
Harga Minyak Jeblok, Riyal Turun ke Level Terlemah 1 Bulan
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 April 2020 08:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar riyal Arab Saudi (SAR) melemah melawan rupiah pada perdagangan Rabu (22/4/2020) akibat ambrolnya harga minyak mentah jenis Brent yang merupakan salah satu sumber utama pendapatan kerajaan.
Berdasarkan data Refinitiv, riyal melemah 0,31% ke Rp 4.088/SAR yang merupakan level terlemah dalam satu bulan terakhir, tepatnya sejak 19 Maret.
Jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan data Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan. Sontak hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk.
Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang expired pada Selasa kemarin, dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan saat ini adalah bulan Juni. Pada akhir perdagangan Senin, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.
Namun, Selasa lalu minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent malah juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.
Ambrolnya harga minyak mentah masih berlanjut, Rabu kemarin, WTI sempat ambles lebih dari 7% berada di kisaran US$ 10/barel, sementara Brent lebih parah, ambrol 15% lebih dan diperdagangkan di kisaran US$ 16/barel, sebelum mengakhiri perdagangan di kisaran US$ 20/barel.
Arab Saudi merupakan negara eksportir minyak mentah terbesar di Organisasi Negara-Negara Eksportir Minyak (OPEC), harga minyak mentah akan mempengaruhi pendapatan negara.
OPEC bersama Rusia dkk atau yang disebut OPEC+ telah sepakat untuk memangkas produksi minyak mentah guna menstabilkan harga minyak, tetapi nyatanya belum berhasil.
OPEC sepakat memangkas produksi minyaknya sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) pada Kamis (9/4/2020) pekan lalu. Pemangkasan tersebut menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, dan akan dilakukan pada Mei-Juni.
Sementara di sisa tahun setelahnya, jumlah pemangkasan akan dikurangi menjadi 7,7 juta bph, dan mulai Januari 2021 sampai April 2022 diturunkan lagi menjadi 5,8 juta bph.
Sayangnya meski pemangkasan produksi yang dilakukan terbesar sepanjang sejarah, permintaan minyak mentah diprediksi turun lebih besar lagi. International Energy Agency (IEA) hari ini memberikan proyeksi permintaan minyak mentah akan menurun hingga 29 juta barel per hari di bulan April dibandingkan tahun lalu, ke level terendah dalam 25 tahun terakhir.
Prediksi penurunan tersebut tiga kali lipat lebih besar ketimbang pemangkasan produksi yang dilakukan OPEC , apalagi baru akan dilakukan pada bulan Mei, sehingga oversupply yang besar tentunya terjadi pada bulan ini. Dampaknya harga minyak mentah ambrol, pendapatan Arab Saudi terancam tergerus, dan kurs riyal tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Dibuka Melemah, Kurs Riyal Balik Menguat ke Rp 3.733/SAR
Berdasarkan data Refinitiv, riyal melemah 0,31% ke Rp 4.088/SAR yang merupakan level terlemah dalam satu bulan terakhir, tepatnya sejak 19 Maret.
Jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan data Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan. Sontak hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk.
Namun, Selasa lalu minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent malah juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.
Ambrolnya harga minyak mentah masih berlanjut, Rabu kemarin, WTI sempat ambles lebih dari 7% berada di kisaran US$ 10/barel, sementara Brent lebih parah, ambrol 15% lebih dan diperdagangkan di kisaran US$ 16/barel, sebelum mengakhiri perdagangan di kisaran US$ 20/barel.
Arab Saudi merupakan negara eksportir minyak mentah terbesar di Organisasi Negara-Negara Eksportir Minyak (OPEC), harga minyak mentah akan mempengaruhi pendapatan negara.
OPEC bersama Rusia dkk atau yang disebut OPEC+ telah sepakat untuk memangkas produksi minyak mentah guna menstabilkan harga minyak, tetapi nyatanya belum berhasil.
OPEC sepakat memangkas produksi minyaknya sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) pada Kamis (9/4/2020) pekan lalu. Pemangkasan tersebut menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, dan akan dilakukan pada Mei-Juni.
Sementara di sisa tahun setelahnya, jumlah pemangkasan akan dikurangi menjadi 7,7 juta bph, dan mulai Januari 2021 sampai April 2022 diturunkan lagi menjadi 5,8 juta bph.
Sayangnya meski pemangkasan produksi yang dilakukan terbesar sepanjang sejarah, permintaan minyak mentah diprediksi turun lebih besar lagi. International Energy Agency (IEA) hari ini memberikan proyeksi permintaan minyak mentah akan menurun hingga 29 juta barel per hari di bulan April dibandingkan tahun lalu, ke level terendah dalam 25 tahun terakhir.
Prediksi penurunan tersebut tiga kali lipat lebih besar ketimbang pemangkasan produksi yang dilakukan OPEC , apalagi baru akan dilakukan pada bulan Mei, sehingga oversupply yang besar tentunya terjadi pada bulan ini. Dampaknya harga minyak mentah ambrol, pendapatan Arab Saudi terancam tergerus, dan kurs riyal tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Dibuka Melemah, Kurs Riyal Balik Menguat ke Rp 3.733/SAR
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular