
OJK Dorong Bank Wakaf dan Bumdes Gerakkan Ekonomi Desa
Gita Rossiana, CNBC Indonesia
07 April 2018 09:39

Purwokerto, CNBC Indonesia - Desa berada pada tingkatan paling bawah dalam struktur hirakhi pemerintahan, dan sering kali terpinggirkan dalam persoalan pembangunan ekonomi. Alhasil kemajuan desa sering terabaikkan dan ekonomi masyarakat desa mayoritas berada situasi yang sulit, dimana kemiskinan menjadi kenyataan sehari-hari yang bisa kita lihat di banyak desa Indonesia.
Selain masalah kemiskinan, masyarakat desa juga terkendala dengan akses terhadap informasi dan lembaga keuangan. Padahal kedua hal tersebut bisa menjadi katalisator peningkatan kesejahteraan ekonomi.
Regulator sektor keuangan atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah dan masyarakat mulai memikirkan cara bagaimana masyarakat desa bisa keluar kemiskinan. Berbagai program dikreasi agar masyarakat di segmen ini bisa terangkat derajatnya. Dari program tersebut, ada yang sudah berhasil dan ada pula yang masih percobaan.
Salah satu program yang saat ini masuk tahap uji coba dan sedang digalakkan OJK adalah bank wakaf mikro dan badan usaha milik desa (bumdes). Kedua lembaga ini bisa bersinergi dan apabila dikelola dengan baik bisa menjadi solusi bagi masyarakat di pedesaan.
Bank Wakaf Mikro
Kepala Departemen Pengawasan Perbankan Syariah OJK Ahmad Soekro Tratmono mengatakan tahun ini lebih optimistis bisa mendirikan 50 bank wakaf mikro. Sementara sampai saat ini, OJK sudah melakukan pilot project dengan mendirikan 20 bank wakaf mikro.
Sejauh ini, lokasi bank wakaf mikro berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Pada tahun ini, OJK akan memperluas ekspansi bank wakaf mikro ke Sumatra, Madura dan Papua.
"Sekarang pilot project bank wakaf mikro berada di kawasan pesantren, namun nanti komunitas gereja juga bisa mendirikan, tapi bukan syariah,"jelas dia dalam acara Media Gathering di Purwokerto, Jumat (6/4/2018).
Kehadiran bank wakaf mikro, menurut dia juga tidak akan bersinggungan dengan lembaga keuangan lain seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ataupun Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Pasalnya, kedua lembaga tersebut memiliki plafon pembiayaan yang berbeda, yakni di atas Rp 3 juta. Sedangkan, bank wakaf mikro bisa memberikan pembiayaan dengan nilai minimal Rp 1 juta.
Sampai saat ini, OJK sudah memiliki 20 bank wakaf mikro sebagai pilot project. Adapun jumlah nasabahnya mencapai 3.876 nasabah dengan pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp 3,63 miliar dan rasio pembiayaan bermasalah 0%.
Bank wakaf mikro yang berstatus sebagai lembaga keuangan mikro syariah ini memberikan pembiayaan kepada masyarakat dan santri di sekitar pesantren. Banyak nasabah sudah merasa terbantu dengan adanya bank wakaf mikro.
Salah satunya adalah Ibu Sutardi (52) yang tidak perlu bergantung "kalau ada uang lebih" untuk mengembangkan usaha. Melalui pinjaman Rp 1 juta dari bank wakaf mikro, dia mengisi pesanan kue donat setiap harinya di pasar atau warung di sekitar rumahnya.
Hasil ini lumayan untuk membiayai dana sekolah anaknya. Ketimbang dahulu, dia baru bisa menggelar jualan pakaian ketika ada uang lebih.
Sutardi merupakan salah satu nasabah di Bank Wakaf Mikro Amanah Berkah Nusantara yang dikelola oleh Pesantren Al-Hidayah. Ketua Yayasan dan Koperasi Pesantren Al-Hidayah Ahmad Arif Noeris menjelaskan, sampai saat ini, pihaknya sudah memiliki 245 nasabah dengan pembiayaan Rp 275 juta."Pembiayaan tidak semua Rp 1 juta per orang, ada juga yang bisa top up sehingga pinjamannya naik Rp 2-3 juta,"jelas dia.
Mengenai sinergi dengan bumdes, Noeris mengungkapkan, pihaknya memiliki rencana tersebut. Hal tersebut akan diwujudkan dalam pemasaran produk nasabah bank wakaf mikro yang dikelolanya."Namun saat ini, yang kami fokuskan adalah pemberdayaan masyarakat terlebih dahulu,"ujar dia.
Bumdes
Kepala Desa Langgongsari, Kabupaten Banyumas Rasim mengungkapkan, Desa Langgongsari sebelumnya adalah daerah termiskin di Kabupaten Banyumas. Namun, melalui pengembangan bumdes, pihaknya ingin melepas simbol tersebut.
Saat ini, Rasim mengungkapkan, pihaknya sedang mempersiapkan bumdes agar bisa mengela aset-aset yang ada di Desa Langgongsari. Salah satu aset potensial yang pantas dikelola adalah potensi agrowisata. Pasalnya, Langgongsari memiliki pertanian, perkebunan dan peternakan yang rugi apabila dilewatkan."Kami mulai mengembangkan durian bawon, sapi perah, dan kami juga memproduksi gula kelapa,"kata dia.
Pengelolaan aset-aset tersebut, lanjut dia saat ini masih dilakukan oleh pemerintah desa. Selanjutnya pada 2019, Bumdes akan mengelola hal tersebut dengan tidak lagi mengandalkan dana desa. Di sinilah, bank wakaf mikro mulai berperan karena Rasim juga berencana untuk mengembangkan lembaga keuangan desa.
Direktur Pengembangan Keuangan Inklusi OJK Eko Ariantoro mengungkapkan, sektor jasa keuangan memang menjadi pondasi dari terbentuknya bumdes. Di dalamnya tidak hanya ada bank wakaf mikro, tapi juga ada Bank Perkreditan Rakyat dan agen laku pandai.
Selain sektor jasa keuangan, jenis usaha lain yang bisa dikembangkan dalam bumdes adalah pelayanan umum, penyewaan, perantara, perdagangan dan usaha bersama.
(hps) Next Article Mencari Strategi untuk Pemanfaatan Dana Wakaf
Selain masalah kemiskinan, masyarakat desa juga terkendala dengan akses terhadap informasi dan lembaga keuangan. Padahal kedua hal tersebut bisa menjadi katalisator peningkatan kesejahteraan ekonomi.
Regulator sektor keuangan atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah dan masyarakat mulai memikirkan cara bagaimana masyarakat desa bisa keluar kemiskinan. Berbagai program dikreasi agar masyarakat di segmen ini bisa terangkat derajatnya. Dari program tersebut, ada yang sudah berhasil dan ada pula yang masih percobaan.
Bank Wakaf Mikro
Kepala Departemen Pengawasan Perbankan Syariah OJK Ahmad Soekro Tratmono mengatakan tahun ini lebih optimistis bisa mendirikan 50 bank wakaf mikro. Sementara sampai saat ini, OJK sudah melakukan pilot project dengan mendirikan 20 bank wakaf mikro.
Sejauh ini, lokasi bank wakaf mikro berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Pada tahun ini, OJK akan memperluas ekspansi bank wakaf mikro ke Sumatra, Madura dan Papua.
"Sekarang pilot project bank wakaf mikro berada di kawasan pesantren, namun nanti komunitas gereja juga bisa mendirikan, tapi bukan syariah,"jelas dia dalam acara Media Gathering di Purwokerto, Jumat (6/4/2018).
Kehadiran bank wakaf mikro, menurut dia juga tidak akan bersinggungan dengan lembaga keuangan lain seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ataupun Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Pasalnya, kedua lembaga tersebut memiliki plafon pembiayaan yang berbeda, yakni di atas Rp 3 juta. Sedangkan, bank wakaf mikro bisa memberikan pembiayaan dengan nilai minimal Rp 1 juta.
Sampai saat ini, OJK sudah memiliki 20 bank wakaf mikro sebagai pilot project. Adapun jumlah nasabahnya mencapai 3.876 nasabah dengan pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp 3,63 miliar dan rasio pembiayaan bermasalah 0%.
Bank wakaf mikro yang berstatus sebagai lembaga keuangan mikro syariah ini memberikan pembiayaan kepada masyarakat dan santri di sekitar pesantren. Banyak nasabah sudah merasa terbantu dengan adanya bank wakaf mikro.
Salah satunya adalah Ibu Sutardi (52) yang tidak perlu bergantung "kalau ada uang lebih" untuk mengembangkan usaha. Melalui pinjaman Rp 1 juta dari bank wakaf mikro, dia mengisi pesanan kue donat setiap harinya di pasar atau warung di sekitar rumahnya.
Hasil ini lumayan untuk membiayai dana sekolah anaknya. Ketimbang dahulu, dia baru bisa menggelar jualan pakaian ketika ada uang lebih.
Sutardi merupakan salah satu nasabah di Bank Wakaf Mikro Amanah Berkah Nusantara yang dikelola oleh Pesantren Al-Hidayah. Ketua Yayasan dan Koperasi Pesantren Al-Hidayah Ahmad Arif Noeris menjelaskan, sampai saat ini, pihaknya sudah memiliki 245 nasabah dengan pembiayaan Rp 275 juta."Pembiayaan tidak semua Rp 1 juta per orang, ada juga yang bisa top up sehingga pinjamannya naik Rp 2-3 juta,"jelas dia.
Mengenai sinergi dengan bumdes, Noeris mengungkapkan, pihaknya memiliki rencana tersebut. Hal tersebut akan diwujudkan dalam pemasaran produk nasabah bank wakaf mikro yang dikelolanya."Namun saat ini, yang kami fokuskan adalah pemberdayaan masyarakat terlebih dahulu,"ujar dia.
Bumdes
Kepala Desa Langgongsari, Kabupaten Banyumas Rasim mengungkapkan, Desa Langgongsari sebelumnya adalah daerah termiskin di Kabupaten Banyumas. Namun, melalui pengembangan bumdes, pihaknya ingin melepas simbol tersebut.
Saat ini, Rasim mengungkapkan, pihaknya sedang mempersiapkan bumdes agar bisa mengela aset-aset yang ada di Desa Langgongsari. Salah satu aset potensial yang pantas dikelola adalah potensi agrowisata. Pasalnya, Langgongsari memiliki pertanian, perkebunan dan peternakan yang rugi apabila dilewatkan."Kami mulai mengembangkan durian bawon, sapi perah, dan kami juga memproduksi gula kelapa,"kata dia.
Pengelolaan aset-aset tersebut, lanjut dia saat ini masih dilakukan oleh pemerintah desa. Selanjutnya pada 2019, Bumdes akan mengelola hal tersebut dengan tidak lagi mengandalkan dana desa. Di sinilah, bank wakaf mikro mulai berperan karena Rasim juga berencana untuk mengembangkan lembaga keuangan desa.
Direktur Pengembangan Keuangan Inklusi OJK Eko Ariantoro mengungkapkan, sektor jasa keuangan memang menjadi pondasi dari terbentuknya bumdes. Di dalamnya tidak hanya ada bank wakaf mikro, tapi juga ada Bank Perkreditan Rakyat dan agen laku pandai.
Selain sektor jasa keuangan, jenis usaha lain yang bisa dikembangkan dalam bumdes adalah pelayanan umum, penyewaan, perantara, perdagangan dan usaha bersama.
(hps) Next Article Mencari Strategi untuk Pemanfaatan Dana Wakaf
Most Popular