Dibuka Melemah, Kurs Riyal Balik Menguat ke Rp 3.733/SAR

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 December 2019 13:13
Di awal perdagangan hari ini, riyal melemah 0,03% ke Rp 3.728/SAR melanjutkan pelemahan 0,11% Selasa kemarin.
Foto: Mata Uang Riyal Arab Saudi (REUTERS/Faisal Al Nasser)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar riyal Arab Saudi (SAR) berbalik menguat melawan rupiah pada Rabu (18/12/2019) siang, setelah melemah di pembukaan perdagangan.

Pada pukul 12:25 WIB, SAR 1 setara dengan Rp 3.733, riyal menguat 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Penguatan di pasar spot juga berdampak pada kurs jual beli riyal di dalam negeri, berikut data yang diambil dari situs resmi beberapa bank pada pukul 12:45 WIB.

BankKurs BeliKurs Jual
Bank BNI3.766,003.701,00
Bank BRI3.713,373.739,57
Bank Mandiri3.715,003.750,00
Bank BTN3.515,003.955,00
Bank BCA3.718,533.748,53
CIMB Niaga3.731,003.737,00


Di awal perdagangan hari ini, riyal melemah 0,03% ke Rp 3.728/SAR melanjutkan pelemahan 0,11% Selasa kemarin.

Pelemahan di awal perdagangan dipicu oleh turunnya harga minyak mentah. Berdasarkan data CNBC International, harga minyak jenis Brent hingga siang ini melemah 0,5% sementara jenis West Texas Intermediate turun 0,69%.

Arab Saudi merupakan salah satu negara pengekspor minyak mentah terbesar di dunia. Pendapatan negara akan melonjak ketika harga minyak mentah menguat, begitu juga sebaliknya jika harga minyak mentah turun maka pendapatan negara juga berkurang, Dampaknya pergerakan harga minyak mentah kerap mempengaruhi pergerakan riyal.



Sementara itu dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (19/12/2019) besok, tentunya hal tersebut membuat pelaku pasar melakukan aksi wait and see yang membatasi pergerakan rupiah.

Suku bunga acuan akan diumumkan esok hari, di mana konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 5%.

Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, mengatakan memang ada godaan bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan. Misalnya, inflasi domestik yang relatif rendah.

"Bagi BI, godaan untuk menurunkan suku bunga acuan juga bisa datang dari keinginan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi ada perkembangan positif, di mana terjadi deeskalasi perang dagang AS-China," sebut Satria dalam risetnya.

"Oleh karena itu, kami memperkirakan BI akan menunggu sampai dampak dari penurunan suku bunga acuan dan Giro Wajib Minimum (GWM) benar-benar terasa di perekonomian sebelum kembali mengeksekusi penurunan suku bunga acuan tahun depan," sebut Satria.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Harga Minyak Jeblok, Riyal Turun ke Level Terlemah 1 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular