Di sepanjang pekan ini, pergerakan IHSG maupun rupiah diperkirakan akan sangat volatile. Lantaran Iran menolak perundingan gencatan sengaja dengan Israel, utang luar negeri Indonesia yang naik, hingga penantian para investor dari kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) hingga Bank Indonesia (BI).
Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.
Pada perdagangan Senin (16/6/2026), IHSG ditutup turun 48,47 poin atau melemah 0,68% ke level 7.117,59. Pelemahan ini menjadi kejatuhan IHSG selama empat hari beruntun.
Sebanyak 232 saham naik, 388 turun, dan 186 tidak bergerak. Nilai transaksi perdagangan mencapai Rp 14,98 triliun yang melibatkan 24,63 miliar saham dalam 1,49 juta kali transaksi.
Mayoritas sektor perdagangan tercatat mengalami pelemahan, dengan hanya sektor properti, industri dan kesehatan mengalami penguatan. Adapun sektor barang baku dan konsumen non primer, mengalami pelemahan terbesar.
Namun, tiga saham emiten konglomerat tercatat masih mencatatkan kenaikan.
Emiten properti milik Aguan, Pantai Indah kapuk Dua (PANI), tercatat menjadi penggerak utama IHSG dengan sumbangsih 2,29 indeks poin. Lalu diikuti oleh emiten milik taipan Prajogo Pangestu Barito Pacific (BRPT) dan saham data center milik Toto Sugiri dan Salim DCI Indonesia (DCII) dengan kontribusi 2,18 indeks poin.
Adapun saham Amman Mineral Internasional (AMMN) tercatat menjadi beban terbesar IHSG dengan koreksi 19,74 indeks poin. Kemudian diikuti oleh saham Bank Central Asia (BBCA) yang berkontribusi atas pelemahan 6,82 indeks poin.
Adapun volatilitas pasar keuangan Tanah Air diperkirakan tinggi dalam sepekan ini akan kembali. Memanasnya hubungan Iran dan Israel dikhawatirkan akan memicu dana asing keluar sehingga IHSG dan rupiah melemah.
Di tengah perang yang berkecamuk, delapan bank sentral di delapan negara juga akan menggelar rapat untuk mengambil kebijakan penting. Di antaranya adalah bank sentral China, Jepang, Indonesia, AS, Inggris, Turki, Brasil, dan Swiss.
Keputusan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) dan Bank Indonesia (BI) bisa menjadi penangkal kabar buruk sentimen negatif dari perang Israel dengan Iran. Perang yang makin memanas mendorong investor mengalihkan dananya dari aset beresiko seperti saham ke safe haven seperti emas. Hal ini yang dapat memicu melemahnya pasar saham dalam sepekan ini jika perang terus berlanjut.
Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin (16/6/2025) ditutup pada posisi Rp 16.260/US$ atau menguat 0,18%.
Penguatan rupiah disebabkan oleh melemahnya indeks dolar AS. Nilai tukar dolar AS kembali jatuh setelah Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap fasilitas nuklir Iran. Selain itu, ancaman tarif perang dagang ikut membayangi pelemahan dolar AS.
Reaksi pasar sejauh ini menunjukkan mata uang AS mulai dijauhi oleh investor terbukti dari nilai tukarnya yang telah jatuh karena meningkatnya kekhawatiran tentang kebijakan tarif Presiden Trump.
Sebagai informasi, Israel telah mulai melancarkan serangan terhadap Iran, kata dua pejabat AS seraya menambahkan bahwa tidak ada bantuan atau keterlibatan AS dalam operasi tersebut. Laporan lain menyebutkan bahwa ledakan terdengar di timur laut ibu kota Iran, Teheran.
Presiden AS Donald Trump mengatakan konflik dapat dengan mudah diakhiri sambil memperingatkan Teheran agar tidak menyerang target AS mana pun.
"Jika kita diserang dengan cara apa pun, bentuk atau wujud apa pun oleh Iran, kekuatan penuh dan kekuatan Angkatan Bersenjata AS akan menyerang Anda pada tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya," ujar Trump dalam sebuah pesan di Truth Social.
Trump juga mengatakan bahwa Iran dan Israel dapat dengan mudah mencapai kesepakatan dengan Israel dan mengakhiri konflik.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Senin (16/6/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau melemah 0,60% di level 6,676%.
Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).
Dari pasar saham AS, bursa Wall Street akhirnya rebound pada perdagangan Senin (16/6/2025) setelah sempat hancur pada akhir pekan lalu.
Saham-saham menguat kembali karena investor optimistis bahwa konflik antara Israel dan Iran mungkin akan tetap terkendali. Lonjakan harga minyak akibat eskalasi konflik tersebut juga mulai mereda.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 317,30 poin atau 0,75% dan ditutup di 42.515,09. S&P 500 menguat 0,94% menjadi 6.033,11, sementara Nasdaq Composite melonjak 1,52% dan berakhir di 19.701,21.
Futures minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dari 1% menjadi US$71,77 per barel setelah sebelumnya sempat diperdagangkan di atas US$77 pada sesi malam.
Para pelaku pasar terus memantau situasi di Timur Tengah setelah serangan Israel terhadap Iran pada Jumat lalu. Iran membalas dengan meluncurkan rudal, yang meningkatkan eskalasi konflik di kawasan tersebut.
Namun, pada Senin muncul sedikit optimisme bahwa situasi tidak akan semakin memburuk setelah Iran dilaporkan meminta beberapa negara, termasuk Arab Saudi, untuk mendesak Presiden AS Donald Trump agar menekan Israel untuk segera melakukan gencatan senjata,
Gencatan senjata tersebut akan ditukar dengan kelonggaran sikap Iran dalam pembicaraan nuklir, kata diplomat itu.
"Pasar mendapat ketenangan dari prospek bahwa konflik ini mungkin tetap berada dalam mode perang terbatas," kata Krishna Guha, wakil ketua Evercore ISI, kepada CNBC International.
Teheran telah meminta Qatar, Arab Saudi, dan Oman untuk menekan Trump agar menggunakan pengaruhnya dengan Israel untuk menyetujui gencatan senjata segera, sebagai imbalan atas fleksibilitas Iran dalam negosiasi nuklir, sumber mengatakan kepada Reuters.
"Kartu liarnya adalah apa yang akan terjadi pada harga minyak, setiap gerakan geopolitik kecil dapat memiliki dampak yang cukup besar pada sektor itu dan juga pada ekonomi ini," ujar George Young, manajer portofolio di Villere & Co di New Orleans.
"Kasus-kasus di mana konsumen menahan diri dan tidak mau berbelanja, yah, itu akan berdampak langsung pada pendapatan, tidak peduli sektor ekonomi mana yang Anda investasikan," tambah Young.
Di sisi lain, investor juga menunggu keputusan kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed) AS pada hari Rabu, ketika para pembuat kebijakan secara luas diharapkan untuk mempertahankan suku bunga tidak berubah.
Pasar uang sebagian besar tidak memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga hingga September, memperkirakan peluang 61,1% untuk pemangkasan setidaknya 25 basis poin.
"Suku bunga masih lebih tinggi sehingga agak sulit untuk dipahami karena mungkin pasar masih mengantisipasi inflasi," ujar Jack Ablin, kepala investasi Cresset Capital di Chicago.
"Jika tidak ada yang lain, hanya ketidakpastian yang meningkat, dikombinasikan dengan tarif mungkin membuat The Fed tidak aktif," tambah Ablin.
Data ekonomi yang diharapkan minggu ini mencakup penjualan ritel bulanan, harga impor, dan klaim pengangguran mingguan.
Terpantau, S&P 500 mencatat 16 titik tertinggi baru dalam 52 minggu dan lima titik terendah baru, sementara Nasdaq Composite mencatat 74 titik tertinggi baru dan 96 titik terendah baru.
Volume di bursa saham AS adalah 17,86 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 18,14 miliar untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.
Usai kejatuhan IHSG pada perdagangan kemarin, diperkirakan hari ini IHSG akan berada di zona penguatan. Terlebih, bursa Asia, AS hingga Eropa juga sudah rebound.
Harapan gencatan senjata antara Israel dengan Iran dapat menguntungkan pasar ekuitas. Namun dari sisi lain, investor juga cenderung masih wait and see dalam penantian kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan The Federal Reserve (The Fed).
