
Investor Siap-Siap! 2 Data Genting RI Bakal Guncang Pasar

Fokus investor akan langsung tertuju ke dua data pening dari dalam negeri yakni inflasi dan aktivitas manufaktur yang akan diumumkan hari ini, Senin (2/12/2024).
Inflasi Akan Semakin Ganas
Inflasi Indonesia diperkirakan merangkak pada November 2024 seiring naiknya sejumlah bahan pokok dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) secara bulanan (month to month/mtm) diproyeksi akan naik atau mengalami inflasi sebesar 0,25%. Sementara secara tahunan (year on year/yoy), inflasi diproyeksi akan berada di level 1,49%.
Sebagai catatan, inflasi Oktober 2024 tercatat 0,08% (mtm) dan secara tahunan mencapai 1,71%.
Jika pada November 2024 terjadi inflasi (mtm) maka ini akan menjadi inflasi beruntun dalam dua bulan setelah lima bulan sebelumnya (Mei-September 2024) mencatat deflasi.
Konsensus CNBC Indonesia juga memperkirakan inflasi inti pada November 2024 akan berada di 2,2% (yoy), nyaris stagnan dibandingkan Oktober (2,21%).
Kepala ekonom Bank Maybank Indonesia Juniman menjelaskan inflasi November akan dipicu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi, tarif angkutan udara, minyak goreng, dan cabai merah.
"Kenaikan inflasi November 2024 dipicu oleh naiknya harga BBM non subsidi, minyak goreng, bawang, sayur-mayur, dan emas," tutur Juniman kepada CNBC Indonesia.
Seperti diketahui, seluruh badan usaha penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM) kompak menaikkan harga BBM non subsidi per 1 November 2024, mulai dari PT Pertamina (Persero), Shell Indonesia, hingga SPBU BP-AKR.
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan inflasi November 2024 disebabkan oleh kenaikan sejumlah bahan pokok seperti bawang.
PMI Manufaktur Indonesia Jadi Sorotan
Kinerja manufaktur Indonesia telah berada di zona kontraksi sejak Juli 2024 atau sudah empat bulan beruntun. Besok pagi akan ada rilis data PMI Manufaktur Indonesia oleh S&P Global.
PMI manufaktur Indonesia terkontraksi ke 49,2 pada Oktober 2024. Angka ini tidak berubah dibandingkan September.
Kontraksi empat bulan beruntun ini mempertegas fakta jika kondisi manufaktur RI kini sangat buruk.
Terakhir kali Indonesia mencatat kontraksi manufaktur selama empat bulan beruntun adalah pada awal pandemi Covid-19 2020 di mana aktivitas ekonomi memang dipaksa berhenti untuk mengurangi penyebaran virus.
Aktivitas manufaktur yang terkontraksi secara terus menerus akan menjadi sinyal bahaya terutama bagi serapan tenaga kerja yang bisa berakibat lonjakan angka pengangguran.
Saat pengangguran meningkat, daya beli masyarakat Indonesia akan semakin menurun. Tentunya hal ini tidak baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang notabene berpangku pada belanja rumah tangga yang berkontribusi lebih dari 50% terhadap produk domestik bruto Indonesia.
PMI Manufaktur China
Pada hari yang sama, China akan merilis data aktivitas manufaktur untuk periode November yang dihimpun oleh Caixin.
Berdasarkan konsensus Trading Economics, PMI manufaktur China akan mengalami peningkatan ke 50,5 dari bulan sebelumnya 50,3.
Indeks Caixin China General Manufacturing PMI naik menjadi 50,3 pada Oktober 2024, dari 49,3 di bulan sebelumnya. Angka ini melampaui perkiraan pasar sebesar 49,7, sekaligus menandakan ekspansi aktivitas manufaktur setelah serangkaian langkah stimulus dari Beijing pada akhir September.
(ras/ras)