
Internasional
Softbank Tunggu Jatah Dewan Direksi di Uber, Ada Apa?
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
15 January 2019 10:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) yang bergerak liat akhir-akhir ini dan penutupan sebagian pemerintahan (shutdown) Trump yang sudah berlangsung lebih dari 22 hari telah membuat perusahaan yang berminat mencatatkan sahamnya di bursa deg-degan.
Tetapi Uber Technologies, yang punya target untuk IPO tahun ini punya masalah yang rumit, pemegang saham terbesar mereka Softbank masih menunggu janji kursi dewan pengurus di perusahaan berbagi tumpangan (ride-hailing).
Ketika Uber menjual 15% sahamnya ke SoftBank pada Januari lalu, perusahaan ride hailing ini setuju untuk memberikan konglomerat Jepang ini dua posisi dewan dari total 17, SoftBank mengatakan jatahnya akan diisi Marcelo Claure, kepala operasi dan eksekutif perusahaan Sprint, dan Rajeev Misra, kepala Vision Fund SoftBank.
Saat ini, SoftBank sedang menunggu pemerintah AS untuk memberikan lampu hijau kepada Claure dan Misra. SoftBank memiliki saham Uber, tetapi kesepakatan penunjukkan direksi dan suntikan dana ke Uber sedang dikaji oleh Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (CFIUS), unit Departemen Keuangan yang meninjau transaksi tertentu yang melibatkan investor luar negeri.
Proses CFIUS termasuk cukup panjang apalagi ada shutdown yang akan membuat ketidakpastian kapan Uber akan mendapat restu dari CFIUS.
"Investor jelas ingin terlibat dalam proses IPO karena akan ada hal-hal yang dinegosiasikan dengan penjamin emisi yang akan secara nyata mempengaruhi sekuritas mereka dan likuiditas sekuritas mereka," kata David Golden, seorang mitra di Revolution Ventures di San Francisco dan mantan kepala perbankan investasi teknologi di JP Morgan.
Uber diprediksi akan menghimpun dana dalam jumlah besar mengalahkan Airbnb, Lyft, Pinterest, dan Slack. Bagi Uber, tantangan tambahan dari tinjauan CFIUS berasal dari investasi SoftBank senilai US$9,3 miliar (Rp 131 triliun) awal tahun lalu, yang menyediakan sejumlah modal baru dan menawarkan likuiditas miliaran dolar kepada investor dan karyawan awal, termasuk salah satu pendiri dan mantan CEO Travis Kalanick.
SoftBank mengajukan kesepakatankepadaCFIUS untuk ditinjau secara sukarela dan setuju untuk tidakmenempatkandirekturnya sampai mendapatkan persetujuan. Tinjauan tersebut berjalan lebih panjang setelah Kongres mengeluarkan perubahan dalam aturan CFIUS pada Agustus, memperluas yurisdiksi untuk investasi di mana asing tidak menjadi pemegang saham mayoritas.
(roy/roy) Next Article Toyota & SoftBank Suntik Uber Rp 14 T! Buat Apa?
Tetapi Uber Technologies, yang punya target untuk IPO tahun ini punya masalah yang rumit, pemegang saham terbesar mereka Softbank masih menunggu janji kursi dewan pengurus di perusahaan berbagi tumpangan (ride-hailing).
Ketika Uber menjual 15% sahamnya ke SoftBank pada Januari lalu, perusahaan ride hailing ini setuju untuk memberikan konglomerat Jepang ini dua posisi dewan dari total 17, SoftBank mengatakan jatahnya akan diisi Marcelo Claure, kepala operasi dan eksekutif perusahaan Sprint, dan Rajeev Misra, kepala Vision Fund SoftBank.
"Investor jelas ingin terlibat dalam proses IPO karena akan ada hal-hal yang dinegosiasikan dengan penjamin emisi yang akan secara nyata mempengaruhi sekuritas mereka dan likuiditas sekuritas mereka," kata David Golden, seorang mitra di Revolution Ventures di San Francisco dan mantan kepala perbankan investasi teknologi di JP Morgan.
Uber diprediksi akan menghimpun dana dalam jumlah besar mengalahkan Airbnb, Lyft, Pinterest, dan Slack. Bagi Uber, tantangan tambahan dari tinjauan CFIUS berasal dari investasi SoftBank senilai US$9,3 miliar (Rp 131 triliun) awal tahun lalu, yang menyediakan sejumlah modal baru dan menawarkan likuiditas miliaran dolar kepada investor dan karyawan awal, termasuk salah satu pendiri dan mantan CEO Travis Kalanick.
SoftBank mengajukan kesepakatankepadaCFIUS untuk ditinjau secara sukarela dan setuju untuk tidakmenempatkandirekturnya sampai mendapatkan persetujuan. Tinjauan tersebut berjalan lebih panjang setelah Kongres mengeluarkan perubahan dalam aturan CFIUS pada Agustus, memperluas yurisdiksi untuk investasi di mana asing tidak menjadi pemegang saham mayoritas.
(roy/roy) Next Article Toyota & SoftBank Suntik Uber Rp 14 T! Buat Apa?
Most Popular