Utang Luar Negeri RI Naik
Utang Luar Negeri Indonesia per April 2025 mencapai US$ 431,5 miliar atau tumbuh 8,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 6,4% (yoy).
"Kenaikan posisi ULN juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global," tulis Bank Indonesia dalam siaran pers, Senin (16/6/2025).
Posisi ULN pemerintah pada April 2025 sebesar 208,8 miliar dolar AS, atau tumbuh sebesar 10,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan 7,6% (yoy) pada Maret 2025.
Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik, seiring dengan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.
Sementara itu, posisi ULN swasta tercatat sebesar 194,8 miliar dolar AS, atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan kontraksi bulan sebelumnya sebesar 1,0% (yoy). Perkembangan tersebut terutama didorong oleh ULN lembaga keuangan (financial corporation) yang tumbuh sebesar 2,9% (yoy), setelah pada Maret 2025 terkontraksi 2,2% (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 80,0% dari total ULN swasta. ULN swasta tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,9% terhadap total ULN swasta.
Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 30,3% pada April 2025, dari 30,6% pada Maret 2025, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 85,1% dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.
Konflik Israel vs Iran Masih Membara, Ada Pelung Genjatan Senjata
Serangan Israel menghantam lembaga penyiaran negara Iran pada hari Senin (16/6/2025), kepala pengawas nuklir PBB mengindikasikan kerusakan parah pada pabrik pengayaan uranium terbesar Iran dan Iran meminta AS untuk memaksakan gencatan senjata dalam perang udara yang telah berlangsung selama empat hari.
Pada Senin malam, Israel mengatakan bahwa serangan itu mengenai otoritas penyiaran Iran, dan rekaman menunjukkan seorang pembaca berita bergegas dari tempat duduknya saat ledakan terjadi. Kantor berita negara Iran juga melaporkan serangan itu. Militer Israel mengatakan gedung itu juga berfungsi sebagai pusat komunikasi yang digunakan oleh angkatan bersenjata Iran.
Bahkan ketika Iran meminta AS untuk memaksakan gencatan senjata, Iran menembus pertahanan udara Israel dengan serangkaian serangan rudal yang merusak dan Israel terus melakukan kampanye pembomannya.
Sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Teheran telah meminta Oman, Qatar dan Arab Saudi untuk menekan Presiden AS Donald Trump agar menggunakan pengaruhnya terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mendorong gencatan senjata segera.
Sebagai balasannya, Iran akan menunjukkan fleksibilitas dalam negosiasi nuklir, menurut dua sumber Iran dan tiga sumber regional.
"Jika Presiden Trump sungguh-sungguh dalam diplomasi dan tertarik untuk menghentikan perang ini, langkah selanjutnya akan sangat penting," ujar Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi di X.
"Israel harus menghentikan agresinya, dan jika agresi militer terhadap kami tidak dihentikan sepenuhnya, tanggapan kami akan terus berlanjut. Hanya perlu satu panggilan telepon dari Washington untuk membungkam seseorang seperti Netanyahu."
Ketika ditanya apakah ia akan setuju untuk berunding jika Trump menginginkannya, Netanyahu mengatakan kepada wartawan bahwa Israel berkomitmen untuk menghilangkan ancaman senjata nuklir dan rudal balistik.
Bursa Berencana Menambah Waktu Perdagangan Saham
Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka opsi menambah jam perdagangan saham di pasar modal. Perdagangan saham saat ini dimulai pukul 09.00 hingga 16.00 WIB yang terbagi dalam dua sesi.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, pihaknya saat ini tengah mengkaji opsi tersebut untuk meningkatkan likuiditas pasar modal. Namun, ia tak menyebut penambahan waktu akan dilakukan di awal atau akhir perdagangan.
"Bursa selalu melakukan kajian-kajian. Tujuannya untuk meningkatkan kedalaman pasar, meningkatkan likuiditas di pasar," kata Jeffrey kepada detikcom saat ditemui di Kantor BEI, Jakarta, Senin (16/6/2025).
