
Kabar Baik dari BI & AS, Sanggup Terbangkan IHSG-Rupiah?

Jelang akhir pekan, pergerakan IHSG maupun rupiah diprediksi bergerak lebih volatile. Lantaran masih terdapat data ekonomi Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang akan rilis sebelum libur akhir pekan hingga efek hasil dari Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatatkan surplus usai defisit pada periode sebelumnya.
NPI RI Surplus Usai Defisit
Bank Indonesia (BI) mengumumkan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III 2024 yang membaik sehingga mampu mendukung ketahanan eksternal. NPI pada kuartal III 2024 mencatat surplus sebesar US$5,9 miliar, dari sebelumnya defisit sebesar US$0,6 miliar pada triwulan II 2024.
Surplus NPI ditopang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat serta defisit neraca transaksi berjalan yang lebih rendah. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa meningkat dari sebesar US$140,2 miliar pada akhir Juni 2024 menjadi sebesar US$149,9 miliar pada akhir September 2024, atau setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Neraca Transaksi Berjalan Defisit
BI juga melaporkan penurunan defisit neraca transaksi berjalan. Pada kuartal III 2024, neraca transaksi berjalan mencatat defisit sebesar US$2,2 miliar (0,6% dari PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit sebesar US$3,2 miliar (0,9% dari PDB) pada kuartal II 2024.
Kinerja neraca transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang nonmigas yang berlanjut, didukung oleh pertumbuhan ekspor nonmigas seiring dengan kenaikan harga komoditas, di tengah impor yang tumbuh lebih tinggi sejalan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik.
Defisit neraca jasa menyempit didorong oleh meningkatnya surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Defisit neraca pendapatan primer juga menurun dipengaruhi oleh lebih rendahnya pembayaran imbal hasil investasi kepada investor nonresiden. Selain itu, peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder yang didorong oleh penerimaan remitansi turut mendukung kinerja neraca transaksi berjalan.
Surplus Neraca Transaksi Modal dan Finansial Berlanjut
Selain itu, BI mencatatkan surplus neraca transaksi modal dan finansial sebesar US$6,6 miliar pada kuartal III 2024, meningkat dibandingkan dengan surplus sebesar US$3 miliar pada kuartal II 2024. Investasi langsung membukukan peningkatan surplus, utamanya berasal dari penyertaan modal di sektor Industri Pengolahan, Jasa Kesehatan, serta Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi, sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional yang tetap terjaga.
Aliran masuk modal asing ke berbagai instrumen investasi portofolio juga meningkat seiring dengan imbal hasil investasi yang tetap menarik. Di sisi lain, investasi lainnya mencatat kenaikan defisit didorong meningkatnya penempatan investasi swasta pada berbagai instrumen finansial luar negeri.
Ke depan, BI senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respon bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal.
NPI 2024 diprakirakan tetap baik dengan defisit neraca transaksi berjalan terjaga dalam kisaran rendah sebesar 0,1% sampai dengan 0,9% dari PDB. Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan tetap mencatatkan surplus didukung oleh peningkatan investasi langsung maupun investasi portofolio sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.
Uang Beredar Indonesia
Hari ini Jumat (22/11/2024), Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan uang beredar M2 Indonesia periode Oktober 2024. Sebelumnya, Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2024 tumbuh stabil. Posisi M2 pada September 2024 tercatat sebesar Rp9.044,9 triliun atau tumbuh sebesar 7,2% secara tahunan (year on year/yoy). Adapun, pertumbuhan M2 hampir stagnan setelah tumbuh 7,3% pada Agustus lalu.
Pertumbuhan ini relatif stabil dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 6,9% (yoy) dan uang kuasi sebesar 5,3% (yoy).
Adapun, data M1 pada September 2024 mencapai Rp 4.993,6 triliun dengan pangsa 55,2% dari M2. Pertumbuhan M1 pada bulan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan uang kartal di luar bank umum dan BPR serta giro rupiah.
BI pun mencatat jumlah uang kartal yang beredar di masyarakat pada September 2023 mencapai Rp 957,2 triliun atau tumbuh 10,6% secara tahunan (yoy), melambat jika dibandingkan Agustus lalu yang tumbuh hingga 12,1% (yoy).
Dari data peredaran uang, BI mencatat penyaluran kredit pada September 2024 tumbuh sebesar 10,4% (yoy). BI mengklaim pertumbuhan ini tetap tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 10,9% (yoy).
Sementara itu, tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat tumbuh sebesar 12,3% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Sementara itu, aktiva luar negeri bersih terkontraksi sebesar 0,3% (yoy), setelah pada bulan sebelumnya terkontraksi sebesar 1,1% (yoy).
PMI Manufaktur AS
Jelang akhir pekan, Amerika Serikat (AS) akan merilis data PMI Manufaktur periode November 2024. Sebelumnya, PMI Manufaktur Flash AS Global S&P direvisi lebih tinggi menjadi 48,5 pada Oktober 2024 dari awal 47,8 dan setelah level terendah 15 bulan di 47,3 pada September.
Hal ini menunjukkan sektor manufaktur AS masih dalam wilayah kontraksi tetapi ada beberapa tanda-tanda penurunan mereda. Tekanan inflasi mereda, dengan biaya input meningkat pada laju paling lambat dalam hampir setahun dan inflasi harga output juga mereda. Sementara itu, waktu pengiriman pemasok diperpanjang untuk pertama kalinya dalam tiga bulan di tengah penundaan yang secara luas terkait dengan gangguan terkait badai.
(saw)