MARKET DATA

Akhir Tahun Tak Tenang: Investor Dikepung Badai Kabar Genting

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
29 December 2025 06:20
Suasana pesta kembang api saat malam perayaan Tahun Baru 2025 di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Rabu (1/1/2025).
Foto: Infografis/ Raja Bursa! Ini 10 Saham Paling Moncer 2025, Ada yang Terbang 8.000%/Aristya Rahadian
  • Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam akhir pekan lalu, IHSG melemah, rupiah menguat hingga obligasi diburu investor
  • Wall Street masih kompak melemah tipis akhir pekan lalu
  • Libur pergantian tahun dan beberapa data ekonomi akan menjadi pendorong pasar hari ini hingga sepanjang pekan ke depan.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam pada perdagangan terakhir pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) harus melemah, namun berbeda dengan rupiah yang berhasil menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), serta pasar obligasi yang terpantau masih diburu investor.

Pasar keuangan Indonesia diharapkan mampu menguat pada perdagangan awal pekan ini pasca libur perayaan natal dan menjelang pergantian tahun baru 2026. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Rabu (24/12/2025), IHSG ditutup melemah 0,55% ke level 8.537,91. Padahal, pada awal sesi perdagangan IHSG sempat menguat 0,31% hingga menyentuh 8.611,33, sebelum akhirnya berbalik tertekan hingga penutupan.

Total saham yang diperdagangkan mencapai 33,06 miliar lembar dengan frekuensi 2,52 juta kali transaksi.

Seiring pelemahan tersebut, kapitalisasi pasar ikut terkoreksi menjadi Rp15.603 triliun. Di tengah tekanan IHSG, investor asing justru mencatatkan net buy sebesar Rp2,08 triliun di seluruh pasar.

Dari sisi sektoral, 8 dari 11 sektor tercatat melemah. Pelemahan terdalam terjadi pada sektor basic materials yang turun 1,59%, diikuti sektor energi yang melemah 1,14%, serta sektor transportasi dan logistik yang terkoreksi 1,00%.

Sementara itu, 3 sektor mampu bertahan di zona hijau, yakni sektor properti yang menguat 0,38%, diikuti consumer non-siklikal naik 0,20%, serta sektor infrastruktur yang menguat 0,16%.

Dari sisi emiten, PT Barito Pacific (BRPT) menjadi pemberat utama IHSG setelah harga sahamnya terkoreksi 4,57%, dengan kontribusi -8,90 indeks poin. Tekanan juga datang dari PT Bumi Resources Minerals (BRMS) yang turun 6,06% dengan bobot -8,49 indeks poin, serta PT DCI Indonesia (DCII) yang melemah 2,70% dan menyumbang -6,54 indeks poin.

Di sisi lain, saham PT MD Pictures (FILM) tampil impresif dengan lonjakan 9,60%, sehingga mampu menahan pelemahan IHSG lebih dalam dengan kontribusi 8,45 indeks poin. Penguatan juga ditopang oleh PT Astra International (ASII) dan PT Mora Telematika Indonesia (MORA) yang masing-masing menyumbang 5,30 dan 2,35 indeks poin.

Beralih ke pasar valuta asing, rupiah mencatatkan kinerja berlawanan arah dengan pasar saham. Mengutip data Refinitiv, rupiah pada perdagangan terakhir, Rabu (24/12/2025) menguat 0,09% ke posisi Rp16.750/US$.

Penguatan tersebut berlanjut sejak pembukaan perdagangan pagi hari, dengan rupiah bergerak dalam rentang Rp16.740-Rp16.755 per dolar AS sepanjang sesi.

Penguatan rupiah pada perdagangan terakhir pekan ini seiring dengan dorongan dari pelemahan dolar AS di pasar global. Tekanan terhadap greenback tercatat berlanjut dalam tiga sesi perdagangan terakhir, mencerminkan menurunnya minat investor terhadap aset berdenominasi dolar.

Melemahnya dolar AS terjadi seiring meningkatnya ekspektasi pasar akan berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), pada tahun depan. Kendati data terbaru menunjukkan perekonomian AS masih tumbuh solid, sentimen pasar tetap mengarah pada prospek penurunan suku bunga, menyusul munculnya tanda-tanda pelemahan di pasar tenaga kerja.

