Benteng Inflasi Jepang Runtuh, Harga Pulpen Pilot Akhirnya Naik
Jakarta, CNBC Indonesia - Produsen alat tulis terbesar di Jepang, Pilot, akhirnya menyerah pada tekanan ekonomi. Untuk pertama kalinya dalam hampir dua dekade, perusahaan memutuskan menaikkan harga produk best-seller mereka, pulpen Frixion, di tengah lonjakan inflasi yang melanda Negeri Sakura.
Langkah ini menjadi sinyal kuat berakhirnya era deflasi panjang yang menghantui Jepang sejak pecahnya gelembung aset tahun 1980-an, memaksa pelaku bisnis mengubah strategi yang telah bertahan puluhan tahun.
Akhir Era Harga Tetap
Pilot menerapkan kenaikan harga sebesar 10% untuk pulpen Frixion dua bulan lalu. Ini adalah kenaikan pertama sejak produk ikonik yang tintanya bisa dihapus tersebut diluncurkan pada tahun 2006.
CEO Pilot, Fumio Fujisaki, yang telah mengabdi selama 40 tahun di perusahaan, menyebut bahwa ini adalah momen bersejarah.
"Jepang telah menderita deflasi dan menaikkan harga sangatlah sulit bagi kami. Kami harus mengubah pola pikir kami," ujar Fujisaki.
Fujisaki, yang mengambil alih kepemimpinan pada 2024, mengakui bahwa ia harus belajar berbisnis di lingkungan ekonomi yang benar-benar baru.
Selama bertahun-tahun, satu-satunya kenaikan harga yang dilakukan Pilot hanya terjadi pada lini fountain pen kelas atas-yang harganya jutaan yen-itu pun karena kenaikan harga emas sebagai bahan baku.
Namun, hingga Oktober lalu, harga pulpen Frixion-yang menyumbang lebih dari 40% penjualan pulpen Pilot di Jepang-masih dibanderol 230 yen (sekitar US$ 1,47), harga yang sama persis saat peluncurannya hampir 20 tahun lalu.
Tekanan Makroekonomi Jepang
Kenaikan harga ini mencerminkan realitas baru ekonomi Jepang. Tingkat inflasi inti negara tersebut, yang tidak termasuk makanan segar dan energi, diperkirakan akan tetap berada di atas 2% tahun depan.
Kondisi ini memberi ruang bagi bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) untuk menaikkan suku bunga dari level ultra-rendah. Bulan ini, BoJ menetapkan suku bunga kebijakan utamanya di sekitar 0,75%, level tertinggi sejak 1995.
Konsumen Jepang kini mulai merasakan dampak inflasi di berbagai sektor. Japan Post, misalnya, telah menaikkan tarif pos sebesar 30%, kenaikan pertama dalam 30 tahun.
Meskipun demikian, banyak perusahaan Jepang yang masih enggan membebankan biaya kepada pelanggan karena takut kehilangan pangsa pasar. Namun, pemegang saham Pilot terus mendesak manajemen untuk memanfaatkan momentum inflasi demi margin yang lebih baik.
Pertaruhan Besar Sang Pemimpin Pasar
Fujisaki mengakui bahwa kenaikan harga ini adalah sebuah risiko besar. Langkah ini menguji kesediaan kelas menengah Jepang untuk membayar lebih bagi barang sehari-hari, sekaligus menguji apakah pesaing akan ikut menaikkan harga atau justru menahan harga demi merebut pangsa pasar.
"Terlalu dini untuk menilai reaksi pelanggan," kata Fujisaki. Ia menambahkan bahwa jika pesaing "menyajikan kualitas yang sama dan mempertahankan harga lama, itu akan menjadi masalah."
Namun, sebagai pemimpin pasar, Fujisaki menegaskan bahwa Pilot harus menjadi inisiator.
"Jika kami menaikkan harga, perusahaan lain mungkin akan mengikutinya," ujarnya.
Ia menutup dengan perbandingan sederhana yang menggambarkan betapa meratanya dampak inflasi di Jepang saat ini.
"Harga telur dan natto [kedelai fermentasi] sudah naik-barang seperti ini [pulpen] adalah bagian yang tersisa," pungkasnya.
-
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(gls/gls)