
Awal Pekan, Kurs Riyal Arab Saudi Melemah Tipis ke Rp 3.849

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar riyal Arab Saudi (SAR) melemah tipis melawan rupiah pada perdagangan Senin (6/7/2020), setelah membukukan penguatan 7 hari beruntun. Risiko kenaikan inflasi yang sebelumnya menghantui rupiah kini mulai menghilang, membuatnya kembali perkasa.
Berdasarkan data Refinitiv, riyal melemah 0,08% ke Rp 3.849/SAR di pasar spot pada hari ini. Risiko peningkatan inflasi di Indonesia terjadi setelah Bank Indonesia (BI) pada hari Senin pekan lalu setuju "burden sharing" dengan pemerintah dalam rangka memerangi pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Pemerintah sebelumnya mengajukan "burden sharing" di mana BI akan membeli obligasi pemerintah tanpa bunga alias zero coupon untuk keperluan public goods senilai 397,56 triliun. Kemudian ada lagi untuk non-public goods, BI akan menyerap obligasi pemerintah dengan yield sebesar suku bunga 7 Day Reserve Repo Rate dikurangi 1%.
Ada kecemasan di pasar jika, rencana "burden sharing" tersebut akhirnya terealisasi, inflasi di Indonesia akan mengalami kenaikan akibat semakin banyaknya jumlah uang yang beredar.
Ahli strategi mata uang di DailyFX, Margaret Yang, sebagaimana dikutip Reuters mengatakan saat bank sentral di negara berkembang membeli obligasi pemerintahnya dengan mata uang sendiri, maka akan menciptakan inflasi.
"Bank Sentral AS (The Fed) melakukan hal yang sama, tetapi situasinya berbeda karena dolar AS adalah mata uang dunia, jadi uang tidak hanya beredar di Amerika Serikat, tetapi juga ke seluruh dunia," katanya.
Ketika inflasi meningkat, maka daya tarik investasi di Indonesia menjadi menurun, sebab riil return yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Belum lagi BI diprediksi akan kembali memangkas suku bunga acuannya, sehingga yield yang dihasilkan dari berinvestasi di pasar obligasi misalnya akan lebih rendah lagi.
Saat mengumumkan pemangkasan suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 4,25% pertengahan Juni lalu, BI memang membuka peluang akan kembali memangkas 7 Day Reserve Repo Rate tersebut.
Akibatnya, real return yang dihasilkan dengan berinvestasi di Indonesia menjadi lebih semakin rendah, sehingga menjadi kurang menarik di tengah pandemi Covid-19 yang memberikan ketidakpastian ekonomi secara global.
Tetapi, Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani sore tadi mengatakan dampak inflasi yang ditimbulkan dari "burden sharing" tersebut tidak terlalu besar. Rupiah pun kembali mendapat tenaga untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 10 Pekan Berlalu, Rupiah Akhirnya Menguat Melawan Riyal
