
RI Tunggu Kabar dari China & Sabda Powell, Was-was IHSG-Rupiah Goyang!

Sentimen pasar keuangan pekan ini akan lebih banyak dipengaruhi dari eksternal, terutama soal detail dari tarif Presiden AS Donald Trump ke Indonesia, maupun sebaliknya. Pasar akan meninjau seberapa besar efek-nya bagi berbagai industri.
Dari kawasan regional akan ada rilis data suku bunga acuan untuk kredit di China, sementara dari dalam negeri tak banyak data yang dinanti, kecuali earning rilis dari big bank yang akan menjadi pembuka musim rilis laporan keuangan.
Sementara itu, posisi IHSG yang sudah di resistance, tetap patut diantisipasi karena rawan terjadi profit taking.
IHSG memang menguat selama 10 hari beruntun, tetapi secara teknikal pada penutupan candle terakhir di hari Jumat sudah mulai terlihat mengekor ke bawah dan ditutup merah.
Gap up juga terjadi pada candle di hari itu, menunjukkan adanya potensi untuk ditutup dulu, artinya kemungkinan besar bisa koreksi wajar dulu.
Support terdekat yang potensi disentuh setidaknya di 7275 untuk menutup gap, jika koreksi masih berlanjut, support selanjutnya bisa ke level 7075.
![]() Pergerakan IHSG |
Adapun sentimen lain yang akan mempengaruh IHSG - rupiah diantaranya sebagai berikut :
Keputusan Suku Bunga China
Bank sentral China akan mengumumkan suku bunga pinjaman pada hari ini, Senin (21/7/2025).
Seperti diketahui, tingkat suku bunga pinjaman utama (loan prime rate/LPR) satu tahun-yang menjadi acuan bagi sebagian besar pinjaman korporasi dan rumah tangga dipertahankan di level 3,0%. Sementara itu, LPR lima tahun yang menjadi patokan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) juga tidak berubah, tetap di level 3,5%.
Keputusan ini diambil setelah PBoC memangkas biaya pinjaman sebesar 10 basis poin bulan lalu untuk membantu meredam dampak ekonomi akibat tarif baru dari Amerika Serikat. Langkah ini juga diikuti oleh pemangkasan suku bunga simpanan oleh sejumlah bank milik negara.
Keputusan tersebut diambil di tengah rilis data ekonomi yang beragam, yang menunjukkan bahwa Tiongkok masih berada di jalur yang tepat untuk mencapai target pertumbuhan PDB-nya, meski menghadapi tekanan baru dari tarif AS. Penjualan ritel pada Mei 2025 tumbuh dengan laju tercepat dalam 15 bulan terakhir, sementara output industri naik dengan laju paling lambat dalam enam bulan. Sementara itu, pertumbuhan kredit baru dari perbankan lebih rendah dari yang diperkirakan.
Tarif Donald Trump
Tarif resiprokal yang dicanangkan oleh Donald Trump akan berlaku 1 Agustus 2025. Sejumlah negara sudah mencapai kesepakatan seperti Indonesia yang dikenakan tarif 19%.
Namun, banyak negara-negara lain juga yang masih terus bernegosiasi. Tidak menutup kemungkinan akan ada perkembangan dari negosiasi bilateral AS dengan negara lain terkait tarif Trump tersebut.
Investor akan mencerna dampak dari pemberlakuan tarif terhadap ekonomi AS dan dunia serta Indonesia setelah tarif 19% diberlakukan. Investor juga akan mengkalkulasi dampak jika negosiasi bilateral menemui kebuntuan.
Sehingga masih akan ketidakpastian selama negosiasi belum ketok palu dan akan berdampak kepada volatilitas pasar keuangan Indonesia baik saham maupun rupiah.
Pidato Jerome Powell
Chairman The Fed Jerome Powell akan berpidato pada Selasa 22 Juli 2025 di acara European Central Bank Forum on Central Banking 2025, Sintra, Portugal. Investor menantikan petunjuk dari Powell terkait langkah moneter yang akan dilakukan.
Seperti soal kebijakan suku bunga dalam merespon pemberlakuan tarif resiprokal yang telah ditetapkan dan akan dilakukan.
Sebagai informasi pada 30 Juli 2025 akan diadakan pertemuan FOMC dan berdasarkan perangkat Fedwatch The Fed akan mempertahankan suku bunga di 4,25%-4,5%.
The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga dua kali di sisa 2025 yakni pada pertemuan September sebesar 25 basis poin dan Desember sebesara 25 basis poin. Sehingga di akhir tahun suku bunga The Fed berada di 3,75%-4%.
Akumulasi Asing dan Rilis Laporan Keuangan Big Bank.
Emiten bank BUMN terpantau dilirik investor asing jelang rilis laporan keuangan. Broker JP Morgan (BK) menjadi yang cukup masif melakukan akumulasi berdasarkan histori transaksi.
Pertama, adalah PT Bank Mandiri (Persero) atau BMRI. Berdasarkan data Stockbit, sejak 1 Juli hingga 17 Juli 2025, broker JP Morgan dengan kode BK melakukan beli bersih Rp293,5 miliar untuk saham BMRI.
Sementara itu, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero) atau BBRI juga turut diakumulasi oleh broker JP Morgan, terutama dalam dua hari terakhir.
Dalam rentang 16-17 Juli, broker dengan kode BK tersebut terpantau melakukan beli bersih saham BBRI nyaris Rp100 miliar, tepatnya Rp98,8 miliar.
Kode broker BK tersebut juga terlihat aktif membeli saham BBNI, walaupun dengan jumlah yang tidak sebesar BMRI dan BBRI. Pembelian besar terjadi pada Kamis 17 Juli 2025 dengan nilai transaksi sebesar Rp3,6 miliar.
JP Morgan Indonesia sendiri adalah perusahaan sekuritas yang berelasi dengan JP Morgan. Dengan demikian aktivitas beli bersih dari kode JP Morgan bisa menjadi sinyal baik untuk saham tersebut, terlebih lagi jelang pengumuman laporan keuangan.
Menurut beragam sumber, BBNI akan merilis laporan keuangan semester I 2025 lebih cepat dibandingkan bank Himbara lain, yakni 25 Juli 2025. Sementara itu, BMRI dan BBRI diperkirakan akan merilis kinerja keuangannya pada 30 Juli 2025. Kemudian ada BBCA yang diperkirakan merilis kinerjanya pada 30 Juli 2025.
(tsn/tsn)
