Pelit! Deretan Emiten Ini Gak Bagi DIviden Bertahun-Tahun
Jakarta, CNBC Indonesia - Musim pembagian dividen sering dianggap sebagai "panen raya" bagi investor di pasar modal Indonesia. Momen ini menjadi bukti nyata kemampuan emiten mencetak laba dan komitmennya untuk berbagi keuntungan. Namun, di tengah euforia tersebut, terdapat realitas lain di bursa.
Ada sekelompok emiten, termasuk yang memiliki kapitalisasi pasar raksasa (Big Cap), yang secara konsisten memilih untuk "berpuasa" alias absen membagikan dividen tunai kepada pemegang sahamnya.
Berdasarkan data, fenomena absennya pembagian dividen dalam tiga tahun buku terakhir (laba 2022, 2023, dan 2024) bukan terjadi tanpa alasan. Keputusan korporasi ini umumnya didasari oleh dua strategi fundamental yang saling bertolak belakang dengan filosofi dividend investing.
- Agresivitas Pertumbuhan (Growth Strategy) Ini adalah kredo utama bagi emiten di sektor teknologi (TMT). Seluruh modal yang tersedia-termasuk laba bersih jika ada-disuntikkan kembali ke dalam operasional (reinvestasi). Tujuannya jelas: ekspansi bisnis, akuisisi pengguna, pengembangan produk, dan perang memperebutkan pangsa pasar. Dividen terpaksa dikorbankan demi pertumbuhan top-line dan profitabilitas jangka panjang.
- Konsolidasi Modal (Capital Strengthening) Emiten di sektor yang lebih matang (seperti perbankan, properti, atau infrastruktur) terkadang memilih menahan laba, yang kemudian dibukukan sebagai laba ditahan (retained earnings). Dana ini krusial untuk mempertebal struktur permodalan, menjaga rasio kesehatan finansial (seperti CAR di bank), atau sebagai 'bantalan' likuiditas untuk modal kerja dan ekspansi internal.
Berdasarkan dari laporan, telah teridentifikasi 10 emiten yang mencerminkan strategi ini, yang secara konsisten tidak membagikan dividen tunai minimal dalam tiga tahun terakhir ataupun lebih.
Emiten - Emiten yang Absen Dividen
Grup Teknologi (Fokus Reinvestasi)
PT Venteny Fortuna International Tbk (VTNY) Emiten fintech dan layanan employee benefits yang IPO pada akhir 2022 ini masih dalam fase high-growth. Wajar jika perusahaan menahan laba untuk ekspansi pasar.
Grup Big Cap (Fokus Modal Kerja & Konsolidasi)
-
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) Ini adalah salah satu temuan menarik. Raksasa properti ini terakhir kali membagikan dividen pada tahun 2017. Dalam RUPST untuk tahun buku 2023 dan 2024, BSDE memutuskan laba triliunan rupiah ditahan sepenuhnya untuk memperkuat modal kerja, di tengah siklus bisnis properti yang menantang.
-
PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) Sebagai holding company yang menaungi bisnis ritel padat modal seperti Indomaret (via PT Indomarco Prismatama) dan KFC (PT Fast Food Indonesia Tbk), DNET membutuhkan reinvestasi laba yang konstan. Laba ditahan digunakan untuk mendanai ekspansi gerai yang sangat masif di seluruh Indonesia.
Grup Lainnya (Fokus Ekspansi & Restrukturisasi)
-
PT Hero Supermarket Tbk (HERO) Emiten ritel ini (pengelola Hero, Guardian, dan IKEA) tercatat terakhir kali membagikan dividen pada tahun 2012. Perusahaan telah bertahun-tahun fokus pada restrukturisasi bisnis besar-besaran, termasuk menutup gerai Giant dan mengubah fokus bisnis ke merek premium dan IKEA, yang menyerap banyak modal.
-
PT Akasha Wira International Tbk (ADES) Emiten AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) ini dikenal sebagai growth stock. ADES tidak membagikan dividen dan memilih fokus penuh pada ekspansi kapasitas pabrik dan penguatan brand.
-
PT KDB Tifa Finance Tbk (TIFA) Pasca-akuisisi oleh Korean Development Bank (KDB) pada tahun 2020, kebijakan dividen TIFA berhenti. Laba bersih yang diraih ditahan untuk memperkuat permodalan perusahaan pembiayaan ini.
-
PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) Pengelola supermarket premium Ranch Market dan Farmers Market ini juga absen membagikan dividen dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan fokus pada restrukturisasi dan efisiensi bisnis pasca-konsolidasi.
-
PT Dewi Shri Farmindo Tbk (DEWI) Emiten peternakan ayam yang IPO pada 2022 ini menggunakan laba yang didapat untuk ekspansi kandang dan modal kerja, sehingga belum membagikan dividen.
Saham Anti Dividen
Fenomena absennya dividen ini menggarisbawahi perbedaan fundamental dalam strategi investasi. Bagi 'pemburu dividen' (dividend hunter) yang mencari passive income rutin, 10 emiten ini jelas tidak masuk dalam radar portofolio.
Sebaliknya, saham-saham ini lebih menyasar investor dengan horizon jangka panjang yang bertaruh pada capital gain-keuntungan dari apresiasi harga saham di masa depan.
Investor dalam kategori ini percaya bahwa laba yang ditahan dan diinvestasikan kembali oleh perusahaan saat ini, akan menghasilkan nilai perusahaan (valuasi) yang jauh lebih besar di kemudian hari melihat masih banyaknya saham yang minus cukup terjal dalam rentan waktu 1 tahun terakhir.
-
CNBC INDONESIA RESEARCH
(gls/gls)