Fintech

Banyak Masalah, China Batasi Jumlah Fintech Lending

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
14 August 2018 11:37
Dari 3.500 Fintech P2P lending setengahnya telah tutup karena bermasalah.
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China sedang meningkatkan pengawasan dan menyusun langkah-langkah baru untuk sektor pinjaman online yang sedang berkembang di mana penutupan sejumlah startup ini telah menimbulkan protes dan berpotensi tutupnya rantai convenience store.

Sektor yang ditargetkan adalah platform peer-to-peer (P2P) lending, yang mengklaim mampu menghubungkan investor dengan peminjam melalui internet, memberikan peluang kepada pemberi pinjaman untuk menghasilkan pendapatan, sambil menawarkan kredit kepada banyak orang China yang tidak dapat memperoleh pinjaman bank.

Perusahaan-perusahaan, yang juga dikenal sebagai fintech lending, menangkap peluang unik di pasar China karena bank tidak memberikan pinjaman kepada sebagian besar konsumen dan usaha kecil karena tak lolos aturan credit scoring yang ditetapkan.

Kurangnya regulasi di sektor ini menghasilkan lonjakan platform, yang jumlahnya mencapai sekitar 3.500 pada tahun 2015, tetapi kira-kira setengahnya telah ditutup sejak itu, melansir CNBC International.
 
Sekarang, pihak yang mengawasi sektor finansial internet dan risiko pinjaman telah menetapkan 10 langkah kebijakan, seperti larangan atas platform pinjaman online baru, kantor berita pemerintah Xinhua melaporkan, Minggu (12/8/2018).

Langkah-langkah lain yang diterapkan termasuk peningkatan penanganan keluhan pelanggan, meningkatkan hukuman pada operator yang melakukan skema penipuan dan menetapkan rencana pembayaran bagi pemegang saham di perusahaan bangkrut.
 
Sebanyak 73% kegagalan platform P2P yang terjadi sejak Juni adalah karena masalah likuiditas, kata analis Citi Daphne Poon dan Judy Zhang dalam laporan yang dikeluarkan pada 18 Juli. Mereka memperkirakan bahwa hanya akan ada kurang dari 200 platform yang bertahan pada akhirnya.
 
Para analis mengatakan kegagalan terbaru kemungkinan didorong oleh tiga faktor: lingkungan kredit macet yang memicu default, meningkatnya biaya kepatuhan yang menyebabkan beberapa platform secara sukarela pailit, dan tindakan segera dari investor ritel untuk menghancurkan platform yang tidak dipersiapkan dengan baik.
 
Penutupan itu memiliki beberapa efek dalam ekonomi riil. Dalam satu kasus, rantai toko swalayan Linjia harus ditutup awal bulan ini setelah polisi mulai menyelidiki investor tunggal untuk mengatur skema Ponzi yang disamarkan sebagai platform pinjaman P2P, situs berita keuangan China Yicai Global melaporkan.
 
Pekan lalu, para investor yang kehilangan uang pada platform pinjaman juga berusaha untuk memprotes di distrik keuangan Beijing, tetapi dipaksa bubar oleh polisi.

Dalam beberapa tahun terakhir bisnis P2P lending telah tumbuh pesat di China mencapai 1,3 triliun yuan atau US$188,7 miliar (Rp 2.755,02 triliun), saldo pinjaman mereka hanya mencapai sekitar 1% dari total pinjaman dalam sistem perbankan, menurut Citi.

Foto: CNBC International




(roy) Next Article Kredit Macet Fintech Tembus 3,18%, Perlukah Khawatir?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular