Newsletter

Asing Serbu RI di Tengah Drama Panas China-AS, IHSG-Rupiah Bisa Pesta?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
12 August 2025 06:20
Bendera Amerikas Serikat (AS) dan China. (REUTERS/Florence Lo/Illustration/File)
Foto: Bendera Amerikas Serikat (AS) dan China. (REUTERS/Florence Lo/Illustration/File)

Pada perdagangan Selasa hari ini (12/8/2025) ada dua hal dari eksternal yang sangat dinanti pasar.

Pertama, adalah rilis inflasi AS periode Juli 2025 yang akan menjadi penentu kebijakan moneter the Fed pada bulan depan.

Kedua, ada dateline gencatan tarif impor AS - China pada hari ini nampaknya bisa diperpanjang. Pasar menanti kebijakan yang lebih longgar antara dua negara besar ini.

Sementara dari domestik, kemarin ada rilis penjualan ritel kemudian dari pasar saham tampaknya sudah mulai ada dana asing bergerilya masuk lagi.

Berikut rincian berbagai sentimen yang mempengaruhi gerak pasar hari ini :

Inflasi AS

Hari ini, Amerika Serikat akan merilis data inflasi periode Juli 2025. Pada bulan sebelumnya, inflasi AS kembali meningkat, dengan laju tahunan mencapai 2,7% pada Juni.

Kenaikan harga konsumen tersebut terjadi seiring mulai terasa dampak tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump terhadap perekonomian. Menurut laporan Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) pada Selasa, indeks harga konsumen (IHK) - yang mengukur biaya barang dan jasa secara luas - naik 0,3% pada Juni, sehingga inflasi tahunan mencapai 2,7%.

Angka ini sesuai perkiraan Dow Jones, namun menjadi yang tertinggi sejak Februari dan masih berada di atas target inflasi The Fed sebesar 2%.

Jika tidak memasukkan komponen pangan dan energi yang cenderung berfluktuasi, inflasi inti naik 0,2% secara bulanan dan 2,9% secara tahunan.

Capaian tahunan sesuai perkiraan, sementara kenaikan bulanan sedikit di bawah proyeksi 0,3%. Sebelum Juni, inflasi AS cenderung melandai sejak awal tahun, dari 3% pada Januari, meski kekhawatiran tetap ada bahwa perang dagang dapat mendorong harga lebih tinggi.

Dampak tarif terlihat bervariasi. Harga kendaraan baru turun 0,3%, sementara mobil dan truk bekas turun 0,7%. Sebaliknya, harga pakaian jadi yang sensitif terhadap tarif naik 0,4%, dan perabot rumah tangga melonjak 1%. Harga tempat tinggal naik 0,2% secara bulanan, namun masih menjadi kontributor terbesar terhadap kenaikan IHK secara keseluruhan, dengan kenaikan tahunan 3,8%.

Presiden Trump memanfaatkan laporan tersebut untuk kembali mendesak The Fed menurunkan suku bunga.

Di sisi lain, Gubernur The Fed Michelle Bowman menilai risiko pelemahan pasar tenaga kerja kini lebih besar dibanding inflasi, sehingga mendukung proyeksi tiga kali pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun. Nada serupa disampaikan Presiden The Fed St. Louis Alberto Musalem, yang menilai ekonomi AS masih stabil dengan pasar tenaga kerja relatif seimbang, meski mulai terlihat tanda-tanda pelemahan.

Pasar kini memperkirakan pemangkasan suku bunga akan dimulai September, dengan setidaknya dua kali penurunan masing-masing 25 basis poin hingga akhir tahun. Ekspektasi ini semakin menguat usai laporan Nonfarm Payrolls Juli menunjukkan melemahnya kondisi pasar tenaga kerja.

Trump Perpanjang Deadline Negoisasi dengan China

Presiden AS Donald Trump memperpanjang gencatan dagang dengan China selama 90 hari hingga pertengahan November, menunda kenaikan tarif tinggi atas barang-barang asal Negeri Panda hanya beberapa jam sebelum tenggat waktu habis.
Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan hasil yang sudah diperkirakan dari putaran terbaru pembicaraan antara perunding perdagangan AS dan China yang berlangsung di Stockholm pada akhir Juli.

Tanpa perpanjangan ini, tarif AS terhadap China akan kembali melonjak ke level April lalu, saat perang tarif kedua negara memanas. Pada periode itu, AS memberlakukan tarif umum 145% terhadap impor China, sementara Beijing membalas dengan bea masuk 125% atas barang-barang AS.

Langkah terbaru ini mempertegas pola kebijakan perdagangan Trump yang sering berubah-ubah dan sulit diprediksi oleh pelaku bisnis. Dalam beberapa kasus, tarif tinggi yang diumumkan Trump untuk negara tertentu atau sektor spesifik kerap dikurangi, diubah, atau ditangguhkan hanya dalam hitungan hari atau minggu.

Tarif resiprokal yang diluncurkan Trump pada awal April lalu, misalnya, sempat ditangguhkan, lalu ditunda beberapa kali, sebelum akhirnya berlaku pekan lalu dalam bentuk yang telah dimodifikasi.

Selain menunda tarif, Trump juga mengirim sinyal tekanan baru ke Beijing. Melalui unggahan di Truth Social pada Minggu, ia mendesak China untuk "segera melipatgandakan empat kali lipat" pembelian kedelai dari Amerika Serikat.

"Ini juga merupakan cara untuk secara substansial mengurangi defisit perdagangan China dengan AS," tulis Trump.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Scott Bessent berulang kali menyatakan bahwa tarif impor tiga digit yang diberlakukan kedua negara pada musim semi lalu tidak dapat dipertahankan dan pada dasarnya menciptakan embargo dagang di antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.

Penjualan Ritel Indonesia periode Juni 2025 Melambat 

Dari sisi makroekonomi domestik, Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Penjualan Riil (IPR) Juni 2025 berada di level 231,9, tumbuh 1,3% secara tahunan. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan Mei yang naik 1,9%.

Kinerja ritel pada Juni ditopang oleh penjualan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Makanan, Minuman dan Tembakau, Barang Budaya dan Rekreasi, serta Subkelompok Sandang. 

Menariknya, meski sebagian besar kategori mengalami perlambatan, penjualan pakaian justru berbalik positif dengan kenaikan 1,4% setelah tertekan tiga bulan berturut-turut.

Secara bulanan, kontraksi ritel tercatat hanya 0,2%, lebih ringan dibanding penurunan 1,3% pada Mei, menjadi pelemahan paling moderat dalam tiga bulan terakhir berkat dorongan belanja libur Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), libur sekolah, dan penyaluran bantuan tunai pemerintah. 

Dana Asing Mulai Kembali Lagi

Di pasar keuangan, arus modal asing juga mencatat perkembangan positif. Pada periode 4-7 Agustus 2025, investor nonresiden membukukan beli bersih Rp9,24 triliun, terdiri dari Rp0,64 triliun di pasar saham, Rp6,27 triliun di Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp2,33 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). 

Meski premi Credit Default Swap (CDS) tenor 5 tahun sedikit naik menjadi 74,21 basis poin per 7 Agustus dari 73,68 basis poin di awal bulan, SBN tetap menjadi instrumen yang paling diminati.

Sepanjang tahun ini, nonresiden tercatat jual bersih Rp61,13 triliun di saham dan Rp98,77 triliun di SRBI, namun melakukan beli bersih Rp58,73 triliun di SBN. 

Pada perdagangan kemarin, net buy sebesar Rp 850 miliar atau terbesar sejak 26 Juni 2025.


(tsn/tsn)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular