)
Jakarta, CNBC Indonesia - Siapa generasi milienal yang tidak mengenal game online seperti Battlefield, Fornite, maupun Player Unknown Battlegrounds (PUBG)? Sebagian besar dari mereka pasti pernah mendengar dan bahkan memainkannya.

Namun, siapa sangka permainan game online yang makin menjamur dalam beberapa tahun terakhir ini ternyata bisa merugikan negara. Kalau ini, mungkin tidak banyak dari Anda yang mengetahui.


Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengemukakan aliran dana ke luar negeri melalui transaksi game secara tidak langsung dapat membebani Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).

"Kalau kita main game itu kelihatan enggak di NPI? Sekarang sih enggak, tapi yang pasti itu uang Indonesia keluar," kata Mirza

"Mungkin hanya setengah dolar, tapi kalau yang main dua juta orang, ya itu uang keluar untuk games itu," sambung dia.

Benarkah demikian?


Apa yang dikatakan bank sentral memang benar, bahwa setiap transaksi uang ke luar Indonesia akan tercatat negatif dalam rekaman NPI yang dicatat oleh BI.

Transaksi dalam game online hampir sama dengan aktivitas impor, karena ada uang yang harus dibayarkan untuk mendapatkan barang atau jasa. Jika produk tersebut berasal dari luar negeri, artinya uang keluar dari Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh developer game asal Indonesia, Agate, game-game buatan developer dalam negeri hanya mendapatkan pangsa pasar 0,4% dari total game yang beredar di Indonesia.

Bandingkan dengan Jepang, di mana industri game lokal bisa mendapatkan 81% pangsa pasar secara keseluruhan. China pun tak kalah jauh, di mana 68% pangsa pasar game dikuasai oleh produk dalam negeri.

Hal ini agaknya berhubungan erat dengan jumlah investasi pada industri game Tanah Air yang hanya sebesar US$ 2 juta. Jika dibandingkan dengan China yang mampu menyerap investasi US$ 5 juta bagi developer lokal, maka ini bagaikan bumi dan langit.

Mirisnya lagi, jumlah investasi di sektor game lokal Indonesia masih kalah jauh dari developer negara-negara tetangga seperti Vietnam, yang mampu menyerap US$ 50 juta. Jika dibandingkan, seperti 1 banding 10.

Kalau sudah begini, wajar apabila potensi uang keluar melalui transaksi di sebuah game sangat besar, seperti apa yang disampaikan otoritas moneter ke publik.

Sebuah lembaga riset, Newzoo mencatat total pendapatan industri game di Indonesia pada tahun 2017 mencapai US$ 880 juta dengan jumlah pemain mencapai 43,7 juta orang. Indonesia tercatat sebagai pasar industri game terbesar ke-16 di dunia.

Artinya, developer lokal hanya mendapat bagian US$ 3,52 juta, sedangkan US$ 876,4 sisanya berhamburan ke berbagai negara lain.

Fenomena ini bisa terjadi lantaran ekosistem game di indonesia yang masih belum berpihak pada developer lokal. Di China misalnya, game yang berasal dari luar negeri tak serta merta bisa begitu saja dirilis.


Game yang berasal dari luar China, harus menggandeng publisher lokal dan melalui proses seleksi dari pemerintah setempat. Dengan cara ini, developer game China jadi memiliki cukup waktu untuk mengejar ketertinggalan sumber daya manusianya untuk bersaing di pasar global.

Bagaimana di Indonesia? Belum ada hal semacam itu.

"Kalau ada kebijakan semua game yang di-publish di Indonesia harus bekerja sama dengan publisher lokal, tentu porsi pie [pangsa pasar] ke dalam negeri akan naik," jelas salah satu pejabat di Intel Software Innovator, dalam sebuah pesan kepada CNBC Indonesia.
(prm) Next Article Penjelasan Lengkap PUBG Cs Bikin RI Rugi Triliunan Rupiah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular