
Pak Jokowi, Jangan Korbankan BUMN untuk Selamatkan Muamalat!
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
14 November 2019 15:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu penyelamatan bank syariah pertama di Indonesia PT Bank Muamalat Indonesia Tbk oleh pemerintah melalui bank BUMN terus bergulir. Tak heran isu yang beredar di pelaku pasar ini ikut merontokan saham sejumlah bank BUMN.
"Memang regulator nampaknya mendorong hal ini. BUMN yang serap. Tapi sepertinya tidak mungkin. Beban BUMN begitu berat apalagi melihat kebutuhan dana penyehatan Bank Muamalat yang hampir mencapai Rp 10 triliun," papar sumber CNBC Indonesia.
Sebelumnya sebuah sekuritas asing menerbitkan riset yang menyatakan bank BUMN mengonfirmasi untuk melakukan due dilligence dalam rangka penyertaan modal ke Bank Muamalat. Riset sekuritas lainnya juga menyatakan akan menjadi preseden buruk bila bank BUMN melakukan pembelian aset bermasalah Bank Muamalat, meskipun via sekuritisasi.
Yang menjadi persoalan memang Bank Muamalat bukanlah BUMN dan tidak dimiliki pemerintah. Bank ini dimiliki oleh Islamic Development Bank dengan porsi 32,74% dilanjutkan oleh Bank Boubyan asal Kuwait dengan porsi 22%.
Pemegang saham berikutnya adalah Atwill Holdings Limited dengan porsi 17,91%,dan National Bank of Kuwait sebesar 8,45%. Sisanya pemegang saham minoritas dengan kepemilikan masing -masing di bawah 5%. Dengan kepemilikan tersebut, Bank Muamalat berstatus bank syariah swasta yang dimiliki oleh investor asing.
Tak heran bila Menteri BUMN Erick Thohir kemudian membantah isu bahwa BUMN akan menyelamatkan Muamalat. "Bukan saya, itu kan enggak ada hubungannya sama BUMN. Bank Muamalat kan bukan BUMN," tegas Erick di Jakarta, Senin (11/11/2019).
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo pun menegaskan bahwa BUMN tidak berwenang dalam penyelamatan Bank Muamalat. Aksi korporasi yang dilakukan oleh bank BUMN hanya untuk tujuan bisnis murni, yaitu mencari untung.
"Bank Himbara [bank-bank BUMN] itu kalau untuk bisnis murni itu kan bisa untuk melakukan investasi. Tapi kan kalau misalnya untuk penyelamatan, kita bukan entitas yang berwenang. Kalau bisnis murni baru kita bisa masuk," tegasnya.
Kartika melanjutkan meski sudah diadakan diskusi dengan pihak BUMN, namun hingga saat ini kepastian masih berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Diskusi ada, tapi kan koridornya kalau bank yang tengah proses perbaikan dari masalah prosesnya, opsinya dari OJK. Kita lihatnya ada UU OJK dan UU PPKSK (UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan) ada opsi-opsinya, sesuai koridor kita tunggu OJK seperti apa tindakannya," kata Kartika di Kawasan Sarinah, Jakarta, Senin (11/11/2019) malam.
Sumber CNBC Indonesia mengatakan ada mekanisme yang lebih aman dalam penyelamatan Bank Muamalat. Mekanisme ini pun telah diatur dalam undang-undang.
"Skenario ini paling realistis dan bisa dilakukan. LPS berdasarkan rekomendasi OJK bisa menyelamatkan Bank Muamalat. Asal OJK mengungkapkan keadaan Bank Muamalat sebenarnya dan dinyatakan harus diselamatkan oleh LPS," papar sumber CNBC Indonesia lagi.
"OJK sudah mengetahui benar apa yang ada di Bank Muamalat karena sejak 2013 lalu, seharusnya aksi sudah dilakukan, dan pengawasan berjalan namun belum ada realisasi," imbuh sumber tersebut lagi.
Penyelamatan bank tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Bank yang bermasalah jika tidak berdampak sistemik tidak perlu melalui KSSK atau Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) atau Presiden. Bisa melalui rekomendasi OJK.
"Penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Bank selain Bank Sistemik yang diserahkan Otoritas Jasa Keuangan kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan," demikian bunyi pasal 31 ayat 1 UU tersebut.
Menurut UU PPKSK, LPS dimungkinkan menerapkan konsep bridge bank (BB) dan purchase and assumption (P&A) untuk menangani permasalahan solvabilitas sehingga penggunaan dana LPS dapat diminimalkan.
"Konsep BB adalah pengalihan seluruh asset dan/atau kewajiban bank kepada bank baru yang didirikan LPS sebagai bank perantara (bridge bank), sedangkan P&A adalah pengalihan kepada bank lain sebagai bank penerima (purchase and assumption)."
Sebelum proses pengalihan tersebut, tentunya LPS telah dilibatkan sejak dini, yaitu sejak bank tersebut ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan khusus. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan lebih dini kepada LPS untuk melakukan due diligence.