Data terbaru mencatat produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal terakhir tumbuh 4,3% secara tahunan, melampaui proyeksi pasar sebesar 3,3%. Meski demikian, capaian tersebut belum cukup untuk menopang pergerakan dolar, lantaran pelaku pasar menilai fokus kebijakan The Fed ke depan akan lebih diarahkan pada menjaga momentum pertumbuhan dan stabilitas pasar tenaga kerja.

Saat ini, pasar memperkirakan peluang sekitar 87% bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya pada pertemuan akhir Januari mendatang. Di sisi lain, kontrak berjangka suku bunga AS menunjukkan bahwa pemangkasan suku bunga berikutnya baru berpotensi dilakukan pada Juni, dengan ekspektasi dua kali penurunan masing-masing 25 basis poin sepanjang 2026.

Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun tercatat turun 0,33% ke level 6,120%. Sebagai catatan, pelemahan imbal hasil mengindikasikan meningkatnya minat investor untuk kembali memburu SBN.

Bursa saham AS atau yang dikenal dengan Wall Street, bergerak nyaris tanpa arah pada perdagangan Jumat atau Sabtu dini hari waktu Indonesia, seiring dibukanya kembali perdagangan setelah libur Natal. Minimnya katalis membuat investor cenderung bersikap wait and see. Pergerakan Wall Street pada Jumat kemarin berbandig terbalik dengan Rabu atau sebelum Natal di mana ketiga indeks utama berpesta pora.

Indeks S&P 500 ditutup melemah tipis 0,03% ke level 6.929,94, setelah sempat menguat hingga 0,2% dan menyentuh level tertinggi 6.945,77. Nasdaq Composite turun 0,09% dan berakhir di 23.593,10, sementara Dow Jones Industrial Average melemah 20,19 poin atau 0,04% ke posisi 48.710,97.

Meski bergerak datar secara harian, Wall Street mencatatkan kinerja positif secara mingguan. S&P 500 menguat 1,4% dan membukukan kenaikan mingguan keempat dalam lima pekan terakhir. Dow Jones dan Nasdaq juga masing-masing naik lebih dari 1% sepanjang pekan lalu.

Minimnya pergerakan pasar tak lepas dari sepinya katalis.

"Orang-orang melakukan ambil untung di sana-sini, atau membeli saat harga turun, tetapi tidak banyak informasi yang beredar," ujar Tom Hainlin, national investment strategist di U.S. Bank Asset Management, kepada CNBC International.

Dia menambahkan bahwa tidak adanya laporan laba perusahaan maupun rilis data ekonomi penting membuat pergerakan pasar lebih banyak dipengaruhi faktor teknikal dan penyesuaian posisi investor.

Hainlin juga menyoroti semakin meluasnya basis penguatan pasar menjelang akhir tahun. Menurutnya, reli S&P 500 ke rekor tertinggi pada Rabu lalu tidak hanya didorong saham teknologi, melainkan juga sektor keuangan dan industri, yang merupakan sektor-sektor siklikal utama dalam perekonomian AS.

"Hal ini memberi lebih banyak kepercayaan diri memasuki 2026 bahwa bukan hanya saham teknologi yang naik, sementara sektor lain tertinggal," imbuhnya.

Selain itu, pasar turut mendapat dukungan dari kebijakan pajak yang disahkan pada Juli serta pemangkasan suku bunga yang terjadi pada kuartal IV tahun ini.

Ke depan, investor juga mencermati potensi Santa Claus rally, yakni reli musiman yang biasanya terjadi pada lima hari perdagangan terakhir tahun berjalan dan dua hari perdagangan pertama tahun berikutnya.

Periode ini dimulai sejak Rabu lalu dan akan berlangsung hingga 5 Januari. Jika reli ini terjadi, hal tersebut kerap dipandang sebagai sinyal positif bagi kinerja pasar saham pada tahun berikutnya.

Data dari Stock Trader's Almanac menunjukkan bahwa S&P 500 rata-rata naik 1,3% selama periode Santa Claus rally sejak 1950.

Secara year-to-date, sektor layanan komunikasi, teknologi, dan industri mencatatkan kinerja lebih baik dibandingkan pasar secara keseluruhan sepanjang 2025. Sebaliknya, sektor real estat menjadi satu-satunya sektor yang masih membukukan pelemahan sepanjang tahun ini.

Memasuki pekan terakhir perdagangan di tahun 2025, pelaku pasar akan dihadapkan pada sejumlah rilis data ekonomi penting baik dari dalam negeri maupun global yang berpotensi menjadi penggerak utama pasar.

Meski hanya akan ada tiga hari perdagangan di pekan ini seiring libur perayaan tahun baru, volatilitas tetap berpeluang meningkat seiring pasar mencerna berbagai sinyal arah ekonomi dan kebijakan moneter ke depan.

Dari dalam negeri, perhatian investor akan tertuju pada rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) Desember serta data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur.

Sementara dari eksternal, pasar global akan mencermati perkembangan kebijakan moneter dan data ekonomi dari Jepang, China, hingga Amerika Serikat. Rilis risalah FOMC The Fed, data inflasi AS, serta sinyal lanjutan dari Bank of Japan dan kondisi manufaktur China akan turut memengaruhi sentimen risiko global, pergerakan dolar AS, serta aliran modal ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Berikut rangkuman sejumlah sentimen utama yang perlu dipantau pelaku pasar pada perdagangan pekan yang singkat namun krusial ini.

Penutupan Bursa & Libur Akhir Tahun

Bursa Indoensia akan mengakhir perdagangan pada tahun ini pada Rabu (30/12/2025). Seperti tradisi, pada penutupan bursa di hari terakhir akan ada acara seremonial khusus dengan dihadiri sejumlah pejabat penting serta pemangku kepentingan.

Menerik ditunggu apa saja pencapaian Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 2025 serta kebijakan apa saja yang akan disampaikan pemegang pemangku kepentingan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengembangkan bursa Indonesai ke depan.

Masyarakat Indonesia dan dunia juga akan merayakan Tahun Baru 2026 pada Kamis dan Jumat pekan ini. Perayaan ini tentu akan berimbas positif pada sejumlah emiten mulai dari consumer goods, transportasi, hotel hingga ritel.

Emiten seperti PT Unilever Indonesia (UNVR), PT Garuda Indonesia (GIAA), PT Eastparc Hotel (EAST), PT Hotel Mandarine Regency Tbk (HOME), PT Hotel Sahid Jaya International Tbk (SHID), PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI).

Cari Cuan Lewat Santa Rally

Menjelang tutup buku akhir tahun, pasar saham global kerap diwarnai satu istilah klasik: Santa Claus Rally. Fenomena musiman ini merujuk pada kecenderungan harga saham yang menguat di penghujung Desember hingga awal Januari. Ini adalah periode yang sering diasosiasikan dengan optimisme liburan dan ekspektasi tahun baru.

Santa Claus Rally bukan tanggal khusus, melainkan rentang waktu musiman ketika indeks saham cenderung mencatatkan kenaikan. Literatur pasar menyepakati definisi paling popular yakni lima hari perdagangan terakhir di bulan Desember ditambah dua hari perdagangan pertama di Januari. Meski kerap muncul dalam statistik historis, reli ini tidak bersifat pasti dan tidak selalu terjadi setiap tahun.

 

Secara umum, jendela Santa Claus Rally mencakup:

  • 5 hari bursa terakhir Desember, dan
  • 2 hari perdagangan pertama Januari.

Untuk periode 2025-2026, jendela ini diperkirakan dimulai sekitar 24 Desember 2025 dan berlanjut hingga awal Januari 2026. Karena kalender libur akhir tahun memendekkan hari perdagangan, tanggal efektif bisa sedikit bergeser tiap tahun. Namun, acuan "5+2 hari" tetap menjadi rujukan utama pelaku pasar.

Santa Claus Rally adalah tradisi musiman yang kerap dinanti, namun bukan jaminan cuan. Investor tetap perlu mencermati faktor fundamental dan risiko global, alih-alih bertumpu pada kalender semata.

Risalah Pertemuan Bank Sentral Jepang

Pelaku pasar pada pagi ini, Senin (29/12/2025), akan mencermati rilis Summary of Opinions dari pertemuan Desember Bank of Japan (BOJ). Dokumen ini dinanti untuk memberikan gambaran lebih rinci mengenai latar belakang keputusan BOJ yang secara bulat menaikkan suku bunga kebijakan jangka pendek sebesar 25 basis poin menjadi 0,75% pada pertemuan Desember.

Level suku bunga tersebut merupakan yang tertinggi sejak September 1995, sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa Jepang semakin menjauh dari era kebijakan moneter super longgar. Kenaikan ini juga menjadi kenaikan kedua sepanjang tahun 2025, setelah langkah serupa dilakukan pada Januari.

BOJ menilai prospek perekonomian domestik cukup solid, didukung oleh ekspektasi kenaikan upah yang berkelanjutan pada 2026 seiring membaiknya laba korporasi. Meski demikian, dewan gubernur menegaskan bahwa suku bunga riil masih berada di level sangat negatif, sehingga kondisi keuangan secara keseluruhan tetap akomodatif dan mendukung aktivitas ekonomi.

Ke depan, BOJ menegaskan bahwa kenaikan suku bunga lanjutan masih terbuka apabila prospek ekonomi berjalan sesuai perkiraan. Di sisi lain, inflasi inti diproyeksikan melambat di bawah target 2% hingga paruh pertama tahun fiskal 2026, sebelum kembali meningkat secara bertahap setelahnya.

Langkah normalisasi kebijakan moneter BOJ ini berpotensi mengurangi daya tarik strategi carry trade global. Carry trade merupakan strategi investasi di mana investor meminjam dana dari negara dengan suku bunga sangat rendah seperti Jepang untuk kemudian menempatkannya pada aset berimbal hasil lebih tinggi di negara lain.

Kenaikan suku bunga Jepang meningkatkan biaya pendanaan, sehingga mendorong investor mengurangi posisi carry trade dan berpotensi memicu arus balik dana ke Jepang.

Implikasinya, dinamika kebijakan BOJ dapat memengaruhi arus modal global, termasuk ke pasar negara berkembang di Asia, di tengah kondisi likuiditas yang semakin selektif menjelang pergantian tahun.

Rilis Risalah The Fed Jadi Perhatian Pasar

Pelaku pasar domestik hingga global juga akan menantikan rilis risalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) dari Federal Reserve yang dijadwalkan terbit pada Rabu (31/12/2025.

Dokumen ini dinilai krusial untuk membaca arah kebijakan moneter AS ke depan, terutama setelah The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 3,75% pada pertemuan 9-10 Desember lalu.

Meski kembali menurunkan suku bunga, The Fed secara tegas menyampaikan sikap yang lebih berhati-hati terkait peluang pelonggaran lanjutan pada 2026. Oleh karena itu, risalah rapat kali ini diperkirakan akan mengungkap perbedaan pandangan di internal komite mengenai kecepatan dan ruang pemangkasan suku bunga berikutnya, sekaligus memperjelas syarat-syarat yang akan menjadi dasar pengambilan kebijakan ke depan.

Dalam pernyataan kebijakan sebelumnya, The Fed menegaskan bahwa waktu dan besaran penyesuaian suku bunga selanjutnya akan ditentukan berdasarkan evaluasi menyeluruh terhadap data ekonomi terbaru, perubahan proyeksi, serta keseimbangan risiko.

Pernyataan ini diinterpretasikan pelaku pasar sebagai sinyal bahwa bank sentral AS cenderung mengambil sikap menunggu dan mencermati data, alih-alih terburu-buru memangkas suku bunga lebih dalam dalam waktu dekat.

Pandangan tersebut juga tercermin dalam dot plot, yang menunjukkan bahwa pemangkasan suku bunga pada 2026 kemungkinan terbatas hanya satu kali.

Di sisi lain, wacana pelonggaran moneter kembali menguat setelah Kevin Hassett, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih sekaligus kandidat kuat Ketua The Fed berikutnya yang akan menjabat mulai Mei tahun depan, menyampaikan pandangan yang lebih dovish. Dia menilai bahwa tren inflasi inti yang tidak memasukkan harga pangan dan energi telah turun di bawah target 2% The Fed, sehingga masih tersedia ruang untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut.

