Heboh Gaji-Tunjangan DPR Lebih Rp 100 Juta, Negara Habiskan Rp 1,74 T

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
23 August 2025 11:30
Gedung DPR
Foto: detikcom

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu mengenai gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan tajam publik. Besaran penghasilan resmi wakil rakyat disebut telah menembus lebih dari Rp100 juta per bulan setelah diberlakukannya tunjangan rumah senilai Rp50 juta per bulan.

Kebijakan ini diberlakukan sebagai pengganti fasilitas rumah dinas yang sebelumnya tersedia, namun justru menimbulkan polemik besar karena dinilai tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat yang semakin tertekan.

Besaran gaji pokok anggota DPR beserta tunjangannya sudah dijelaskan pada surat edaran sekjen DPR RI NO.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan pada surat menteri keuangan nomor S-520/MK.02/2015.

Gaji pokok anggota DPR juga diatur pada peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2000. Anggota DPR menerima gaji pokok yang berbeda-beda tergantung pada jabatannya, dengan tambahan tunjangan yang juga bervariasi sesuai dengan jabatan.

Berdasarkan aturan tersebut besaran gaji pokok yang diterima Ketua DPR sebesar gaji pokok Ketua DPR sebesar Rp5,04 juta, Wakil Ketua Rp4,62 juta, dan anggota biasa Rp4,2 juta.

Jika hanya melihat nominal ini, penghasilan DPR memang relatif kecil, bahkan tidak jauh berbeda dengan pegawai negeri sipil golongan menengah.

Namun gaji pokok hanyalah bagian kecil dari keseluruhan kompensasi. anggota dewan juga mendapatkan tunjangan yang nominalnya sesuai dengan jabatannya. Semakin tinggi jabatan, maka tunjangan yang didapat akan semakin besar.

Seiring berjalannya waktu, berbagai komponen tunjangan ditambahkan.

Ada tunjangan jabatan, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, hingga berbagai fasilitas seperti uang sidang, asisten anggota, listrik, telepon, dan tunjangan beras. Kombinasi inilah yang membuat penerimaan anggota DPR sesungguhnya membengkak menjadi Rp55-66 juta per bulan.

Puncak kontroversi muncul ketika tambahan tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan resmi diberlakukan pada periode 2024-2029.

Surat Sekretariat Jenderal DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024 mengatur bahwa setiap anggota DPR berhak atas tunjangan rumah, sehingga angka penerimaan bulanan langsung melonjak menembus lebih dari Rp100 juta.

Dengan jumlah anggota sebanyak 580 orang, anggaran negara harus mengeluarkan sekitar Rp29 miliar per bulan hanya untuk membiayai tunjangan rumah, atau setara Rp1,74 triliun selama satu periode masa jabatan lima tahun.

Masyarakat menilai kebijakan ini berlebihan. Argumen bahwa tunjangan rumah diperlukan agar anggota dewan bisa tinggal dekat dengan kompleks parlemen dianggap tidak relevan, mengingat tingkat kehadiran anggota DPR dalam rapat kerap kali rendah.

Kritik semakin tajam karena keputusan ini muncul di saat pemerintah gencar menggaungkan efisiensi anggaran negara. Di tengah jargon penghematan belanja negara, DPR justru menambah fasilitas baru dengan beban keuangan yang sangat besar.

Kontroversi ini semakin mengemuka karena kontras dengan kondisi ekonomi yang sedang dihadapi masyarakat.

DPR-Kemenkeu Saling Lempar Penjelasan

Polemik tunjangan rumah Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR RI terus bergulir dan menuai kritik tajam dari publik. Besaran tunjangan ini dinilai berlebihan di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Namun, alih-alih memberikan kejelasan, DPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) justru saling lempar penjelasan.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Luky Alfirman, saat ditanya mengenai anggaran untuk tunjangan rumah DPR, enggan memberikan penjelasan detail. Ia menegaskan bahwa hal tersebut sebaiknya ditanyakan langsung kepada DPR. "Ya dari mana lagi (kalau bukan dari APBN). Tanya DPR," ujarnya singkat.

Sebaliknya, DPR justru menuding pemerintah sebagai pihak yang menetapkan besaran tunjangan rumah tersebut. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyatakan bahwa keputusan terkait nilai tunjangan berasal dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurutnya, anggota DPR hanya menerima kebijakan yang sudah diputuskan pemerintah.

Misbakhun menjelaskan bahwa skema tunjangan rumah ini sudah berjalan sejak Oktober 2024, sebagai pengganti fasilitas rumah dinas DPR yang sebelumnya tersedia di Kalibata, Jakarta. Kompleks perumahan tersebut telah dikembalikan ke Sekretariat Negara untuk dialihfungsikan sebagai proyek rumah bersubsidi.

"DPR tidak lagi mendapat fasilitas rumah dinas. Itu keputusannya pemerintah. Maka diberikan tunjangan agar anggota dewan, yang berasal dari berbagai daerah, bisa menyewa rumah sendiri. Standarnya jelas, sesuai standar pejabat negara," tegasnya.

Namun, ketika ditanya mengenai besarnya nominal Rp50 juta yang dinilai terlalu tinggi, Misbakhun kembali mengarahkan pertanyaan ke pemerintah.

"Itu satuan harga ditentukan pemerintah, bukan DPR. Jadi tanyakan ke mereka kenapa nilainya seperti itu," ujarnya dengan nada tinggi.

Alhasil, hingga kini publik masih belum mendapat kejelasan mengenai dasar penetapan angka tunjangan rumah Rp50 juta per bulan tersebut. Sementara kritik terus mengalir karena kebijakan ini dianggap tidak selaras dengan situasi ekonomi rakyat yang tengah menghadapi tekanan biaya hidup.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation