Sektor Fesyen Muslim RI Simpan Peluang Emas

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
11 December 2018 14:23
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Rosmaya Hadi mengatakan Indonesia merupakan pemain global terbesar kedua di dunia dalam sektor fesyen muslim.
Foto: High level Discussion menajdi bagian dari Internasional Sharia Festival 2018 (CNBC Indonesia/Rehia Sebayang)
Surabaya, CNBC Indonesia - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Rosmaya Hadi hari Selasa (22/12/2018) mengatakan Indonesia merupakan pemain global terbesar kedua di dunia dalam sektor fesyen muslim, hanya tertinggal di belakang Uni Emirat Arab (UEA).

"Hal ini merupakan pencapaian terbaik Indonesia hingga saat ini," ujarnya dalam forum "Tren Fesyen Muslim Selangkah Menuju Indonesia Sebagai Pusat Fesyen Muslim Dunia". Acara ini merupakan rangkaian kegiatan Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) atau Festival Ekonomi Syariah Indonesia 2018, yang digelar di Surabaya, Jawa Timur, 11-15 Desember mendatang.


Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa bidang usaha fesyen telah menyumbang sekitar 18,01% atau setara Rp 166 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB) ekonomi kreatif tahun 2016.

Keberhasilan tersebut tidak lepas dari semakin pesatnya pertumbuhan sektor tersebut, yang saat ini terhitung mencapai US$270 miliar (Rp 3.959 triliun). Menurut survei Thomson Reuters yang dikutip BI, pertumbuhan sektor ini bisa mencapai 5% atau setara US$361 miliar hingga tahun 2023 nanti.

Rosmaya juga mengatakan jumlah penduduk muslim dunia yang besar yaitu 1,8 miliar orang atau 24% dari total populasi dunia, serta pesatnya populasi generasi muslim milenial, ikut mendukung pertumbuhan pasar ekonomi syariah. Pasar ekonomi syariah diperkirakan bisa tumbuh hingga mencapai US$3.007 miliar pada tahun 2023, naik dari sebesar US$2.107 miliar di 2017.

Sektor Fesyen Muslim RI Simpan Peluang EmasFoto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
"Perkembangan pasar ekonomi syariah tersebut turut memengaruhi prospek dan tren fesyen Muslim dunia ke depannya," jelasnya.

Saat ini konsumen fesyen global terbesar berasal dari Turki, Uni Emirat Arab, Indonesia, Nigeria, Arab Saudi, Rusia, Pakistan, Iran, India, dan Mesir.

Namun, dalam pemaparannya, Rosmayah juga memperingatkan agar Indonesia tidak berpuas diri dengan hasil tersebut mengingat Indonesia masih dijadikan target pasar utama produsen fesyen dari luar negeri karena besarnya jumlah penduduk muslim di negara ini.

Selain itu, sektor tekstil dalam negeri sendiri masih menghadapi tantangan besar.


Berdasarkan data Bea Cukai sampai dengan September 2018, secara total sektor tekstil (TPT) masih konsisten sebagai penyumbang surplus bagi neraca dagang nasional, terutama dari produk garmen dan benang dengan share mencakup 85% dari total ekspor tekstil. Namun, produk bahan baku tekstil masih mencatatkan defisit, seperti serat defisit US$1,32 miliar, dan Benang defisit US$2,45 miliar.

"Hal ini mengindikasikan bahwa rantai nilai industri tekstil nasional masih belum optimal dari sisi dukungan industri hulu terhadap industri hilir, di mana ekspor di industri hulu rata-rata 30%, sementara impor di industri hilir lebih tinggi yaitu 45%," jelasnya.


(prm) Next Article Tingkatkan Ekonomi Syariah, Ini Strategi dari BI

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular