- Pasar keuangan Indonesia berakhir beragam kemarin, IHSG melemah sementara rupiah menguat
- Wall Street kompak menguat setelah The Fed pangkas suku bunga
- Pemangkasan suku bunga dan perkembangan ekonomi China akan menjadi sentimen pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI pada kemarin Kamis (7/11/2024) bergerak beragam, IHSG anjlok nyaris 2%, sementara rupiah sudah mulai terlihat bangkit.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk nyaris 2% pada akhir perdagangan Kamis (7/11/2024), di tengah kekhawatiran pelaku pasar dalam negeri akan dampak dari menangnya Donal Trump dari Pemilihan Umum (Pemilu) Amerika Serikat (AS) 2024.
IHSG ditutup ambruk 1,9% ke posisi 7.243,86. IHSG pun terkoreksi ke level psikologis 7.200 pada akhir perdagangan, di mana IHSG terakhir berada di level psikologis ini yakni sejak pertengahan Agustus lalu.
Nilai transaksi indeks mencapai sekitar Rp 13 triliun dengan melibatkan 22 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 221 saham menguat, 362 saham melemah, dan 199 saham stagnan.
Terpantau seluruh sektor berada di zona merah pada hari ini, dengan sektor bahan baku menjadi yang paling parah koreksinya dan juga menjadi penekan terbesar IHSG yakni mencapai 3,47%.
Sementara dari sisi saham, emiten konglomerasi Prajogo Pangestu yakni PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) serta emiten pertambangan Grup Salim PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menjadi penekan terbesar IHSG yakni masing-masing mencapai 31,9, 14,1, dan 15 indeks poin.
IHSG ambruk hingga menyentuh level psikologis 7.200 di tengah wait and see investor terkait dampak dari kemenangan Trump sebagai presiden AS berikutnya.
Capres dari Partai Republik yakni Trump memenangkan pemilu AS, 5 November. Kemenangan Trump dipastikan setelah dirinya meraup 277 suara elektoral kemarin sekitar pukul 05.30 waktu setempat atau 17.30 WIB.
Adapun batas electoral vote di AS sendiri adalah 270 suara.
Trump juga memenangkan popular vote, di mana ia berhasil mengumpulkan 72.083.871 suara (51%) sementara Kamala mengumpulkan 67.274.910 (48%)
Kemenangan Trump membuat berbagai aset berisiko di AS bergairah, seperti pasar saham sampai pasar kripto. Wall Street pun ditutup menghijau pasca Trump memenangkan Pemilu AS kali ini.
Namun, karena adanya potensi aksi lepas investor asing dari pasar keuangan dalam negeri ke pasar keuangan AS, membuat pasar di dalam negeri khawatir dan pada akhirnya mulai ikut melepas saham-saham di RI. Pada perdagangan kemarin tercatat sebanyak Rp 1,15 triliun dana asing keluar dari pasar modal RI.
Sementara itu, rupiah bergerak kontras. Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup melesat hingga 0,60% ke level Rp15.730/US$ pada akhir perdagangan Kamis (07/11/2024). Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.805 hingga Rp15.730/US$.
Penguatan rupiah seiring dengan indeks Dolar AS (DXY) tercatat melemah 0,24% pada pukul 15.00 WIB kemarin, di posisi 104,83, turun dari posisi penutupan sehari sebelumnya yang berada di 105,08.
Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray, menyatakan bahwa ia optimis bank sentral AS (The Fed) akan tetap melanjutkan kebijakan normalisasi suku bunga, yang diharapkan bisa menekan nilai dolar AS lebih lanjut dan mendukung penguatan Rupiah ke depan.
Lebih lanjut rupiah menguat juga didorong oleh sentimen positif terkait peningkatan cadangan devisa Indonesia yang mencapai rekor tertinggi US$151,2 miliar pada Oktober 2024.
Kenaikan cadangan devisa ini memberi tambahan ketahanan ekonomi bagi Indonesia dan meningkatkan kepercayaan investor.
Menurut Fithra Faisal Hastiadi, Ph.D, Senior Economist dari SSI Research, Cadangan devisa yang tinggi menunjukkan kemampuan Indonesia dalam menutupi kebutuhan impor selama lebih dari enam bulan dan membayar kewajiban utang luar negeri.
Cadangan devisa ini tidak hanya menjadi jaring pengaman finansial, tetapi juga penting untuk menjaga kepercayaan investor di tengah tekanan global dan menjaga stabilitas ekonomi.
Ia juga menambahkan bahwa dengan posisi cadangan yang kuat ini, Bank Indonesia memiliki ruang yang cukup untuk menjaga kebijakan suku bunga acuan, meskipun terdapat tekanan geopolitik yang mempengaruhi nilai tukar Rupiah.
Cadangan devisa ini juga diharapkan dapat menjadi bantalan terhadap potensi guncangan global, seperti pergerakan modal atau volatilitas harga komoditas, yang dapat berdampak pada ekonomi nasional.
Saham-saham di Wall Street mencapai rekor tertinggi pada perdanganan Kamis malam - Jumat dini waktu Indonesia (7-8 November 2024), mengangkat pasar saham di seluruh dunia, sementara imbal hasil obligasi pemerintah AS turun lebih jauh setelah Federal Reserve memangkas suku bunga dan ketika investor memproses Donald Trump presidency yang kedua.
The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada hari Kamis, sesuai perkiraan, dengan mencatat bahwa pasar kerja secara umum telah mereda sementara inflasi bergerak menuju target 2% - dengan mengatakan tekanan harga telah "membuat kemajuan," dibandingkan dengan bahasa sebelumnya yang menyatakan bahwa tekanan harga telah "membuat kemajuan lebih lanjut."
"The Fed tidak membuat kegaduhan," kata Ryan Detrick, kepala strategi pasar di Carson Group di Omaha, Nebraska. "Pertanyaan besarnya sekarang adalah apakah mereka akan memangkas lagi pada bulan Desember? Dugaan terbaik kami adalah mereka akan melakukannya, karena inflasi terus membaik."
S&P 500 naik 0,74%, Dow Jones Industrial Average mendatar, dan Nasdaq Composite melonjak 1,5%. S&P 500 dan Nasdaq keduanya berakhir pada level tertinggi sepanjang masa untuk hari kedua berturut-turut.
Imbal hasil Treasury melanjutkan penurunan setelah pemangkasan suku bunga oleh Fed, meskipun beberapa investor memperingatkan bahwa suku bunga mungkin tidak turun secara stabil seperti yang diperkirakan di bawah pemerintahan Trump kedua.
"Kemenangan besar Partai Republik tampaknya sangat mungkin terjadi, dan kebijakan fiskal yang lebih longgar serta tarif perdagangan mungkin tidak hanya akan meningkatkan pertumbuhan tetapi juga inflasi," kata Matthias Scheiber, kepala manajemen portofolio global di Allspring Global Investments Systematic Edge Team di London.
Berbagai sentimen positif mulai datang akhir pekan ini yang potensi membuat IHSG sampai rupiah bisa berbalik arah hijau. Bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) akhirnya kembali memangkas suku bunga, cadangan devisa RI juga masih cukup tebal, kini pasar tinggal mencermati pertemuan kongres China untuk melihat bagaimana kebijakan stimulus ekonomi-nya.
Berikut rincian sentimen pasar pada hari ini :
Tok! The Fed Pangkas Suku Bunga 25 Bps
Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) kembali memangkas suku bunga acuan dengan besaran 25 basis points (bps) menjadi 4,50-4,75% pada Kamis waktu AS atau Jumat dini hari waktu Indonesia.
Pemangkasan sebesar 25 bps ini adalah kali kedua yang dilakukan The Fed dalam dua pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) secara beruntun. Sebelumnya, The Fed memangkas suku bunga sebesar 50 bps pada September lalu. Dengan demikian, suku bunga The Fed sudah dipangkas 75 bps.
Seperti diketahui, The Fed mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September 2023-Agustus 2024 atau lebih dari setahun.
The Fed dalam keterangannya menjelaskan pemangkasan suku bunga dilakukan karena meyakini inflasi AS sudah bergerak menuju target kisaran mereka di angka 2%. Indikator ekonomi terbaru menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi terus berkembang dengan kecepatan yang solid
"Tingkat pengangguran naik namun tetap rendah. Inflasi telah menunjukkan kemajuan menuju target sasaran 2% tetapi tetap berada pada tingkat yang cukup tinggi," tulis The Fed dalam website resmi mereka.
Pemangkasan suku bunga ini akan menjadi gairah bagi pasar keuangan global lantaran akan memicu bank sentral lain ikut memangkas suku bunga-nya, termasuk Bank Indonesia (BI). Suku bunga melandai akan menambah likuiditas bagi pasar yang membuat ekonomi kembali berputar.
Ekonomi Mulai Pulih, Ekspor China Tumbuh Pesat
Usai kemenangan Trump yang potensi membuat kebijakan menantang bagi barang-barang impor China, malah sang Naga Asia ini mencatat pertumbuhan ekspor yang pesat.
Pengiriman barang keluar (ekspor) dari China mengalami pertumbuhan tercepat lebih dari dua tahun terakhir pada Oktober, tumbuh 12,7% secara tahunan (yoy), jauh di atas perkiraan kenaikan 5,2% dalam jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom, serta peningkatan 2,4% pada bulan September.
Namun, untuk impor mengalami penurunan sebesar 2,3%, dibandingkan dengan ekspektasi penurunan 1,5%.
Neraca dagang China pada bulan lalu pun melesat jadi US$ 95,27 miliar, naik dari bulan sebelumnya US$ 81,71 miliar dan melampaui ekspektasi yang berharap turun ke US$ 75,11 miliar. .
Momentum ekspor ini menjadi salah satu titik terang bagi ekonomi negeri asal Panda yang berjuang mengatasi lemahnya permintaan domestik dan krisis utang di pasar properti. Namun, para ekonom memperingatkan agar pembuat kebijakan China tidak terlalu mengandalkan ekspor untuk pertumbuhan dan mendesak adanya stimulus tambahan.
Kini pelaku pasar juga sedang menanti jalannya pertemuan National People Congres yang akan membahas lebih lanjut stimulus jumbo lanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
Sebagai catatan, paket fiskal jumbo potensi senilai US$1,4 triliun yang kemungkinan akan disetujui pekan ini yang diharapkan dapat menstabilkan neraca keuangan pemerintah daerah dan pengembang properti, serta meredakan tekanan yang membebani konsumsi.
Cadangan Devisa Indonesia Masih Tebal
Kabar baik juga datang dari ekonomi Tanah Air dengan cadangan devisa yang masih tebal, ini diharapkan mampu digunakan sebagai tambahan untuk penguatan mata uang RI.
Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2024 tercatat sebesar US$ 151,2 miliar. Realisasi tersebut meningkat US$ 1,3 miliar dari sebelumnya US$ 149,9 miliar. Demikianlah siaran pers BI yang diterima CNBC Indonesia, Kamis (7/11/2024). Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain bersumber dari penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
Data tersebut menunjukkan, cadangan devisa setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal. Prospek ekspor yang tetap positif serta neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus, sejalan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik, mendukung tetap terjaganya ketahanan eksternal."
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Berikut untuk indikator ekonomi RI :
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.