Hassett juga menilai bahwa kebijakan moneter AS seharusnya telah dilonggarkan lebih awal, sejalan dengan pernyataan Presiden Donald Trump yang menyebut The Fed terlalu lambat merespons dinamika inflasi.

Rilis risalah FOMC ini berpotensi memengaruhi ekspektasi pasar terhadap arah suku bunga AS, pergerakan dolar, serta aliran modal global, termasuk ke pasar emerging markets seperti Indonesia.

Manufaktur China (NBS PMI)

Pelaku pasar juga menanti rilis data aktivitas manufaktur China yang dijadwalkan pada Rabu (31/12/2025). Data ini penting karena China adalah mitra dagang utama Indonesia, sehingga arah manufaktur China kerap memengaruhi sentimen pasar, terutama komoditas dan perdagangan.

Sebagai pembanding, data resmi NBS Manufacturing PMI China untuk November 2025 berada di level 49,2. Angka tersebut masih di bawah 50 yang berarti aktivitas pabrik masih kontraksi, meski sedikit membaik dibandingkan pada periode Oktober yang berada di 49,0. Tekanan terutama datang dari permintaan yang lemah, persaingan harga domestik yang ketat, serta sentimen ekspor yang masih hati-hati di tengah ketidakpastian global.

Dengan latar itu, rilis berikutnya pada akhir tahun akan menjadi penentu apakah kontraksi mulai mereda atau justru berlanjut, yang pada akhirnya bisa ikut memengaruhi selera risiko di pasar Asia, termasuk Indonesia.

Survei Swasta China (RatingDog PMI)

Selain menanti rilis data resmi pemerintah China, pelaku pasar juga akan mencermati survei manufaktur swasta RatingDog PMI yang dijadwalkan rilis pada hari yang sama. Data ini kerap menjadi pelengkap penting untuk membaca kondisi riil sektor manufaktur China dari sudut pandang pelaku usaha.

Sebagai pembanding, RatingDog PMI China periode November 2025 tercatat di level 49,9, turun dari 50,6 pada bulan sebelumnya. Angka ini berada di bawah ambang batas 50 yang menandakan kontraksi, sekaligus meleset dari ekspektasi pasar yang sebelumnya memperkirakan indeks berada di kisaran 49,8-49,9. Capaian tersebut juga menjadi level terendah sejak Juli.

Laporan RatingDog menunjukkan aktivitas pabrik China masih cenderung stagnan, dengan output dan pesanan baru yang bergerak terbatas. Kondisi ini bahkan mendorong sebagian perusahaan melakukan penyesuaian tenaga kerja di tengah lemahnya permintaan.

Meski demikian, terdapat sedikit titik terang dari sisi eksternal. Pesanan asing tercatat tumbuh dengan laju tercepat dalam delapan bulan terakhir, didorong oleh upaya pengembangan bisnis ke pasar luar negeri. Dari sisi biaya, harga input masih tertekan akibat mahalnya harga logam, namun tekanan inflasi mulai mereda dan berada di level terlembut dalam lima bulan terakhir.

Dengan latar belakang tersebut, rilis RatingDog PMI berikutnya akan menjadi indikator penting untuk mengonfirmasi apakah sektor manufaktur China mulai menunjukkan stabilisasi di penghujung 2025 atau justru masih tertahan di fase pelemahan.

PMI Manufaktur RI Ditunggu Awal 2026

Pelaku pasar juga akan mencermati rilis Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang akan dipublikasikan oleh S&P Global pada Jumat (2/1/2026).

Sebelumnya, PMI Manufaktur Indonesia pada November 2025 tercatat di level 53,3, melonjak signifikan dari 51,2 pada Oktober. Capaian tersebut merupakan level tertinggi sejak Februari 2025 sekaligus menandai empat bulan berturut-turut sektor manufaktur berada di fase ekspansi.

Penguatan PMI ini menjadi sinyal positif setelah sektor industri sempat tertekan pada periode April-Juli 2025, ketika PMI berada di bawah ambang batas 50 selama empat bulan berturut-turut atau berada di zona kontraksi.

