
Nikel RI Terus Disudutkan, Siapa Sebenarnya yang Ketakutan?

Nikel menjadi salah satu mineral yang paling dicari saat ini. Selain menopang industri stainless-steel, nikel merupakan komponen penting dalam baterai lithium-ion, dan seiring transisi ekonomi global menuju energi bersih.
Peran besar nikel inilah yang membuat pertarungan memperebutkan penguasa industri ini sengit. Indonesia dan Australia ada dalam pihak yang saling berhadapan.
Nikel Indonesia lebih murah karena biaya tenaga kerja dan energi yang lebih rendah dibandingkan Australia.
Selain tenaga kerja, jenis nikel Indonesia dan Australia juga membuat perbedaan harga.
Indonesia memiliki cadangan nikel laterit terbesar di dunia, terutama di Sulawesi dan Maluku. Sebaliknya, Australia dominan di nikel sulfida, yang lebih langka dan cenderung lebih mahal untuk ditemukan dan ditambang.
Seperti diketahui, sumber daya nikel tersebar luas di seluruh dunia, namun umumnya terbagi menjadi dua jenis utama yakni nikel sulfida dan nikel laterit (oksida).
Indonesia adalah produsen dan eksportir nikel terbesar di dunia, terutama dari jenis laterit (saprolit dan limonit), yang banyak digunakan dalam produksi stainless steel dan baterai EV.
Sekitar 60% dari sumber daya nikel yang diketahui di dunia adalah laterit, sisanya 40% merupakan cadangan sulfida.
Nikel laterit umumnya ditemukan di Filipina, Indonesia, dan Kaledonia Baru. Nikel sulfida umumnya ditemukan di daerah beriklim sedang hingga sub-Arktik, seperti Kanada dan Australia.
Produksi nikel dari bijih sulfida menawarkan waktu pemrosesan yang cepat, kandungan nikel yang tinggi dalam badan bijih, dan unggul dalam aspek ESG karena kebutuhan energi yang lebih rendah.
Nikel dari sulfida umumnya berkadar tinggi, membutuhkan belanja modal (capex) yang lebih rendah untuk memulai produksi, tapi juga sangat sulit ditemukan.
Sementara itu, nikel laterit memang besar dan tahan lama membutuhkan modal awal yang sangat besar di awal.
Keunggulan utama dari bijih sulfida adalah dapat dikonsentrasikan dengan teknik flotasi yang cukup sederhana.
Tidak ada teknik serupa untuk laterit. Batuannya harus dilelehkan atau dilarutkan sepenuhnya untuk mengekstraksi nikel.
Karena itu, proyek laterit memerlukan skala ekonomi besar dan investasi modal tinggi agar layak secara komersial. Biaya operasionalnya pun umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan operasi sulfida.
Dalam pengolahan laterit, digunakan metode counter-current decantation untuk memisahkan padatan dan cairan. Proses pemurnian larutan nikel/kobalt dilakukan melalui solvent extraction dan electrowinning.
Pabrik High-Pressure Acid Leaching (HPAL) yang mengolah bijih laterit membutuhkan investasi jauh lebih besar dibandingkan proyek sulfida seringkali menghadapi tantangan biaya dan teknis yang signifikan.
Deposit laterit mendominasi lanskap nikel Indonesia. Namun, laterit sangat sulit untuk dimodelkan dan ditambang. Biasanya ditemukan di lingkungan tropis seperti Sulawesi, Halmahera, dan Papua Nugini, laterit terbentuk melalui pelapukan kimiawi batuan ultrabasa dalam waktu yang sangat lama.
Ekstraksinya pun tak kalah rumit dari eksplorasinya. Banyak wilayah kaya nikel berada di daerah terpencil atau belum berkembang, sehingga memerlukan investasi besar dalam infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan fasilitas pengolahan.
![]() Peta persebaran laterit dan sulfida |
Sejumlah perusahaan Indonesia kemudian memilih untuk mengintegrasikan lokasi tambang dengan smelter hingga pengolahan pasca tambang dalam satu tempat yang terintegrasi. Langkah ini akan membuat produksi lebih efisien. Contohnya adalah PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau dikenal sebagai Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Bila HPAL banyak digunakan untuk baterai EV, pengembangan hilirisasi nikel untuk stainless steel banyak memakai teknologi Teknologi RKEF (Rotary Kiln-Electric Furnace).
RKEF adalah salah satu metode paling umum yang digunakan untuk mengolah bijih nikel laterit menjadi feronikel (FeNi). Teknologi ini banyak digunakan dalam proyek-proyek smelter nikel Indonesia.
Dalam proses RKEF, bijih nikel laterit yang telah dihancurkan dikeringkan dan dipanaskan di dalam tanur putar (rotary kiln). Proses ini menghilangkan kelembaban dan memulai reduksi sebagian oksida logam.
Material panas dari rotary kiln kemudian dimasukkan ke tungku listrik (electric furnace). Bijih dilebur kemudian pada suhu sangat tinggi (sekitar 1.600°C), menggunakan energi listrik.
Unsur nikel dan besi menyatu membentuk feronikel cair, sedangkan sisanya menjadi slag (terak).
Teknologi RKEF memiliki keunggulan berupa biaya operasional relatif stabil, terutama jika listrik murah tersedia. Kapasitasnya besar dan cocok untuk proyek skala besar.
Banyak smelter di kawasan Sulawesi, Halmahera, dan Maluku Utara memakai teknologi RKEF. Perusahaan besar seperti Tsingshan, Virtue Dragon, dan Harita Nickel (untuk proyek feronikel, bukan HPAL-nya) memakai atau pernah memakai teknologi ini.
Produksi nikel primer dibagi menjadi dua kelas yakni kelas rendah atau Class II digunakan untuk baja tahan karat dan banyak ditemukan di Indonesia.
Kelas lainnya adalah kelas tinggi atau Class I digunakan dalam baterai dan terdapat di Kanada serta Australia.
Meski Indonesia memiliki cadangan nikel kelas rendah yang melimpah, investasi memungkinkan produsen menerapkan teknologi canggih untuk meningkatkan kualitas nikel agar cocok untuk baterai, misalnya melalui metode high-pressure acid leaching (HPAL). Ini membuat nikel Indonesia dapat bersaing secara langsung dengan negara lain.
Investasi memungkinkan penggunaan teknologi HPAL untuk menaikkan kualitas hingga bisa digunakan untuk baterai EV (Class I).
Perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan teknologi HPAL di antaranya adalah Harita Nickel, PT Huayue Nickel Cobalt, PT Youshan Nickel Indonesia, dan PT QMB New Energy Materials.
Fasilitas HPAL memungkinkan limonit atau laterit nikel dengan kadar nikel rendah dulunya tidak terpakai kini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan material utama bagi baterai berbasis nikel untuk kendaraan listrik.
Teknologi HPAL digunakan untuk mengolah bijih nikel laterit kadar rendah (limonit) menjadi produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP). MHP merupakan bahan antara (intermediate product) yang mengandung nikel dan kobalt, dan dapat digunakan lebih lanjut untuk produksi baterai kendaraan listrik (EV battery).
![]() Proses RKEF dan HPAL nikel |
Inovasi teknologi perusahaan Tanah Air menjadikan nikel Indonesia semakin dicari dalam pasar baterai EV yang berkembang pesat dan saingan langsung bagi nikel Australia dan Kanada.
Indonesia kini tidak hanya mengekspor feronikel ke China, tetapi juga telah meningkatkan produksi nikel matte, yaitu nikel berkualitas tinggi yang digunakan untuk baterai.
Kemitraan strategis dengan pemain global seperti LG Energy dan produsen baterai China CATL memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok baterai dunia.
Kolaborasi ini tidak hanya mendorong investasi di sektor pengolahan nikel, tetapi juga menempatkan Indonesia sebagai kontributor penting dalam transisi energi hijau global.
(mae/mae)