NEWSLETTER

Inflasi Rendah Masih Membayangi, Pasar RI Rawan Terguncang?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
03 January 2025 06:00
Pedagang Jonathan Mueller bekerja di lantai Bursa Efek New York, Jumat, 2 Agustus 2024. (AP/Richard Drew)
Foto: Pedagang Jonathan Mueller bekerja di lantai Bursa Efek New York, Jumat, 2 Agustus 2024. (AP/Richard Drew)

Pasar saham mengalami penurunan pada Kamis dalam sesi perdagangan pertama tahun baru yang penuh gejolak, melanjutkan tren negatif dari akhir 2024 ke Januari.

Dow Jones Industrial Average turun 151,95 poin (0,36%) menjadi 42.392,27. S&P 500 melemah 0,22% menjadi 5.868,55. Nasdaq Composite turun 0,16% ke posisi 19.280,79.

S&P 500 dan Nasdaq kini mencatat penurunan lima sesi berturut-turut, tren terburuk sejak April.

Pasar sebenarnya sempat menguat pada awal sesi Kamis, dengan Dow naik lebih dari 300 poin di puncaknya. Namun, penguatan ini berbalik arah pada pertengahan pagi, menyebabkan ayunan intraday Dow lebih dari 700 poin dari tertinggi ke terendah.

Saham Apple turun 2,6%, membebani pasar. Tesla anjlok 6% setelah melaporkan penurunan pengiriman tahunan di 2024. Di sisi lain, Nvidia naik 3%, sedikit menahan dampak penurunan saham teknologi besar lainnya.

Meskipun pasar mencatat kenaikan kuat sepanjang 2024 dengan S&P 500 melonjak 23%, tahun ini diakhiri dengan penurunan selama empat hari berturut-turut, pertama kali terjadi sejak 1966.

"Jika melihat pasar bergerak dua langkah maju, satu langkah mundur, kita sedang berada di fase langkah mundur itu setelah tahun 2024 yang luar biasa. Valuasi dan sentimen cenderung terlalu optimis, jadi pasar sedang mencoba menyesuaikan kondisi ini dalam jangka pendek," ujar Angelo Kourkafas, ahli strategi investasi senior dari Edward Jones, kepada CNBC Internasional.

Penurunan ini juga mengancam potensi "Santa Claus rally", indikator pasar terkenal yang biasanya ditandai dengan kenaikan saham selama lima hari terakhir tahun kalender dan dua hari perdagangan pertama Januari. Secara historis, indeks ini naik rata-rata 1,3% dalam periode tersebut, dengan hasil positif hampir 80% sejak 1950 menurut data Dow Jones.

Imbal hasil obligasi 10-tahun sempat mencapai hampir 4,6% sebelum turun kembali, menambah volatilitas pasar. Suku bunga yang lebih tinggi bisa membuat obligasi menjadi alternatif menarik bagi investor yang khawatir dengan valuasi pasar saham.

"Kalau kita tidak ingin membeli di harga tertinggi sepanjang masa, sekarang kita bisa tetap menghasilkan uang yang baik di instrumen kas. Biarkan di sana, tunggu titik masuk yang lebih baik, dan alokasikan ke saham tertentu," kata Liz Young Thomas, kepala strategi investasi di SoFi, pada program "Halftime Report."

(ras/ras)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular