Kurs Riyal Arab Saudi Menguat 1,6%, Kembali ke Atas Rp 4.000

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 May 2020 19:57
An employee counts Saudi Riyals bills at a money exchange office in central Cairo, Egypt, March 20, 2019. REUTERS/Mohamed Abd El Ghany
Foto: Riyal (REUTERS/Mohamed Abd El Ghany)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar riyal (SAR) menguat tajam melawan rupiah pada perdagangan Senin (4/5/2020) hingga kembali ke atas Rp 4.000/SAR. Kombinasi aksi ambil untung (profit taking) serta memburuknya sentimen pelaku pasar membuat rupiah terpukul pada hari ini.

Riyal pada perdagangan hari ini menguat 1,57% ke Rp 4.005/SAR di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sebelumnya sepanjang bulan April riyal ambles 8,87% ke Rp 3.943/SAR yang merupakan level terlemah sejak 16 Maret lalu.

Akibat pelemahan tajam tersebut, rupiah diterpa aksi profit taking yang membuatnya melemah. Hal tersebut diperparah dengan memburuknya sentimen pelaku pasar setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bisa saja mengenakan bea masuk impor akibat cara penanganan virus corona yang dilakukan China sehingga menjadi pandemi global.

Hal ini dikatakan Trump dalam konferensi pers dengan wartawan di Gedung Putih, Kamis (30/4/2020) waktu setempat. "Bisa saja melakukan sesuatu dengan tarif," katanya sebagaimana dikutip dari AFP, Jumat (1/5/2020).



Selain itu, Trump juga menuduh virus corona berasal dari Institut Virologi Wuhan, sebuah laboratorium di China. Bahkan ia mengatakan memiliki kepercayaan sangat tinggi. "Ya, ya saya lihat [bukti]," katanya. "Saya tidak bisa memberi tahu Anda tentang ini. Saya tidak diizinkan memberi tahu kepada Anda [wartawan] soal ini."

Memburuknya sentimen pelaku pasar terlihat dari rontoknya bursa saham di hari Jumat, dan kemungkinan berpengaruh juga di awal pekan ini. Pasar keuangan Indonesia libur Hari Buruh pada Jumat (1/5/2020) pekan lalu, sehingga baru akan merespon pada hari ini.

Tekanan bagi rupiah semakin besar merespon data ekonomi dari dalam negeri. IHS Markit melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia di angka 27,5. Jauh menurun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 43,5 dan menjadi yang terendah sepanjang pencatatan PMI yang dimulai sejak April 2011.

IndeksMarkit menggunakan angka 50 sebagai batas, di bawah 50 artinya kontraksi, sementara di atas berarti ekspansi. Data terbaru itu menunjukkan kontraksi sektor manufaktur Indonesia yang makin dalam sehingga rupiah terpuruk. Menurut Markit kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka memerangi Covid-19 menjadi pemicunya.



Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pada April 2020 terjadi inflasi sebesar 0,08%. Adapun secara tahunan inflasi berada di 2,67%. Dari 90 kota, BPS melaporkan 39 kota mengalami inflasi dan 51 kota terjadi deflasi.

"Pergerakan inflasi ini tidak biasa dengan pola sebelumnya, tahun lalu masuk Ramadan dan jatuh pada Mei inflasi meningkat tahun ini justru melambat," kata Kepala BPS Suhariyanto, Senin (4/5/2020).

Situasi Covid-19 ini yang menurut Suhariyanto menyebabkan pola tidak biasa. Permintaan harusnya meningkat apalagi memasuki bulan puasa dan Idul Fitri.

Rendahnya inflasi tersebut menjadi salah satu indikasi penurunan daya beli masyarakat yang menurun, akibat banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta penerapan PSBB di beberapa wilayah Indonesia. Virus corona terus menunjukkan dampak buruknya ke perekonomian yang memberikan tekanan tambahan bagi rupiah hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article 10 Pekan Berlalu, Rupiah Akhirnya Menguat Melawan Riyal

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular