Siapa di Balik Kejayaan OVO dan Gopay?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
24 January 2019 08:29
Siapa pihak-pihak di balik gencarnya pertumbuhan OVO dan Go-Pay?
Foto: Festival Go-Food di Jakarta, Indonesia, 27 Oktober 2018. Gambar diambil 27 Oktober 2018. REUTERS / Beawiharta
Jakarta, CNBC Indonesia - Budaya pembayaran menggunakan kartu atau dompet digital (cashless) semakin menjamur di Indonesia. Cepat atau lambat masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang tak lagi menggunakan uang tunai untuk melakukan pembayaran atau bisa disebut sebagai cashless society.

Saat ini ada dua sistem pembayaran digital yang tengah gencar mencuri perhatian pengguna di Indonesia, yaitu OVO dan Go-Pay.


OVO merupakan platform pembayaran digital di bawah Grup Lippo. Belakangan ini, OVO tercatat sebagai salah satu fintech alat pembayaran yang sedang naik daun.

Pihak OVO awal tahun ini sempat menggumumkan pertumbuhan jumlah pengguna hingga 400%. Pertengahan tahun lalu, sempat disampaikan jumlah penggunan OVO sebanyak 60 juta.

Pada Mei 2018, Grup Lippo dan Tokyo Century telah membentuk serangkaian kemitraan di Indonesia termasuk investasi di OVO, di mana Tokyo Century menginvestasikan sekitar US$120 juta.

Siapa di Balik Kejayaan OVO dan Go-Pay?Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Pada bulan Juli 2018, OVO mengumumkan kemitraan strategis dengan beberapa perusahaan penting sekaligus di Indonesia. Perusahaan yang digandeng, antara lain Bank Mandiri, Alfamart, Grab, dan Moka. Kemitraan baru ini, bersama dengan kemitraan yang telah dijalin dengan jaringan Lippo, menjadikan OVO sebagai platform pembayaran dengan penerimaan terluas di Indonesia.

Untuk memperluas basis penggunanya, OVO juga mengumumkan kerja sama dengan platform belanja online Tokopedia pada bulan November. Tokopedia resmi menggandeng OVO sebagai digital payment pengganti Tokocash. OVO menambahkan 80 juta pengguna aktif bulanan Tokopedia ke dalam 60 juta basis pengguna OVO.

Sementara itu, Go-Pay merupakan aplikasi pembayaran milik Go-Jek, yang merupakan startup informasi teknologi yang bergerak dalam bidang transportasi. Perusahaan ini didirikan Nadiem Makarim dan Michaelangelo Moran pada Oktober 2010.


Go-Jek telah memiliki lebih dari 850.000 mitra driver dengan menggandeng lebih dari 125.000 merchant. Aplikasi Go-Jek juga digunakan secara aktif oleh 15 juta orang setiap minggunya.

Go-Jek memiliki beberapa investor, antara lain Google Inc. Bersama dengan Temasek Holdings asal Singapura, Meituan-Dianping asal China dan ekuitas lainnya, mereka resmi menjadi investor Go-Jek setelah menyuntikkan dana US$1,2 miliar atau setara Rp 15,9 triliun pada 31 Januari 2018.

Selain Google, berdasarkan laporan bulan Mei 2018, mengutip situs Crunchbase, Go-Jek sudah mendapat pendanaan US$2,1 miliar atau setara dengan Rp 29,4 triliun.

Pendanaan itu terbagi dua, yang pertama adalah Seri E senilai US$ 1,5 miliar dengan investor: Via ID, Tencent Holdings, Temasek Holdings, Meituan-Dianping, JD.com, Hera Capital, Google, Blibli, Astra International, dan Allianz X.

Lalu, pendanaan kedua yakni Seri D senilai US$500 juta dengan investor: Warburg Pincus, Sequoia Capital, Rakuten, Openspace Ventures, Northstar Group, KKR & Co., Formation Group, Farallon Capital Management, DST Global, dan Capital Group.

Siapa di Balik Kejayaan OVO dan Go-Pay?Foto: Aristya Rahadian Krisabella

Sebelumnya, menurut Crunchbase, investor awal Go-Jek adalah Northstar Grup. Perusahaan private equity yang berkantor pusat di Singapura ini bekerja sama dengan Modal Ventura miliknya, NSI Venture dan beberapa investor menyuntikkan dana sebesar US$2 juta atau setara Rp 26,8 miliar.

Pada tahun 2015, Go-Jek kembali disuntik namun tak dipublikasikan dana yang didapat. Pemberi dana berasal dari NSI Venture, Sequoia Capital, Digital Sky Technologies (DST) Global.


(prm) Next Article OVO & DANA Mau Meger Saingi GoPay, Ini Kata Bos DANA

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular