MARKET DATA

Bank KBMI 1 Mau Dihapus, Untung Apa Buntung?

Gelson Kurniawan,  CNBC Indonesia
17 December 2025 15:15
Ilustrasi Foto OJK
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mewacanakan penghapusan kategori Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) 1, yaitu kelompok bank dengan modal inti di bawah Rp6 triliun. Rencana strategis ini ditujukan untuk mendorong konsolidasi perbankan nasional agar memiliki struktur permodalan yang lebih kuat dan kompetitif.

Langkah ini diambil dengan pertimbangan bahwa perekonomian Indonesia yang terus tumbuh membutuhkan dukungan bank berskala besar yang efisien. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyebutkan bahwa ukuran bank menjadi faktor penentu dalam efisiensi operasional hingga kapasitas penyaluran kredit.

Bank-bank yang saat ini berada di kategori KBMI 1 diproyeksikan akan terdampak oleh kebijakan ini, baik melalui skema penggabungan usaha (merger) maupun peningkatan permodalan.

Berikut adalah analisis mengenai latar belakang, dampak positif, serta tantangan yang muncul dari rencana kebijakan tersebut.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae dalam CNBC Indonesia Sharia Economic Forum pada Selasa (3/9/2024). (CNBC Indonesia TV)Foto: Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae dalam CNBC Indonesia Sharia Economic Forum pada Selasa (3/9/2024). (CNBC Indonesia TV)

Urgensi Efisiensi dan Belanja Teknologi

Faktor utama yang mendasari wacana ini adalah tingginya biaya operasional perbankan di era digital, khususnya belanja infrastruktur teknologi informasi (IT). Bank dengan modal terbatas atau di bawah Rp6 triliun sering kali menghadapi kendala dalam mengalokasikan dana yang memadai untuk pengembangan sistem digital dan keamanan siber (cybersecurity).

Melalui konsolidasi atau penggabungan usaha, bank diharapkan mencapai skala ekonomi (economies of scale). Penggabungan sumber daya modal memungkinkan entitas baru untuk memperkuat infrastruktur teknologi, sehingga kualitas layanan digital dapat ditingkatkan sekaligus menekan biaya operasional dalam jangka panjang.

Potensi Penguatan Industri

Dari perspektif makroekonomi dan stabilitas industri, penghapusan kategori KBMI 1 dipandang memiliki sejumlah dampak konstruktif:

  1. Stabilitas Sistemik: Bank dengan struktur permodalan yang lebih besar dinilai memiliki daya tahan (resilience) yang lebih baik terhadap gejolak ekonomi global maupun domestik, sehingga mengurangi risiko kegagalan bank.

  2. Peningkatan Kapasitas Pembiayaan: Bank hasil konsolidasi secara otomatis akan memiliki Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang lebih tinggi. Hal ini membuka ruang bagi perbankan untuk mendanai proyek-proyek strategis berskala besar yang sebelumnya sulit dijangkau oleh bank-bank bermodal kecil.

  3. Efisiensi Operasional: Dengan efisiensi operasional yang tercipta, bank memiliki peluang untuk menekan biaya dana (Cost of Fund). Dalam mekanisme pasar yang ideal, efisiensi ini dapat berimplikasi pada penawaran suku bunga kredit yang lebih kompetitif.

  4. Akselerasi Digitalisasi dan Keamanan Siber Penggabungan sumber daya modal memungkinkan bank memiliki dana yang cukup untuk belanja infrastruktur teknologi canggih. Ini akan meningkatkan kualitas layanan digital serta memperkuat sistem keamanan siber dari ancaman peretasan yang makin marak.

Tantangan dalam Proses Konsolidasi

Meskipun bertujuan memperkuat industri, proses konsolidasi bank memiliki sejumlah tantangan operasional yang kerap menjadi sorotan:

  1. Penyesuaian SDM: Penggabungan dua entitas bank sering kali berdampak pada duplikasi peran di berbagai lini, mulai dari manajemen hingga jaringan kantor cabang. Hal ini memunculkan tantangan terkait efisiensi sumber daya manusia dan penataan ulang organisasi.

  2. Kompleksitas Transisi Sistem: Penyatuan sistem operasional, teknologi, dan budaya kerja dari dua entitas yang berbeda membutuhkan waktu dan penanganan teknis yang cermat. Masa transisi ini menjadi fase krusial untuk memastikan layanan kepada nasabah tidak terganggu.

  3. Pergeseran Fokus Bisnis: Terdapat pandangan di kalangan pengamat mengenai risiko berkurangnya fokus layanan pada segmen niche market atau UMKM. Bank yang bertransformasi menjadi entitas besar cenderung memiliki portofolio yang lebih berat ke segmen korporasi, sehingga peran bank spesialis di level menengah perlu tetap dijaga.

  4. Tekanan Permodalan bagi Pemegang Saham Pemilik bank kategori KBMI 1 dihadapkan pada pilihan sulit antara menyuntikkan modal besar atau mencari mitra strategis. Bagi pemegang saham eksisting yang keterbatasan dana, risiko dilusi kepemilikan atau kehilangan kendali atas bank menjadi konsekuensi yang tak terelakkan.

Tantangan dari Sisi Industri

Di balik narasi penguatan modal, kebijakan ini menyimpan risiko fundamental yang perlu diwaspadai terutama bagi industri perbankan itu sendiri:

  1. Ancaman Suburnya Pinjol Ilegal Fokus bank hasil merger ke segmen korporasi besar dikhawatirkan menciptakan kekosongan layanan bagi masyarakat kecil. Kondisi ini bisa memaksa masyarakat yang tidak terlayani bank formal (unbanked) untuk beralih ke sektor shadow banking seperti rentenir atau pinjol ilegal yang justru merugikan.

  2. Homogenisasi Industri yang Rentan Guncangan Memaksa seluruh bank menjadi seragam menghilangkan diversifikasi ekosistem perbankan. Jika seluruh pemain memiliki model bisnis dan profil risiko yang sama, guncangan ekonomi pada satu sektor korporasi besar bisa meruntuhkan seluruh industri secara bersamaan tanpa ada bank spesialis sebagai penyeimbang.

  3. Ketimpangan Persaingan Antara Swasta dan BPD Terdapat isu ketidakadilan kompetisi karena BPD mendapatkan pengecualian regulasi dibanding bank swasta. Bank swasta kecil dipaksa bertarung keras memenuhi modal triliunan atau diakuisisi, sementara bank daerah mendapat kelonggaran struktural yang dianggap menciptakan persaingan usaha tidak setara.

Dampak pada Lanskap Pasar Modal

Rencana kebijakan ini juga diperkirakan akan membawa dinamika baru di pasar modal, khususnya pada emiten perbankan lapis kedua. Pelaku pasar mencermati potensi maraknya aksi korporasi sebagai respons terhadap kebijakan ini.

Bank-bank yang perlu menyesuaikan diri dengan aturan permodalan baru umumnya menempuh langkah strategis seperti penambahan modal melalui hak memesan efek terlebih dahulu (Rights Issue) atau penjajakan mitra strategis untuk akuisisi dan merger.

Fenomena ini diprediksi akan menjadi salah satu pendorong aktivitas transaksi dan perubahan struktur kepemilikan di sektor perbankan dalam beberapa waktu ke depan.

-

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)



Most Popular