Jeffrey menjelaskan, pertambahan waktu perdagangan ini juga dilakukan untuk mengoptimalkan layanan bagi investor. Adapun investor yang tercatat di BEI saat ini berasal dari institusi domestik, asing, hingga ritel di seluruh Indonesia dengan jam yang berbeda-beda.
Jeffrey juga menambahkan, kajian ini dilakukan bersama stakeholder pasar modal lainnya, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun begitu, ia tak menjawab pasti kapan penambahan waktu perdagangan ini terapkan.
Suku Bunga BI
Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) mulai hari ini, Selasa (17/6/2025) danw mengumumkan kebijakan suku bunganya pada pekan ini tepatnya pada Rabu (18/6/2025). Banyak investor memperkirakan BI akan menahan suku bunganya usai menurunkan BI-Rate pada Mei 2025.
Sebelumnya, Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) akhirnya memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI Rate ke level 5,50% pada Mei 2025, setelah sebelumnya selama empat bulan berturut-turut sejak 15 Januari 2025 mempertahankan BI Rate di level 5,75%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) ini mempertimbangkan tekanan inflasi pada 2025 dan 2026 yang akan rendah dan terkendali di kisaran 2,5% plus minus 1%, serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Perry saat itu juga menegaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus diperkuat sehingga dapat memitigasi dampak ketidakpastian global akibat kebijakan tarif resiprokal AS. Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 tercatat hanya mampu mencapai 4,87% (yoy), lebih rendah dari kuartal IV-2024 sebesar 5,02% (yoy).
Dengan realisasi PDB triwulan I 2025 dan mencermati dinamika perekonomian global, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 berada dalam kisaran 4,6-5,4%, sedikit lebih rendah dari kisaran prakiraan sebelumnya 4,7-5,5%.
Suku Bunga The Fed
Pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) The Federal Reserve (The Fed) akan digelar pada Selasa dan Rabu waktu AS (17-18 Juni 2025).
Pada pertemuan ini, FOMC diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%-4,50%, sesuai dengan keputusan sebelumnya pada 18 Desember 2024.
Meskipun ada tekanan dari Presiden Donald Trump untuk melakukan pemangkasan suku bunga sebesar satu poin persentase, banyak analis memperkirakan bahwa The Fed akan tetap berhati-hati mengingat kondisi ekonomi yang tidak menentu dan potensi risiko inflasi akibat ketegangan geopolitik serta kebijakan tarif yang sedang berlangsung.
Selain itu, FOMC juga akan merilis Summary of Economic Projections (SEP), yang memberikan gambaran tentang proyeksi ekonomi dan kebijakan moneter ke depan. Beberapa analis memperkirakan bahwa The Fed mungkin mulai mempertimbangkan pemangkasan suku bunga pada pertemuan berikutnya, yang dijadwalkan pada 29-30 Juli 2025, tergantung pada perkembangan data ekonomi.
Suku Bunga Jepang
Bank Sentral Jepang (BOJ) akan mengumumkan kebijakan suku bunga periode Juni pada hari ini Selasa (17/6/2025). BOJ Jepang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga jangka pendek pada 0,5%, sesuai dengan ekspektasi pasar.
Namun, pasar menunggu kebijakan tapering pembelian obligasi (JGB) dan mempertimbangkan untuk memperlambat laju pengurangannya mulai tahun fiskal 2026.
Realisasi APBN per Mei 2025
Menteri Keuangan Sri Mulyani akan menggelar konferensi Pers APBN KiTa untuk merilis data realisasi penerimaan hingga Mei 2025.
Menarik disimak sejauh mana kinerja penerimaan negara hingga Mei serta besaran belanja pemerintah. Menarik disimak juga sejauh mana pemerintah sudah merealisasikan penarikan utang untuk membantu mengurangi defisit.
Berikut sejumlah agenda ekonomi dalam dan luar negeri pada hari ini:
- Bank Indonesia akan menggelar rapat dewan Gubernur
- Suku Bunga Bank Sentral Jepang Juni 2025
- The Fed akan menggelar FOMC Meeting
Realisasi APBN per Mei 2025
U.S. Business for Indonesia: Creative Economy Forum
Kinerja Amar Bank hingga Q1 2025 dan Strategi Bisnis dalam Paparan Publik
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]