Kembalinya PMI ke atas level 50 sejak Agustus, dan berlanjut hingga November, menunjukkan bahwa pemulihan manufaktur Indonesia berlangsung relatif konsisten menjelang akhir tahun.

Menurut laporan S&P Global, akselerasi PMI November terutama ditopang oleh lonjakan pesanan baru yang tumbuh dengan laju tercepat dalam 27 bulan terakhir. Peningkatan permintaan tersebut terutama berasal dari pasar domestik, seiring bertambahnya jumlah pelanggan dan aktivitas pemesanan.

Sebaliknya, permintaan dari luar negeri masih menghadapi tekanan, tercermin dari pesanan ekspor yang mencatatkan penurunan terdalam dalam 14 bulan terakhir.

Dari sisi produksi, output manufaktur kembali berekspansi setelah sempat melemah selama tiga bulan sebelumnya. Laju ekspansi produksi pada November menjadi yang tercepat sejak Februari, mengindikasikan bahwa pelaku industri mulai meningkatkan kapasitas produksi untuk mengakomodasi permintaan domestik yang menguat.

IHK Desember

Di hari yang sama, pelaku pasar juga akan menantikan rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) Desember 2025 yang akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data inflasi ini menjadi krusial untuk membaca arah tekanan harga di penghujung tahun sekaligus menjadi acuan ekspektasi kebijakan moneter Bank Indonesia ke depan.

Sebagai pembanding, inflasi pada November 2025 tercatat melambat menjadi 0,17% secara bulanan (mtm), turun dari 0,28% pada Oktober. Secara tahunan, inflasi juga menurun menjadi 2,72% (yoy) dari sebelumnya 2,86% yoy.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menyebut inflasi November lebih rendah dibanding bulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun lalu.

Tekanan inflasi pada November relatif terbatas dan hanya dipicu oleh segelintir komoditas, terutama dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya. Kelompok ini mencatat inflasi tertinggi sebesar 1,21% dengan andil 0,09%, yang sebagian besar berasal dari kenaikan harga emas perhiasan dengan andil 0,08%.

Selain itu, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi 0,06% dengan andil 0,02%, disusul kelompok kesehatan yang mencatat inflasi 0,12% dengan andil 0,01%. Kelompok transportasi juga mengalami inflasi 0,34% dengan andil 0,04%.

Di sisi lain, sejumlah kelompok pengeluaran seperti pakaian dan alas kaki, pendidikan, hingga rekreasi, olahraga, dan budaya tercatat tidak memberikan andil inflasi pada November 2025. Hal ini mencerminkan bahwa tekanan harga masih relatif terkendali dan belum bersifat luas.

Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Konferensi pers penanggulangan bencana Sumatra di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Kota Jakarta Timur.

    Aksi demonstrasi buruh menolak kebijakan pengupahan di area Patung Kuda, Kota Jakarta Pusat.

    Refleksi Akhir Tahun 2025 Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan di Lantai 18 Gedung Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kota Jakarta Selatan.

    Rapat Koordinasi Terbatas dengan agenda penetapan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) Tahun 2026 di Ruang Rapat Utama Kemenko Pangan, Graha Mandiri, Kota Jakarta Pusat. Turut hadir antara lain Menko Pangan, Menteri Pertanian, dan Menteri Kelautan dan Perikanan.


    Refleksi Akhir Tahun 2025 bersama Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno dengan tema "Solusi Paradoks Energi: Mewujudkan Kedaulatan, Menyelamatkan Lingkungan" di Ruang Delegasi Lantai 2, Gedung Nusantara V MPR, Senayan, Kota Jakarta Pusat.


    Rapat Koordinasi Terbatas dengan agenda penetapan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) Tahun 2026 di Ruang Rapat Utama Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Graha Mandiri, Kota Jakarta Pusat. Turut hadir antara lain Kepala BPBUMN, CEO Perum Bulog, dan CEO ID Food.

     Rilis opini summary bank sentral Jepang

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

-          Rencana RUPS : ARTI, PGAS, & FISH

-          Cum dividen interim : BBRI & ADRO

-          Pembayaran dividen Interim : MSTI

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.



Most Popular
Features