Newsletter

Rupiah-IHSG Punya Booster Jumbo: BI Rate Turun & Trump vs Powell Damai

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
17 July 2025 06:15
Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan, Bulan Juli 2025 dengan Cakupan Triwulanan. (Youtube BI)
Foto: Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan, Bulan Juli 2025 dengan Cakupan Triwulanan. (Youtube BI)

Sentimen pasar pada perdagangan Kamis hari ini (17/7/2025) tampaknya masih akan dipengaruhi efek keputusan yang tak terduga dari penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI).

Selain itu, dari eksternal data terkait update tenaga kerja Amerika Serikat (AS), serta perkembangan detail tarif Trump setelah pengumuman diturunkan kemarin cukup penting dinantikan guna melihat sejauh mana akan mempengaruhi sektor atau industri.

Berikut rincian sentimen yang akan mempengaruhi gerak pasar keuangan hari ini berurutan dari global - nasional :

Update Pasar Tenaga Kerja AS & Harga Produsen

Hari ini AS akan mengumumkan klaim pengangguran yang berakhir apda 12 Juli 2025. Penambahan angka klaim tunjangan pengangguran untuk pekan yang berakhir 12 Juli 2025 diperkirakan akan naik jadi 235..000, lebih tinggi dari pekan sebelumnya 227.000.

Data pekan sebelumnya tersebut sudah menunjukkan klaim tunjangan klaim di AS urun sebanyak 5.000, lebih rendah dari proyeksi pasar yang memperkirakan kenaikan sebanyak 2.000 menjadi 235.000.

Posisi tersebut menandai penurunan mingguan keempat secara beruntun sekaligus menjadi angka terendah dalam tujuh pekan terakhir, memperkuat pandangan bahwa pasar tenaga kerja AS masih cukup tangguh di tengah tingginya suku bunga dan ketidakpastian ekonomi.

Namun di sisi lain, jumlah klaim lanjutan atau tunjangan pengangguran yang masih berjalan justru meningkat sebesar 10.000 menjadi 1.965.000, tertinggi sejak 2021. Kenaikan ini mempertegas kekhawatiran bahwa proses perekrutan tenaga kerja mulai melambat.

Sementara itu, klaim awal yang diajukan oleh pegawai pemerintah federal, yang belakangan menjadi sorotan seiring pemutusan hubungan kerja di Department of Government Efficiency (DOGE)m turut mencatat penurunan tipis sebanyak 15 menjadi 438 pada akhir Juni, angka terendah sejak Desember 2024.

Kondisi pasar tenaga kerja bisa dibilang masih cukup kuat, tetapi belum setangguh yang semestinya. Sejauh ini, inflasi yang rilis pada pekan ini juga semakin memanas, jika klaim pengangguran nanti malam bertambah lebih sedikit, efeknya akan memudarkan proyeksi pemangkasan suku bunga the Fed tahun ini.

Maka dari itu, selain inflasi, update soal pasar tenaga kerja menjadi satu yang penting diperhatikan untuk mencermati arah kebijakan moneter the Fed ke depan.

Sementara itu, AS mengumumkan harga produsen di Amerika Serikat tidak mengalami perubahan (0,0%) pada Juni 2025 dibandingkan Mei, setelah mengalami revisi kenaikan sebesar 0,3% di bulan sebelumnya. Angka ini lebih rendah dari perkiraan pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 0,2%.

Secara tahunan, inflasi produsen turun ke 2,3%, level terendah sejak September 2024.

Core PPI (yang tidak memasukkan harga pangan dan energi yang volatil) juga stagnan secara bulanan (0,0%), meleset dari ekspektasi pasar sebesar 0,2%.

Secara tahunan, Core PPI turun dari 3,2% di Mei menjadi 2,6% di Juni-juga lebih rendah dari perkiraan 2,7%.

Mencermati Perkembangan Tarif Trump

Pemerintah AS resmi menurunkan tarif impor bagi produk Indonesia dari 32% menjadi 19%.

Pengumuman yang disampaikan langsung oleh Donald Trump ini menjadi angin segar bagi pasar keuangan Indonesia, apalagi tarif tersebut lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Namun, di balik kabar baik tersebut, terdapat poin penting lain yang patut dicermati. Trump menyebutkan bahwa sebagai bagian dari kesepakatan terbaru, AS tidak akan membayar tarif apapun untuk barang yang diekspor ke Indonesia.

"Mereka akan membayar 19% dan kami tidak akan membayar apapun... kami akan memiliki akses penuh ke Indonesia," ujar Trump dalam pernyataan yang dikutip dari akun Instagram resmi White House, Selasa (15/7/2025).

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai kesepakatan ini sebagai peluang besar bagi Indonesia.

Menurutnya, tarif baru tersebut lebih kompetitif dibanding Malaysia (25%), Vietnam (20-40% untuk transhipment), dan Thailand (36%).

Fakhrul optimistis selisih tarif ini dapat menarik investasi baru ke Indonesia, khususnya di sektor kawasan industri (industrial estate), dengan potensi tambahan investasi mencapai US$200-300 juta dalam 1-2 tahun ke depan.

"Ini saatnya Indonesia tancap gas, waktu konsolidasi sudah hampir selesai," tegas Fakhrul.

Sebagai bagian dari perjanjian, Indonesia berkomitmen membeli 50 pesawat Boeing, serta produk pertanian dan energi asal AS.

Nilai pembelian energi mencapai US$15 miliar, sementara produk pertanian AS akan diimpor sebesar US$4,5 miliar atau sekitar Rp79,6 triliun. Jumlah ini melonjak tajam dibandingkan rata-rata impor pertanian Indonesia dari AS yang mencapai US$2,9 miliar per tahun.

Menurut data Departemen Pertanian AS (USDA), impor pertanian Indonesia dari AS sempat turun 4% pada 2024. Namun dengan kesepakatan baru, impor produk pertanian AS ke Indonesia diperkirakan akan meningkat 55%. AS saat ini merupakan pemasok pertanian terbesar keempat bagi Indonesia setelah Brasil, China, dan Australia. Komoditas utama dari AS meliputi kedelai, gandum, daging sapi, dan produk olahan makanan.

Indonesia tercatat sebagai salah satu pengimpor kedelai pangan terbesar di dunia, mencapai 2,5-2,6 juta metrik ton per tahun, dengan 90% di antaranya berasal dari AS. Permintaan kedelai tetap tinggi karena konsumsi makanan tradisional seperti tempe dan tahu.

Meski begitu, dengan populasi yang terus tumbuh dan kelas menengah yang semakin besar, Indonesia tetap menjadi pasar strategis bagi produk pertanian dan energi AS.

Fakhrul menegaskan, yang lebih penting dari sekadar angka tarif adalah pengakuan Amerika atas posisi strategis Indonesia, khususnya terkait mineral tanah jarang, tembaga, dan komoditas penting lainnya.

"Posisi kita dalam mineral ini adalah kekuatan tawar Indonesia ke depan," tutup Fakhrul.

Efek Lanjutan Suku Bunga BI Turun 25 Bps Menuju 5,25%

BI secara mengejutkan BI rate kemarin, Rabu (16/7/2025). Pemangkasan ini adalah yang pertama dalam dua bulan terakhir dan kedua spenjang 2025.

Pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang nampaknya belum terlalu direspon pasar, meskipun IHSG kemarin hijau.

Hal itu bisa dikatakan demikian karena sektor finansial masih jalan di tempat, sejumlah emiten bank besar pun geraknya masih minim. Sebut saja seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 0,69%, PT Bank Centrak Asia Tbk (BBCA) koreksi 0,29%, sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) stagnan.

Saham big caps perbankan yang menguat kemarin hanya saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 1,98% ke posisi Rp4.130 per lembar.

Sektor properti kemarin juga geraknya masih tipis, hanya naik 0,02%.

Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) sudah memangkas suku bunga kemarin untuk periode Juli 2025 sebesar 25 bps menjadi 5,25%.

Suku bunga Deposit Facility juga turun menjadi sebesar 4,5% dan suku bunga Lending Facility turun menjadi 6,0%.

Ini adalah pemangkasan suku bunga ketiga dalam tahun ini. Terakhir, BI memangkas suku bunga sebesar 25 bps pada Mei lalu.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (16/7/2025) menjelaskan, keputusan tersebut konsisten dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali pada 2,5% plus minus 1%, mempertahankan nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"BI akan menjaga inflasi dalam sasaran dan nilai tukar rupiah sesuai fundamental mencermati kondisi terkini serta mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi," kata Perry.

Pemangkasan suku bunga secara bertahap akan menguntungkan bagi sejumlah sektor Tanah Air, terutama sektor perbankan dan properti yang menggantungkan bisnisnya lebih banyak pada penyaluran kredit.

Selain itu, bagi emiten-emiten yang punya eksposur utang besar seperti di konstruksi, infrastruktur, telekomunikasi, sampai teknologi harusnya akan mendapatkan keringanan dalam membayar ongkos bunga pinjaman, membuat ruang bernapas lebih besar bagi penggunaan arus kas perusahaan.

 Trump Bantah Pecat Powell

Presiden Trump membantah bahwa dirinya berencana memecat Chairman The Fed Jerome Powell,. Pernyataan ini bertentangan dengan ucapan seorang pejabat senior Gedung Putih.

Sejumlah anggota Partai Republik di DPR mengatakan bahwa Trump membahas rencana itu pada Selasa malam. Trump kemudian mengatakan bahwa memecat Powell adalah sesuatu yang "sangat kecil kemungkinannya."

Beberapa jam setelah memberi tahu sekelompok anggota Partai Republik bahwa ia akan memecat Ketua The Fed Jerome Powell, Trump justru membantah rencana itu.
"Kami tidak berencana melakukan itu. Saya tidak mengesampingkan apa pun, tapi saya pikir ini sangat kecil kemungkinannya, kecuali dia harus mundur karena penipuan." tutur Trump dikutip dari CNBC International.

Dalam pertemuan Selasa malam di Oval Office, Trump bertanya kepada sekelompok anggota DPR dari Partai Republik apakah menurut mereka ia harus memecat Powell. Setelah menerima dukungan, Trump mengatakan ia akan melanjutkan rencana tersebut.

"Presiden bertanya kepada para legislator bagaimana pendapat mereka tentang memecat Ketua The Fed. Mereka menyatakan setuju. Presiden menunjukkan bahwa ia kemungkinan akan segera melakukannya," kata seoarang pejabat tersebut, yang meminta anonimitas untuk dapat berbicara secara terbuka.

Anggota DPR tersebut sebenarnya diundang ke Gedung Putih untuk membahas rancangan undang-undang terkait regulasi kripto yang terhambat di DPR.

Secara terpisah, The New York Times melaporkan bahwa Trump bahkan telah menyiapkan draf surat pemecatan untuk Powell, dan menunjukkan surat itu kepada para anggota parlemen dalam pertemuan soal kripto tersebut.

Seorang pejabat The Fed menolak berkomentar tentang apa yang terjadi dalam pertemuan di Oval Office.

Namun Powell telah berulang kali mengatakan bahwa pemecatannya "tidak diperbolehkan menurut hukum."

Dalam sejarah panjang AS, tidak ada presiden AS sebelumnya yang pernah mencoba memecat gubernur bank sentral, meskipun beberapa pernah mengkritik ketua The Fed sebelumnya.

Trump menunjuk Powell sebagai Ketua The Fed pada November 2018, menggantikan Janet Yellen (yang kemudian menjadi Menteri Keuangan di bawah Presiden Joe Biden). Senat mengonfirmasi penunjukannya pada Februari berikutnya. Namun Powell sering menjadi sasaran kritik Trump, baik selama masa jabatan pertamanya maupun di periode keduanya kini.

Di bawah kepemimpinan Powell, The Fed mempertahankan suku bunga tetap setelah memangkasnya pada akhir 2024. Trump menuduh Powell bermotivasi politik dan hanya memangkas suku bunga pada 2024 untuk membantu kandidat Demokrat Kamala Harris.

(tsn/tsn)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular