Newsletter

Trump-Jinping Damai, Dunia Masih Was-Was Kabar Genting dari China-AS

Susi Setiawati,  CNBC Indonesia
31 October 2025 06:15
ilustrasi trading
Foto: Pixabay
  • Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam, IHSG menguat sementara rupiah melemah
  • Wall Street ambruk berjamaah 
  • Pertemuan Xi Jinping, data PCE Amerika serta keputusan The Fed akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan berjalan tak senada, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil kembali mencatatkan penguatan, sementara pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru lagi-lagi melemah. Musim rilis kinerja keuangan menjadi booster bagi pasar saham.

Pasar saham diperkirakan akan kembali volatile seiring dengan respon terhadap hasil laporan keuangan beberapa emiten big caps hingga penantian data-data ekonomi dari AS hingga China. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.

Pada perdagangan Kamis (30/10/2025), IHSG ditutup menguat 0,22% di level 8.184,06. Penutupan ini menjadi kenaikan IHSG selama dua hari beruntun, dan pada perdagangan intraday IHSG sempat menyentuh level psikologis 8.200 sebelum akhirnya kembali ke level 8.100.

Nilai transaksi mencapai Rp 21,81 triliun, melibatkan 36,17 miliar saham dalam 2,28 juta kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun terkerek menjadi Rp 14.957 triliun.

Mengutip data Refinitiv, energi menjadi sektor yang naik paling kencang dengan penguatan 2,31%. Kemudian diikuti oleh konsumer non primer dan finansial yang masing-masing 1,89% dan 0,47%.

Tercatat, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi pendorong utama IHSG dengan kontribusi 19,25indeks poin. Kemudian diikuti oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) 13,18 indeks poin.

Kemudian PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) naik 7,14% ke level Rp 60 per saham dan menyumbang 8,61 indeks poin.

Sebagai informasi, volatilitas pergerakan IHSG masih terbilang tinggi. Pagi kemarin, indeks dibuka menguat 0,12% lalu berbalik arah ke zona merah sebelum balik lagi ke zona hijau jelang penutupan perdagangan.

Sementara itu, Pasar Asia-Pasifik bergerak bervariasi pada perdagangan Kamis (30/10/2025), setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga pada Desember belum menjadi "kesimpulan pasti".

The Fed diketahui telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin sesuai ekspektasi, membawa kisaran suku bunga menjadi 3,75%-4% pada Rabu kemarin.

Sementara itu, investor juga mencermati pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping yang menjadi pertemuan tatap muka pertama keduanya di masa jabatan kedua Trump.

Selain itu, pasar Korea Selatan juga menjadi perhatian setelah penasihat kebijakan utama Seoul, Kim Yong-beom, dilaporkan merilis rincian kesepakatan dagang dengan Washington.

Berdasarkan laporan media lokal, Korea Selatan akan menanamkan investasi sebesar US$200 miliar di AS dengan batas tahunan US$20 miliar. Sementara itu, sisa dari komitmen total senilai US$350 miliar yang diumumkan awal tahun ini akan dialokasikan untuk kerja sama di sektor perkapalan.

Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Kamis (30/10/2025) melemah ke posisi Rp16.635/US$1 atau terdepresiasi 0,15%. Angka ini sekaligus menjadi level penutupan terlemah di sepanjang Oktober 2025.

Pelemahan rupiah pada perdagangan kemarin terjadi setelah rilis hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) pada Kamis (30/10/2025) dini hari waktu Indonesia.

Dalam keputusan terbarunya, The Fed kembali memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 3,75%-4,00%. Langkah ini seharusnya menekan kekuatan dolar AS. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, dolar AS menguat di pasar global setelah pernyataan dari Gubernur The Fed Jerome Powell.

Powell menegaskan bahwa peluang pemangkasan suku bunga lanjutan pada Desember semakin kecil, dan meminta pasar untuk tidak berasumsi bahwa pelonggaran moneter akan terus berlanjut hingga akhir tahun.

Pernyataan tersebut segera mengubah ekspektasi pelaku pasar. Berdasarkan data CME FedWatch Tool, peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember turun menjadi sekitar 62%, dari sebelumnya 85% sebelum keputusan FOMC diumumkan.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Kamis (30/10/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik 0,05% di level 5,9339%. Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).

Pasar saham Amerika Serikat (AS) Wall Street ambles berjamaah usai beberapa saham Megacaps kompak anjlok.

Pada perdagangan Kamis (30/10/2025), Dow Jones melemah 0,23% di level 47.521,81. Begitu juga dengan S&P 500 terkoreksi 1% di level 6.822,11 dan Nasdaq terdepresiasi 1,58% 23.581,14.

S&P 500 dan Nasdaq Composite melemah pada perdagangan Kamis, disebabkan Meta dan Microsoft melemah di tengah kekhawatiran lonjakan belanja AI, sementara investor juga mencerna nada yang lebih agresif dari The Federal Reserve (The Fed) AS.

Saham Meta (META.O) anjlok sekitar 11% dan diperkirakan akan mengalami penurunan persentase terbesar dalam tiga tahun setelah perusahaan media sosial tersebut memperkirakan belanja modal yang jauh lebih besar tahun depan, berkat investasi dalam kecerdasan buatan.

Microsoft (MSFT.O) merosot 3% setelah raksasa teknologi tersebut melaporkan rekor belanja modal hampir US$35 miliar untuk kuartal fiskal pertama dan memperingatkan bahwa belanja modal akan meningkat tahun ini.

Hasil tersebut menyusul pengumuman The Federal Reserve pada hari Rabu tentang pemotongan suku bunga seperempat poin yang telah lama diantisipasi, tetapi menimbulkan keraguan tentang langkah kebijakan di masa mendatang ketika Ketua Jerome Powell mengatakan bahwa pemotongan suku bunga lagi pada bulan Desember bukanlah kesimpulan yang sudah pasti.

Hal ini menyebabkan para pelaku pasar mengurangi kemungkinan pemotongan suku bunga lagi pada bulan Desember menjadi sekitar 70%, turun dari lebih dari 90% di awal pekan.

Pasar hari Kamis setidaknya sebagian merupakan warisan dari kemarin, menurut Jack McIntyre, manajer portofolio di Brandywine Global, menambahkan bahwa masuk akal bagi The Fed untuk mengatakan bahwa pelonggaran moneter di bulan Desember belum sepenuhnya selesai.

"Mereka tidak ingin terlalu bergantung pada pasar," ujar McIntyre, menambahkan bahwa kenaikan dolar dan imbal hasil Treasury merupakan faktor-faktor yang menyebabkan pelemahan ekuitas pada hari Kamis.

Dan meskipun investor kecewa dengan beberapa laporan pendapatan hari itu, The Fed harus mempertimbangkan musim pelaporan yang relatif kuat ketika memutuskan apakah penurunan suku bunga lebih lanjut diperlukan.

"Jika Anda mengukur ekonomi berdasarkan pendapatan kuartal ketiga, ekonomi masih berjalan baik," katanya.

Kemunduran S&P dan Nasdaq pada hari Kamis terjadi setelah tiga indeks utama tersebut mencapai rekor tertinggi dalam empat sesi terakhir, didorong oleh pendapatan kuartalan yang kuat dan meningkatnya ekspektasi akan kebijakan moneter yang lebih akomodatif.

Optimisme seputar AI juga menjadi pendorong utama kenaikan saham AS tahun ini, dengan perusahaan-perusahaan teknologi teratas secara kolektif menyumbang 35% bobot S&P 500.

Pemimpin chip AI, Nvidia (NVDA.O), turun 1,6% pada hari Kamis, tetapi telah memberikan dorongan ekstra pada pasar pada hari Rabu, ketika menjadi perusahaan publik pertama yang kapitalisasi pasarnya melampaui US$5 triliun.

Fokus investor akan tertuju pada hasil dari sesama anggota "Magnificent Seven", Apple (AAPL.O) dan Amazon (AMZN.O), yang akan dirilis setelah bel penutupan perdagangan.

Induk perusahaan Google, Alphabet (GOOGL.O), naik 3% pada hari Kamis karena pertumbuhan yang stabil dalam bisnis periklanan dan komputasi awan mendorong hasil yang lebih baik dari perkiraan.

Sementara itu, perjanjian perdagangan yang sangat dinantikan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping tampaknya tidak banyak membantu mendorong saham pada hari itu.

Trump setuju untuk mencabut beberapa tarif impor China dengan imbalan Beijing melanjutkan pembelian kedelai, menjaga kelancaran ekspor tanah jarang, dan menindak perdagangan gelap fentanil.

"Ketika Anda menerima kabar baik dan pasar tidak bereaksi, itu menandakan bahwa fentanil mungkin sudah didiskon," ujar McIntyre.

Saham distributor obat Cardinal Health (CAH.N) naik 13% setelah menaikkan proyeksi laba tahunan yang disesuaikan.

Saham Chipotle Mexican Grill (CMG.N) anjlok 17% setelah jaringan burrito tersebut memangkas proyeksi penjualan tahunannya, yang mengakibatkan tarif dan inflasi menekan margin keuntungan.

Saham yang turun jumlahnya lebih banyak daripada yang naik dengan rasio 1,48 banding 1 di NYSE, di mana terdapat 142 harga tertinggi baru dan 138 harga terendah baru.

Di Nasdaq, 1.832 saham naik dan 2.752 saham turun karena saham yang turun jumlahnya lebih banyak daripada yang naik dengan rasio 1,5 banding 1. S&P 500 mencatat 34 titik tertinggi baru dalam 52 minggu dan 32 titik terendah baru, sementara Nasdaq Composite mencatat 79 titik tertinggi baru dan 159 titik terendah baru.

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen, terutama yang datang dari luar negeri.

Pasar saham kembali optimis dengan menguat selama dua hari beruntun. Musim rilis kinerja keuangan menjadi salah satu pendorong penguatan IHSG. Selain itu kabar baik juga datang dari pemimpin besar dunia Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan.

Bank BRI Cetak Laba Rp41,23 T

Bank pelat merah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) secara konsolidasi membukukan laba bersih periode berjalan senilai Rp41,23 triliun pada akhir kuartal III-2025. Perolehan itu turun 9,10% secara tahunan atau year on year (yoy), dari sebesar Rp45,36 triliun pada periode yang sama setahun sebelumnya.

Mengutip laporan keuangan BRI yang dipublikasikan di media massa, pendapatan bunga bersih BRI dalam sembilan bulan pertama tercatat sebesar Rp110,99 triliun, naik tipis 2,9% yoy dari setahun sebelumnya Rp107,86 triliun.

Pada fungsi intermediasi, penyaluran kredit BRI yang tercatat sebesar Rp1.438,11 triliun, tumbuh 6,26% yoy pada periode yang berakhir 30 September 2025. Dari jumlah tersebut, kredit UMKM tercatat sebesar Rp1.150,73 triliun, dengan komposisi sebesar 80,02% terhadap total portofolio kredit.

Seiring dengan pertumbuhan tersebut, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross naik jadi 3,29% dan NPL net sebesar 1,04%. BRI mencatatkan NPL coverage sebesar 183,09%.

Pada penghimpunan dana, BRI berhasil mencatatkan total dana pihak ketiga sebesar Rp1.474,78 triliun pada kuartal III-2025, tumbuh 8,24% yoy. Komposisi dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) sebesar 67,65%.

Dengan begitu, rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) BRI sebesar 87,05% per sembilan bulan pertama tahun ini.

Aset BRI pun menjadi sebesar Rp2.123,45 triliun pada kuartal III-2025.

CIMB Niaga Cetak Laba Rp5,33 T

PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) menutup kuartal III-2025 dengan kinerja gemilang. Bank swasta nasional terbesar kedua di Indonesia ini berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp5,33 triliun, tumbuh 2,92% secara tahunan (YOY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp5,18 triliun.

Pertumbuhan laba tersebut mencerminkan ketahanan dan efektivitas strategi bisnis CIMB Niaga di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, peningkatan laba terutama didorong oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 0,7% (yoy) menjadi Rp10,08 triliun.

Dari sisi intermediasi, penyaluran kredit CIMB Niaga menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan 4,6% (yoy) menjadi Rp228,7 triliun.

Pertumbuhan ini didorong oleh seluruh lini bisnis, dengan segmen UKM mencatat peningkatan tertinggi sebesar 5,7% (yoy), diikuti Perbankan Korporat yang naik 5,4%, serta Perbankan Konsumer yang tumbuh 4,3%.

Khusus pada segmen ritel, Kredit Pemilikan Mobil (KPM) menjadi bintang utama dengan lonjakan 18,7% (yoy), menunjukkan meningkatnya daya beli dan kepercayaan masyarakat terhadap pembiayaan kendaraan bermotor.

Dari sisi pendanaan, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun mencapai Rp278 triliun, meningkat 8,6% (yoy). Komposisi dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) menjadi kontributor utama dengan nilai Rp188,8 triliun, tumbuh 10,6% (yoy).

Peningkatan CASA menunjukkan keberhasilan bank dalam memperkuat basis nasabah ritel dan digital banking, yang turut menekan biaya dana (cost of fund) dan memperbaiki profitabilitas.

CIMB Niaga juga terus menjaga posisi keuangan yang solid. Rasio kecukupan modal (CAR) tercatat sebesar 24,7%, sementara loan to deposit ratio (LDR) berada di level 81,1%, mencerminkan keseimbangan yang sehat antara penyaluran kredit dan penghimpunan dana.

Dengan total aset konsolidasian mencapai Rp369,5 triliun per 30 September 2025, CIMB Niaga semakin mengukuhkan posisinya sebagai bank swasta nasional terbesar kedua di Indonesia.

BRIS Tembus Laba Rp5,57 T

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) telah mencetak laba sebesar Rp5,57 triliun sepanjang hingga kuartal III-2025. Perolehan laba itu naik 9,03% secara tahunan (yoy) dari sebesar Rp5,1 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di media massa, perolehan laba tersebut tidak terlepas dari pendapatan dari penyaluran dana yang naik 15,24% yoy menjadi Rp22,23 triliun pada akhir September 2025. Bagi hasil untuk investasi ikut terkerek 18,12% yoy menjadi Rp6,89 triliun. Alhasil, pendapatan setelah distribusi bagi hasil tercatat naik 14% yoy menjadi Rp15,34 triliun.

Pada fungsi intermediasi, bank syariah terbesar RI itu tercatat telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp300,27 triliun, meningkat 12,7% yoy sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini.

Seiring dengan peningkatan tersebut, kualitas pembiayaan semakin membaik dengan non performing financing (NPF) gross menjadi sebesar 1,84%, dari sebelumnya 1,97%. Sedangkan NPF net sebesar 0,55% dari sebelumnya 0,56%.

Pada pendanaan, BSI mencatatkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 15,65% yoy menjadi Rp348,38 triliun hingga kuartal III-2025.

Perbandingan pembiayaan terhadap simpanan alias financing to deposit ratio (FDR) BSI menyusut menjadi 86,3% dari sebelumnya 88,6%.

Total aset BSI pun kali ini naik 1,94% yoy menjadi Rp416,57 triliun dari periode akhir 2024.

Deal Antara Trump dengan Xi Jinping

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan tercapainya kesepakatan dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT APEC di Korea Selatan, Kamis (30/10/2025). Hal ini dilakukan saat tensi kedua negara terus bereskalasi.

Trump mengeklaim perselisihan mengenai pasokan mineral logam tanah jarang telah terselesaikan dan China setuju untuk melanjutkan pembelian kedelai AS, dalam langkah yang meredakan ketegangan perang dagang yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.

Pertemuan tatap muka pertama antara kedua pemimpin sejak 2019 ini sangat penting, terutama karena adanya ancaman Trump untuk mengenakan tarif 100% pada barang-barang China jika tidak ada kesepakatan.

Berikut sejumlah hal yang disepakati kedua pemimpin negara.


1. Fentanil

Trump mengatakan ia telah mencapai kesepakatan di mana Presiden Xi Jinping setuju untuk "bekerja sangat keras" mencegah produksi dan aliran opioid sintetis mematikan, fentanil, ke AS. Fentanil merupakan masalah utama bagi AS, dan Washington telah menerapkan tarif 20% pada barang-barang China karena dugaan kegagalan Beijing menghentikan perdagangan obat ilegal ini.

Sebagai imbalan atas kerja sama China, AS setuju untuk mengurangi tarif yang terkait dengan fentanil dari 20% menjadi 10%. Trump menyatakan keyakinannya terhadap upaya China.

2. Kedelai

China setuju untuk melanjutkan pembelian produk pertanian AS, terutama kedelai, dalam jumlah besar ("tremendous amounts"). Impor kedelai China dari AS telah terhenti sejak Mei sebagai tindakan balasan atas tarif AS sebelumnya, yang sangat merugikan petani Amerika.

Komitmen pembelian dalam skala besar ini dipandang sebagai 'jalan keluar' bagi para petani AS yang telah menanggung kerugian, dan merupakan salah satu konsesi utama dari pihak China.

3. Tarif Perdagangan

Sebagai bagian dari kerangka kesepakatan satu tahun ini, AS setuju untuk mengurangi tarif pada barang-barang China. Secara keseluruhan, Trump setuju untuk menurunkan tarif rata-rata AS yang dikenakan pada barang-barang China dari 57% menjadi 47%.

Pengurangan ini bertujuan untuk mencegah tarif yang lebih tinggi yang diancamkan Trump sebelumnya, serta menstabilkan ekspektasi pasar. Presiden China Xi Jinping mengonfirmasi adanya kemajuan diplomatik ini.

4. Logam Tanah Jarang

Sengketa mengenai mineral kritis dan rare earths diklaim telah terselesaikan. China setuju untuk menunda kontrol ekspor ketat terhadap material rare earths yang diumumkan pada awal bulan ini. Keputusan China ini akan meredakan kekhawatiran global mengenai gangguan rantai pasokan yang vital.

Aktivitas Pabrik China Diperkirakan Turun

Pada Jumat (31/10/2025), terdapat data PMI Manufaktur China. Dimana, aktivitas pabrik China kemungkinan menyusut untuk bulan ketujuh pada bulan Oktober, menggarisbawahi perlunya stimulus lebih lanjut untuk meningkatkan permintaan domestik, karena upaya produsen untuk melepas barang ke luar negeri hanya mengekspor perang harga yang membebani mereka di dalam negeri.

Jajak pendapat Reuters terhadap 28 ekonom memperkirakan indeks manajer pembelian (PMI) resmi akan turun menjadi 49,6 dari 49,8 pada bulan September, tetap di bawah ambang batas 50 poin yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi. Data tersebut akan dirilis pada hari Jumat.

Kemerosotan yang berkepanjangan ini terjadi ketika produsen berjuang untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dalam beberapa tahun terakhir sejak pandemi Covid dan perang dagang yang merugikan dengan Presiden AS Donald Trump memaksa pemilik pabrik untuk menyerah pada pasar konsumen terbesar dunia.

Produsen juga mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan di pasar-pasar baru, dengan eksportir semakin banyak menjual dengan kerugian di Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China melambat menjadi 4,8% pada kuartal ketiga, laju terlemahnya dalam setahun. Meskipun hal ini membuat ekonomi terbesar kedua di dunia ini tetap berada di jalur yang tepat untuk mencapai targetnya sekitar 5% tahun ini, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang ketergantungan Beijing pada permintaan eksternal di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan.

Partai Komunis yang berkuasa berjanji untuk meningkatkan konsumsi domestik setelah pertemuan tertutup selama empat hari pekan lalu yang menguraikan tujuan ekonomi dan kebijakan untuk lima tahun ke depan, sekaligus menekankan upaya untuk memperkuat sistem industrinya yang luas.

Namun, para analis mempertanyakan apakah Beijing mengusulkan sesuatu yang baru atau kembali pada strategi lamanya, yaitu menyalurkan sumber daya ke perusahaan-perusahaan besar sambil mengabaikan produsen dan rumah tangga swasta.

Beberapa analis yakin Beijing tidak membutuhkan stimulus lebih lanjut tahun ini, sementara yang lain melihat percepatan investasi infrastruktur sebagai cara untuk memastikan perekonomian tetap sesuai target pada kuartal keempat.

Hal itu tidak banyak meredakan kekhawatiran jangka panjang atas kemampuan Beijing untuk menyeimbangkan kembali perekonomian di mana konsumsi rumah tangga tertinggal sekitar 20 poin persentase dari PDB dibandingkan rata-rata global.

PCE AS September

Pada akhir pekan Jumat (31/10/2025), juga terdapat data indeks harga PCE atau pengeluaran konsumen pribadi warga AS periode September.

Sebelumnya, inflasi inti sedikit berubah pada bulan Agustus, menurut alat prakiraan utama Federal Reserve, yang kemungkinan akan membuat bank sentral tetap pada jalur penurunan suku bunga ke depannya.

Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi mencatat kenaikan 0,3% untuk bulan tersebut, menjadikan tingkat inflasi tahunan utama di 2,7%, Departemen Perdagangan melaporkan pada hari Jumat.

Tidak termasuk makanan dan energi, tingkat harga inti PCE yang lebih ketat adalah 2,9% secara tahunan setelah naik 0,2% untuk bulan tersebut.

Tingkat inflasi tahunan utama sedikit meningkat dari 2,6% pada bulan Juli, sementara tingkat inflasi inti tetap sama.

Semua angka tersebut sejalan dengan perkiraan konsensus Dow Jones. Angka pengeluaran dan pendapatan sedikit lebih tinggi dari perkiraan.

Pendapatan pribadi meningkat 0,4% untuk bulan tersebut, sementara pengeluaran konsumsi pribadi meningkat dengan kecepatan 0,6%. Keduanya 0,1 poin persentase di atas perkiraan masing-masing.

Meskipun The Fed menargetkan inflasi sebesar 2%, angka-angka tersebut kemungkinan besar tidak akan mengubah arah bagi para pembuat kebijakan yang pekan lalu mengindikasikan bahwa mereka melihat dua penurunan poin persentase kuartal lagi sebelum akhir tahun.

Berikut sejumlah agenda ekonomi dalam dan luar negeri pada hari ini:

  •  PMI Manufaktur China Oktober 2025
  • PCE AS September 2025
  • Laporan perkembangan program dan capaian kinerja satu tahun pembangunan infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum

  • Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) dan Global Anti-Scam Alliance (GASA) meluncurkan GASA State
    of Scams 2025 Indonesia Report. Laporan komprehensif ini mengulas secara mendalam skala, dampak, dan tren terbaru penipuan digital yang terus berkembang, sekaligus menyoroti ancamannya terhadap jutaan konsumen di Indonesia

  • Peluncuran Program Dana Santunan Kesehatan Pensiun (DSKP) dari DPLK PertaLife

  • Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia & Indonesia Fintech Summit & Expo (FEKDI x IFSE)

  • Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) menggelar Coffee Morning with Danantara Indonesia Bersama Rohan Hafas, Managing Director, Stakeholder Management and Communications Danantara Indonesia

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • RUPS PT Palma Serasih Tbk (PSGO)
  • RUPS PT Pratama Widya Tbk (PTPM)
  • RUPS Goodyear Indonesia Tbk (GDYR)
  • Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Interim Astra International Tbk
  • Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Interim Plaza Indonesia Realty Tbk

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(saw/saw) Next Article Suku Bunga Dibayangi Perang: Dunia Menanti Langkah Israel, Iran & AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular