
Startup
Berstatus Decacorn, Pembuat Game Fortnite Cetak Laba Rp 42 T
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
11 March 2019 20:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Bisnis game online kini menjadi salah satu bisnis yang bisa mendatangkan keuntungan besar. Epic Games, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) yang membuat salah satu game terpopuler di dunia Fortnite salah contohnya.
Techcruch melaporkan seperti dikutip Senin (11/3/2019) berhasil mencetak laba sebesar US$3 miliar atau setara Rp 42 triliun (asumsi US$1 = Rp 14.000) pada 2018. Kepopuleran game ini juga telah membuat nilai perusahaan mencapai US$15 miliar atau setara Rp 214 triliun.
Epic Games pun kini sudah menyandang status decacorn. Ini adalah julukan bagi startup yang memiliki valuasi di atas US$10 miliar. Sayang manajemen Epic Games tidak menanggapi permintaan komentar TechCrunch soal laba perusahaan tahun lalu.
Fortnite adalah game freemium atau gratis untuk dimainkan tetapi untuk item-item tertentu harus berbayar. Game ini telah mempopulerkan kategori battle royale bersama dengan Player Unknown Battle Ground (PUBG).
Epic Games didirikan pada tahun 1991, pada awalnya startup ini tidak mendulang sukses namun seiring bertumbuhnya pengguna dan kegemaran orang bermain game maka bisnis terus tumbuh. Saat ini ada 125 juta pemain game online ini. Keberhasilan tahun lalu menunjukkan strategi perusahaan yang diterapkan tahun lalu berjalan baik.
September 2018, Epic Games memiliki nilai hampir US$15 miliar, menurut The Wall Street Journal, ketika investor besar seperti KKR, Kleiner Perkins dan Lightspeed ikut dalam putaran penggalangan dana sebesar US$1,25 miliar.
Tencent, perusahaan teknologi China dan aplikasi chat populer, WeChat, menjadi investor luar pertama Epic Games ketika masuk pada tahun 2012 dengan menyuntikkan dana sebesar US$330 juta dengan imbalan 40% kepemilikan saham.
Saat itu, Epic terkenal dengan Unreal Engine, sebuah platform pengembangan pihak ketiga. Unreal telah melahirkan game terlaris seperti Gears of War.
Lalu, mengapa sebuah perusahaan yang sudah terbukti berhasil justru melepaskan sebagian besar kepemilikannya? Para Eksekutif percaya bahwa Epic Games, seolah-olah, hidup di 'waktu yang terus berbeda'. Mereka merasakan perubahan dalam cara pengguna memainkan game karena peningkatan game "live" seperti League of Legends dan kemunculan smartphone. Hal ini mengarah pada penurunan penghasilan dan meningkatnya anggaran untuk game konsol.
"Kami menyadari bahwa bisnis benar-benar perlu mengubah pendekatannya dengan cukup signifikan. Kami melihat beberapa gim terbaik di industri ini dibangun dan dioperasikan sebagai game live dari waktu ke waktu," ujar CEO Epic GamesTim Sweeney kepada Polygon.
"Kami menyadari bahwa peran ideal Epic Games dalam industri adalah untuk menggerakkannya, dan karenanya kami memulai transisi menjadi pengembang konsol yang cukup sempit yang berfokus pada Xbox menjadi pengembang game multi-platform dan penerbit mandiri dalam skala yang lebih besar."
Saksikan video pesaing Fortnite bernama Apex Legends di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/roy) Next Article Grab Jagoan di Regional, Gojek di Indonesia
Techcruch melaporkan seperti dikutip Senin (11/3/2019) berhasil mencetak laba sebesar US$3 miliar atau setara Rp 42 triliun (asumsi US$1 = Rp 14.000) pada 2018. Kepopuleran game ini juga telah membuat nilai perusahaan mencapai US$15 miliar atau setara Rp 214 triliun.
Epic Games pun kini sudah menyandang status decacorn. Ini adalah julukan bagi startup yang memiliki valuasi di atas US$10 miliar. Sayang manajemen Epic Games tidak menanggapi permintaan komentar TechCrunch soal laba perusahaan tahun lalu.
Epic Games didirikan pada tahun 1991, pada awalnya startup ini tidak mendulang sukses namun seiring bertumbuhnya pengguna dan kegemaran orang bermain game maka bisnis terus tumbuh. Saat ini ada 125 juta pemain game online ini. Keberhasilan tahun lalu menunjukkan strategi perusahaan yang diterapkan tahun lalu berjalan baik.
September 2018, Epic Games memiliki nilai hampir US$15 miliar, menurut The Wall Street Journal, ketika investor besar seperti KKR, Kleiner Perkins dan Lightspeed ikut dalam putaran penggalangan dana sebesar US$1,25 miliar.
Tencent, perusahaan teknologi China dan aplikasi chat populer, WeChat, menjadi investor luar pertama Epic Games ketika masuk pada tahun 2012 dengan menyuntikkan dana sebesar US$330 juta dengan imbalan 40% kepemilikan saham.
![]() |
Saat itu, Epic terkenal dengan Unreal Engine, sebuah platform pengembangan pihak ketiga. Unreal telah melahirkan game terlaris seperti Gears of War.
Lalu, mengapa sebuah perusahaan yang sudah terbukti berhasil justru melepaskan sebagian besar kepemilikannya? Para Eksekutif percaya bahwa Epic Games, seolah-olah, hidup di 'waktu yang terus berbeda'. Mereka merasakan perubahan dalam cara pengguna memainkan game karena peningkatan game "live" seperti League of Legends dan kemunculan smartphone. Hal ini mengarah pada penurunan penghasilan dan meningkatnya anggaran untuk game konsol.
"Kami menyadari bahwa bisnis benar-benar perlu mengubah pendekatannya dengan cukup signifikan. Kami melihat beberapa gim terbaik di industri ini dibangun dan dioperasikan sebagai game live dari waktu ke waktu," ujar CEO Epic GamesTim Sweeney kepada Polygon.
"Kami menyadari bahwa peran ideal Epic Games dalam industri adalah untuk menggerakkannya, dan karenanya kami memulai transisi menjadi pengembang konsol yang cukup sempit yang berfokus pada Xbox menjadi pengembang game multi-platform dan penerbit mandiri dalam skala yang lebih besar."
Saksikan video pesaing Fortnite bernama Apex Legends di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/roy) Next Article Grab Jagoan di Regional, Gojek di Indonesia
Most Popular