Anggaran Militer Jepang Tembus 9 Triliun, Saingi China-Korea Selatan!
Jakarta, CNBC Indonesia - Anggaran pertahanan Jepang untuk pertama kalinya menembus lebih dari 9 triliun yen pada tahun fiskal 2026. Kenaikan besar ini telah disetujui oleh kabinet di tengah meningkatnya kekhawatiran atas aktivitas militer China di kawasan, khususnya di wilayah barat daya Jepang.
Kementerian Pertahanan Jepang menyebut besaran anggaran tersebut sebagai yang pertama dalam sejarah hingga menembus 9 triliun yen atau setara dengan Rp963 triliun (asumsi kurs Rp 107/JPY).
Menteri Pertahanan Shinjiro Koizumi menegaskan bahwa anggaran ini merupakan batas minimum yang dibutuhkan Jepang untuk memenuhi kewajiban pertahanannya di tengah lingkungan keamanan yang dinilai sebagai yang paling kompleks dalam periode pascaperang dunia kedua.
Anggaran yang diajukan ini merupakan bagian dari rencana belanja lima tahun senilai sekitar 43 triliun yen. Kenaikan tersebut juga terkait percepatan target belanja pertahanan sebesar 2% dari produk domestik bruto (PDB), setelah Perdana Menteri Sanae Takaichi memajukan jadwal pencapaiannya dua tahun lebih cepat dari target semula 2027.
Pemerintah Jepang menyatakan bahwa melalui anggaran tambahan yang disetujui parlemen, porsi belanja pertahanan Jepang telah melampaui ambang 2% tersebut.
Fokus Penguatan Sistem Nirawak & Kapabilitas Jarak Jauh
Salah satu pos terbesar dalam anggaran 2026 adalah rencana pembangunan sistem pertahanan pesisir berlapis yang mengintegrasikan aset nirawak di udara, laut, dan bawah laut. Nilainya mencapai sekitar 100 miliar yen atau lebih rendah dari usulan awal 128,7 miliar yen, setelah dilakukan peninjauan ulang spesifikasi. Koizumi menegaskan bahwa penyesuaian tersebut tidak akan mengganggu keseluruhan sistem.
Sistem nirawak tersebut, yang dikenal sebagai Synchronized, Hybrid, Integrated and Enhanced Littoral Defense (SHIELD), dirancang untuk memperkuat kemampuan pengintaian dan serangan, sekaligus melindungi personel militer serta mencegah invasi di wilayah pesisir. Implementasi sistem ini ditargetkan rampung pada akhir tahun fiskal 2027.
Kementerian Pertahanan Jepang menilai pengalaman penggunaan drone dalam konflik modern termasuk di Ukraina menunjukkan urgensi percepatan pengadaan pada sistem ini.
Selain itu, kemampuan standoff dan counterstrike Jepang juga mendapat porsi signifikan, dengan total permintaan sekitar 977 miliar yen untuk pengembangan dan pengadaan berbagai jenis persenjataan jarak jauh. Termasuk di dalamnya adalah 177 miliar yen untuk pengembangan varian jarak jauh dari rudal anti-kapal Type 12 buatan domestik, yang penempatannya direncanakan dimulai sebelum akhir tahun fiskal berjalan.
Permintaan anggaran juga mencakup pengembangan kemampuan hipersonik, baik untuk akuisisi maupun riset dan pengembangan. Produksi diharapkan mulai dilakukan pada tahun fiskal 2026. Pemerintah menekankan bahwa tujuan utama penguatan kemampuan tersebut adalah meningkatkan efek daya tangkal pertahanan.
Berbagai sistem nirawak dan persenjataan jarak jauh itu dipandang penting untuk memperkuat pertahanan wilayah kepulauan Jepang di barat daya, termasuk area sekitar Okinawa dan wilayah dekat Taiwan. Pemerintah Jepang juga menilai aset nirawak dapat membantu mengatasi tantangan penurunan populasi dan keterbatasan rekrutmen personel di Pasukan Bela Diri (SDF).
Di saat yang sama, Jepang juga mempercepat reformasi struktur gaji dan peningkatan kondisi kesejahteraan personel SDF guna mengatasi kekurangan tenaga. Langkah tersebut disertai peningkatan infrastruktur pendukung serta fasilitas kehidupan personel.
Dorongan peningkatan belanja pertahanan Jepang tak lepas dari intensifnya aktivitas militer China di sekitar wilayah Jepang. Tokyo mencatat sejumlah insiden terbaru, termasuk penguncian radar pesawat tempur China terhadap pesawat SDF di wilayah udara internasional dekat Okinawa, yang dinilai sebagai tindakan berbahaya.
Dalam buku putih pertahanan terbaru, Jepang menyoroti peningkatan signifikan aktivitas militer China, mulai dari Laut China Timur hingga kawasan Pasifik barat. Pemerintah juga berencana membentuk kantor baru yang berfokus pada inisiatif pertahanan Pasifik, termasuk penguatan kemampuan pengawasan di wilayah periferi negara.
Di sisi lain, dinamika kebijakan pertahanan Jepang juga dipengaruhi oleh dorongan Amerika Serikat agar sekutu meningkatkan pembiayaan militer. Koizumi menyatakan bahwa anggaran baru ini menunjukkan komitmen nasional Jepang secara jelas baik di tingkat domestik maupun internasional dan isu ini diperkirakan akan menjadi salah satu topik utama dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan AS awal tahun mendatang.
Korea Selatan Naikkan Anggaran Pertahanan hingga US$44,8 Miliar
Sejalan dengan meningkatnya tensi keamanan di kawasan, Korea Selatan juga berencana menaikkan belanja pertahanannya sebesar 7,5% pada tahun depan menjadi US$44,8 miliar, dengan US$13,6 miliar dialokasikan untuk penguatan kemampuan militernya.
Kementerian Pertahanan Korea menyebut peningkatan ini sebagai bagian dari anggaran nasional hampir US$500 miliar yang disetujui parlemen, serta untuk memperkuat sistem penangkal tiga poros, merespons ancaman nuklir dan rudal Korea Utara, menyesuaikan diri dengan perubahan lanskap keamanan global, dan mendukung proses transisi kendali operasi perang (OPCON) dari militer Amerika Serikat kepada Korea Selatan.
China Kian Dominan dengan Anggaran Pertahanan Raksasa
China tengah menjalankan upaya besar-besaran untuk memperkuat militernya. Dalam beberapa dekade terakhir, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) telah bertransformasi dari kekuatan regional yang usang menjadi militer yang semakin modern dan mampu beroperasi jauh melampaui wilayah China.
Meski proses modernisasi ini belum sepenuhnya tuntas dan masih menghadapi sejumlah tantangan, Presiden Xi Jinping menjadikannya sebagai prioritas utama dan terus mendorong percepatan kemajuan.
Kemunculan China sebagai kekuatan ekonomi besar telah mendorong peningkatan belanja militer secara konsisten selama beberapa dekade.
Anggaran pertahanan resmi negara tersebut mendekati US$247 miliar pada 2025, meski angka dalam laporan pemerintah dinilai belum mencerminkan keseluruhan pengeluaran militer.
SIPRI memperkirakan belanja pertahanan China mencapai sekitar US$318 miliar pada 2024, sementara studi lain menempatkannya hingga US$471 miliar. Terlepas dari perbedaan estimasi, skala dan pertumbuhan belanja militer China memungkinkan perluasan investasi pada peralatan, pemeliharaan, personel, dan pelatihan.
CNCB INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)