KBMI I Mau Dihapus, Bank Mini Pilih Tambah Modal atau Cari Pasangan?
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menghapus bank kategori KBMI I. Hal ini akan memicu aksi korporasi seperti merger atau akuisisi guna meningkatkan modal inti.
Rencana tersebut disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bersama pada 10 November 2025.
Dian menjelaskan, OJK memandang penguatan fundamental dan konsolidasi menjadi langkah penting bagi bank-bank berskala kecil. Agenda tersebut dinilai perlu dijalankan secara terukur dan mengedepankan prinsip kehati-hatian sebagai bagian dari strategi jangka menengah penguatan industri perbankan.
Ia menegaskan, kebijakan ini masih bersifat imbauan dengan pendekatan persuasif. OJK juga berkomitmen memberikan ruang waktu yang memadai bagi bank-bank kecil untuk meningkatkan permodalan atau menempuh langkah konsolidasi.
Ke depan, OJK akan mencermati perkembangan implementasinya. Apabila diperlukan, regulator tidak menutup kemungkinan untuk merumuskan ketentuan yang lebih spesifik melalui penerbitan peraturan OJK atau kebijakan lanjutan lainnya, kata Dian.
Dalam sistem pengelompokan saat ini, OJK mengklasifikasikan bank ke dalam empat kelompok berdasarkan modal inti.
KBMI I mencakup bank dengan modal inti hingga Rp 6 triliun.
KBMI II terdiri dari bank dengan modal inti di atas Rp 6 triliun hingga Rp 14 triliun
KBMI III di atas Rp 14 triliun hingga Rp 70 triliun
KBMI IV untuk bank dengan modal inti di atas Rp 70 triliun.
Sejauh yang kami telusuri, saat ini ada 61 bank kategori KBMI I dari 105 bank yang ada di Indonesia. Artinya, ada 58% bank berskala kecil yang membutuhkan peningkatan modal minimal sampai Rp6 triliiun.
Dari data itu, sekitar 22 emiten bank KBMI I sudah melantai di BEI, artinya rencana penghapusan KBMI I akan sangat berdampak di pasar.
Meski masih berada pada tahap wacana, arah kebijakan ini langsung memicu ekspektasi pasar bahwa geliat saham perbankan yang sempat terjadi pada 2021 hingga 2022 berpotensi terulang. Saat itu, OJK mewajibkan bank memenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun.
Kebijakan tersebut menjadi pemantik konsolidasi besar-besaran, terutama di kalangan bank kecil yang ingin bertransformasi menjadi bank digital. Aksi merger dan akuisisi pun bermunculan, diikuti lonjakan minat investor terhadap saham-saham perbankan skala kecil.
Namun, peluang pengulangan skenario tersebut tidak datang otomatis. Menurut kami, kuncinya terletak pada sikap regulator. Jika penghapusan KBMI I nantinya ditetapkan sebagai kewajiban, bukan sekadar imbauan, maka tekanan bagi bank-bank mini untuk segera mencari tambahan modal atau mitra strategis akan jauh lebih kuat. Dalam kondisi itu, potensi aksi korporasi kembali terbuka lebar dan sentimen pasar bisa bergerak agresif.
Sebaliknya, apabila kebijakan ini hanya bersifat persuasif, respons industri berpotensi berjalan lebih lambat. Pengalaman sebelumnya menunjukkan, imbauan tanpa tenggat dan konsekuensi yang jelas kerap tidak direspons optimal.
Apalagi, untuk naik kelas ke atas KBMI I, bank perlu tambahan modal yang tidak kecil. Selisih modal inti menuju batas Rp 6 triliun bisa mencapai sekitar Rp 3 triliun bagi sebagian bank, angka yang tidak mudah dipenuhi dalam waktu singkat tanpa aksi korporasi, bisa saja mereka akan melakukan right issue jumbo atau private placement dari pengendali atau entitas lain yang bersedia masuk.
Di sinilah pasar menanti kejelasan arah kebijakan OJK. Kepastian apakah penghapusan KBMI I akan dikemas sebagai kewajiban atau tetap berupa dorongan moral akan sangat menentukan dinamika ke depan.
Jika regulator memilih pendekatan tegas seperti pada 2021 hingga 2022, maka peluang terjadinya gelombang merger dan akuisisi bank kembali terbuka. Pada titik itulah, ekspektasi kebangkitan saham-saham bank kecil bisa menemukan pijakan yang lebih kuat.
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)