Apabila metode BB dan P&A masih tidak dapat menyelesaikan permasalahan, LPS akan menerapkan penanaman modal sementara (PMS).
(dob/dob) Next Article Dua Jurus Ini Bisa Selamatkan Bank Muamalat
"Memang regulator nampaknya mendorong hal ini. BUMN yang serap. Tapi sepertinya tidak mungkin. Beban BUMN begitu berat apalagi melihat kebutuhan dana penyehatan Bank Muamalat yang hampir mencapai Rp 10 triliun," papar sumber CNBC Indonesia.
Sebelumnya sebuah sekuritas asing menerbitkan riset yang menyatakan bank BUMN mengonfirmasi untuk melakukan due dilligence dalam rangka penyertaan modal ke Bank Muamalat. Riset sekuritas lainnya juga menyatakan akan menjadi preseden buruk bila bank BUMN melakukan pembelian aset bermasalah Bank Muamalat, meskipun via sekuritisasi.
Yang menjadi persoalan memang Bank Muamalat bukanlah BUMN dan tidak dimiliki pemerintah. Bank ini dimiliki oleh Islamic Development Bank dengan porsi 32,74% dilanjutkan oleh Bank Boubyan asal Kuwait dengan porsi 22%.
Pemegang saham berikutnya adalah Atwill Holdings Limited dengan porsi 17,91%,dan National Bank of Kuwait sebesar 8,45%. Sisanya pemegang saham minoritas dengan kepemilikan masing -masing di bawah 5%. Dengan kepemilikan tersebut, Bank Muamalat berstatus bank syariah swasta yang dimiliki oleh investor asing.
![]() |
Tak heran bila Menteri BUMN Erick Thohir kemudian membantah isu bahwa BUMN akan menyelamatkan Muamalat. "Bukan saya, itu kan enggak ada hubungannya sama BUMN. Bank Muamalat kan bukan BUMN," tegas Erick di Jakarta, Senin (11/11/2019).
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo pun menegaskan bahwa BUMN tidak berwenang dalam penyelamatan Bank Muamalat. Aksi korporasi yang dilakukan oleh bank BUMN hanya untuk tujuan bisnis murni, yaitu mencari untung.
"Bank Himbara [bank-bank BUMN] itu kalau untuk bisnis murni itu kan bisa untuk melakukan investasi. Tapi kan kalau misalnya untuk penyelamatan, kita bukan entitas yang berwenang. Kalau bisnis murni baru kita bisa masuk," tegasnya.
Kartika melanjutkan meski sudah diadakan diskusi dengan pihak BUMN, namun hingga saat ini kepastian masih berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Diskusi ada, tapi kan koridornya kalau bank yang tengah proses perbaikan dari masalah prosesnya, opsinya dari OJK. Kita lihatnya ada UU OJK dan UU PPKSK (UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan) ada opsi-opsinya, sesuai koridor kita tunggu OJK seperti apa tindakannya," kata Kartika di Kawasan Sarinah, Jakarta, Senin (11/11/2019) malam.
Sumber CNBC Indonesia mengatakan ada mekanisme yang lebih aman dalam penyelamatan Bank Muamalat. Mekanisme ini pun telah diatur dalam undang-undang.
"Skenario ini paling realistis dan bisa dilakukan. LPS berdasarkan rekomendasi OJK bisa menyelamatkan Bank Muamalat. Asal OJK mengungkapkan keadaan Bank Muamalat sebenarnya dan dinyatakan harus diselamatkan oleh LPS," papar sumber CNBC Indonesia lagi.
"OJK sudah mengetahui benar apa yang ada di Bank Muamalat karena sejak 2013 lalu, seharusnya aksi sudah dilakukan, dan pengawasan berjalan namun belum ada realisasi," imbuh sumber tersebut lagi.
Penyelamatan bank tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Bank yang bermasalah jika tidak berdampak sistemik tidak perlu melalui KSSK atau Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) atau Presiden. Bisa melalui rekomendasi OJK.
"Penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Bank selain Bank Sistemik yang diserahkan Otoritas Jasa Keuangan kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan," demikian bunyi pasal 31 ayat 1 UU tersebut.
Menurut UU PPKSK, LPS dimungkinkan menerapkan konsep bridge bank (BB) dan purchase and assumption (P&A) untuk menangani permasalahan solvabilitas sehingga penggunaan dana LPS dapat diminimalkan.
"Konsep BB adalah pengalihan seluruh asset dan/atau kewajiban bank kepada bank baru yang didirikan LPS sebagai bank perantara (bridge bank), sedangkan P&A adalah pengalihan kepada bank lain sebagai bank penerima (purchase and assumption)."
Sebelum proses pengalihan tersebut, tentunya LPS telah dilibatkan sejak dini, yaitu sejak bank tersebut ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan khusus. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan lebih dini kepada LPS untuk melakukan due diligence.
Apabila metode BB dan P&A masih tidak dapat menyelesaikan permasalahan, LPS akan menerapkan penanaman modal sementara (PMS).
(dob/dob) Next Article Dua Jurus Ini Bisa Selamatkan Bank Muamalat
Most Popular