Newsletter

Fed Tahan Suku Bunga-AI China Bikin Kacau, Pasar RI Akan Terguncang?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
30 January 2025 06:00
Gubernur Federal Reserve Jerome Powell
Foto: Reuters

Pada saat libur panjang, para pelaku pasar tidak bisa melakukan perdagangan walaupun ada beragam sentimen dari luar negeri. Sehingga biasanya pada saat pembukaan perdagangan pasar akan mengalami volatilitas yang tinggi, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah.

Untuk IHSG sendiri, diprediksi pergerakannya akan cenderung volatil pada perdagangan Kamis dan Jumat pekan ini. Hal ini kemungkinan terjadi karena sentimen pasar yang akan diserap oleh pelaku pasar di dalam negeri cenderung jet lag setelah libur panjang, sehingga pasar baru akan meresponsnya pada Kamis dan Jumat mendatang.

IHSG berpotensi masih bergerak di rentang level psikologis 7.100 - 7.200 di sisa pekan ini.

Sedangkan untuk rupiah sendiri juga diprediksi cenderung volatil, meski dolar Amerika Serikat (AS) cenderung stabil di pekan ini.

Rupiah berpotensi masih berada di level psikologis Rp 16.120 - Rp 16.200 per dolar AS di sisa perdagangan pekan ini.

Adapun sentimen penggerak pasar keuangan hari ini adalah:

The Fed Tahan Suku Bunga

The Fed mempertahankan suku bunga dan tidak memberikan banyak petunjuk tentang kapan pemotongan bunga selanjutnya di tengah kondisi inflasi tetap di atas target, pertumbuhan berlanjut, dan tingkat pengangguran tetap rendah.

Keputusan bulat untuk mempertahankan suku bunga acuan dalam kisaran 4,25%-4,50% saat ini, ditambah dengan pernyataan baru Jerome Powell, membuat The Fed berhati-hati menantikan data inflasi dan ketenagakerjaan lebih lanjut serta kejelasan tentang dampak kebijakan Trump.

Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bahwa pejabat bank sentral AS "menunggu untuk melihat kebijakan apa yang diterapkan" sebelum menilai dampaknya terhadap inflasi, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi secara keseluruhan, serta tidak terburu-buru untuk menyesuaikan suku bunga lebih lanjut.

Trump kembali menjabat sebagai presiden AS dengan janji tarif impor lebih tinggi, pengetatan kebijakan imigrasi, pemotongan pajak, dan pelonggaran regulasi. Ia juga mengatakan akan menuntut suku bunga yang lebih rendah dan mengharapkan The Fed untuk menuruti keinginannya. 

Setelah The Fed memangkas suku bunga tiga kali pada akhir tahun lalu, inflasi sebagian besar bergerak mendatar dalam beberapa bulan terakhir.

Menariknya, dalam pernyataan kebijakan terbarunya, bank sentral menghapus bahasa yang menyatakan bahwa inflasi "telah menunjukkan kemajuan" menuju target inflasi 2%, dan hanya mencatat bahwa laju kenaikan harga "tetap tinggi."

Pejabat The Fed mengatakan mereka percaya bahwa kemajuan dalam menurunkan inflasi akan berlanjut tahun ini, tetapi untuk saat ini mereka menahan suku bunga sambil menunggu data yang dapat mengonfirmasinya.

"Aktivitas ekonomi terus berkembang dengan laju yang solid. Tingkat pengangguran telah stabil pada level rendah dalam beberapa bulan terakhir, dan kondisi pasar tenaga kerja tetap kuat," kata Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), yang menetapkan kebijakan The Fed, dalam pernyataan kebijakan terbarunya.

"Dalam mempertimbangkan sejauh mana dan waktu penyesuaian tambahan terhadap kisaran target suku bunga dana federal, Komite akan menilai dengan cermat data yang masuk, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko," tambahnya.

Powell mengatakan dalam konferensi pers bahwa "kami tidak perlu terburu-buru menyesuaikan kebijakan kami" dan kebijakan moneter saat ini "dalam posisi yang baik" untuk menghadapi tantangan yang ada. Ia mencatat bahwa ada risiko jika memangkas suku bunga terlalu agresif, dengan mengatakan, "kami tahu bahwa mengurangi pembatasan kebijakan terlalu cepat atau terlalu banyak dapat menghambat kemajuan dalam inflasi."

Ramalan Ekonomi Dunia dan Indonesia oleh Bank Dunia

Bank Dunia dalam laporan "Global Economic Prospects" Januari 2025 memproyeksi bahwa ekonomi dunia akan stagnan di 2,7% per tahun selama periode 2025 dan 2026.

Bank Dunia mengungkapkan ekonomi dunia tampaknya bergerak menuju tingkat pertumbuhan rendah yang tidak cukup untuk mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Hal ini diperburuk oleh sejumlah tantangan, seperti meningkatnya ketidakpastian kebijakan, perubahan negatif dalam kebijakan perdagangan, ketegangan geopolitik, inflasi yang terus-menerus, dan bencana alam terkait perubahan iklim.

Menurut Bank Dunia, negara-negara berkembang dan ekonomi pasar baru (EMDEs)-yang menyumbang 60% dari pertumbuhan global, diproyeksikan memasuki 2025 dengan pendapatan per kapita yang tumbuh jauh lebih lambat dibandingkan sebelumnya dalam mendekati standar hidup negara maju.

Tanpa perubahan signifikan dalam kebijakan, sebagian besar negara berpenghasilan rendah diperkirakan tidak akan mencapai status berpenghasilan menengah pada pertengahan abad ini.

Kondisi tersebut membuat Bank Dunia memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di 5,1% pada 2025 dan 2026. Pertumbuhan tersebut sedikit lebih cepat dari perkiraan 2024 yakni 5,0%.

Kejatuhan Saham-Saham Teknologi di AS Akibat DeepSeek

Pada Senin lalu, pasar dihebohkan oleh jatuhnya beberapa saham teknologi di AS. Penyebabnya adalah platform chatbot asal China yakni DeepSeek yang secara mengejutkan membuat warga di AS memberikan review terbaiknya di Apps Store Apple.

DeepSeek berhasil menyalip saingannya yakni ChatGPT, sebagai aplikasi gratis berperingkat teratas yang tersedia di App Store Apple di AS.

Mengutip Reuters, DeepSeek didukung oleh model DeepSeek-V3, yang menurut para kreatornya "memimpin papan peringkat di antara model open source dan menyaingi model sumber tertutup tercanggih secara global."

Hal ini menjadi bukti bahwa DeepSeek telah mendobrak kesan di Silicon Valley, mematahkan pandangan umum tentang keunggulan AS dalam AI dan efektivitas kontrol ekspor Washington yang menargetkan chip canggih dan kemampuan AI China.

Bursa saham AS, Wall Street sempat ditutup ambruk pada perdagangan Senin lalu atau pasca viralnya DeepSeek yang berhasil mengalahkan ChatGPT dalam review aplikasi gratis terbaik di App Store Apple AS.

Indeks Nasdaq Composite, yang sarat akan teknologi dan indeks di mana tempat bernaungnya saham-saham teknologi AS, ditutup

Namun di perdagangan Selasa kemarin, Wall Street berhasil rebound setelah sempat merana. Nasdaq pun ditutup melonjak 2,03% ke 19.733,59.

(ras/ras)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular