
Waspada! Tensi Konflik Timteng Mendidih, Pasar Keuangan Rawan Ambruk

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan mengalami pergerakan yang fluktuatif sepanjang pekan depan. Penyebabnya adalah kembali panasnya tensi geopolitik di timur tengah serta rilis data ekonomi dari dalam serta luar negeri.
Pandangan investor akan tertuju kepada rilis inflasi dan perkembangan manufaktur Indonesia pada Selasa (1/10/2024).
PMI Manufaktur Indonesia Jadi Sorotan Tajam
Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Agustus 2024 yang cenderung mengalami penurunan dibandingkan Juli 2024.
Untuk diketahui, PMI manufaktur menggambarkan aktivitas industri pada sebuah negara. Bila aktivitas manufaktur masih kencang maka itu bisa menjadi pertanda jika permintaan masih tinggi sehingga ekonomi cerah.
Namun berbeda halnya jika PMI manufaktur mengalami penurunan yang mengindikasikan jika permintaan cenderung rendah dan berdampak pada perekonomian yang terganggu termasuk tenaga kerja.
Data PMI kerap digunakan untuk memahami ke mana arah ekonomi dan pasar serta mengungkap peluang ke depan. Oleh karena itu, negara dengan PMI manufaktur lebih dari 50 dianggap memiliki industri/manufaktur yang berjalan dengan baik/ekspansif. Ekonomi diperkirakan akan menanjak.
Sementara jika nilai PMI manufaktur kurang dari 50, maka aktivitas manufaktur sedang tidak baik atau dalam kategori kontraksi.
Aktivitas manufaktur Indonesia jatuh dan terkontraksi ke 48,9 pada Agustus 2024. Artinya, PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi selama dua bulan beruntun yakni pada Juli (49,3) dan Agustus.
PMI juga terus memburuk dan turun selama lima bulan terakhir. PMI anjlok dari 54,2 pada Maret 2024 dan terus anjlok hingga Agustus 2024.
Dalam laporan S&P Global mencatat, permintaan pasar turun dibandingkan Juli dan faktor utamanya adalah penurunan permintaan baru. Penurunan permintaan asing juga semakin cepat hingga paling tajam sejak bulan Januari 2023. Selain karena berkurangnya permintaan ekspor secara umum, beberapa panelis melaporkan bahwa tantangan pengiriman global membebani penjualan.
Melemahnya produksi dan permintaan baru menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di pabrik sektor manufaktur Indonesia. Secara umum, tingkat susunan staf menurun selama dua bulan berturut-turut, meski hanya sedikit. Dilaporkan bahwa tidak ada penggantian karyawan yang keluar atau pemberlakuan PHK sementara karena penjualan dan produksi menurun.
Deflasi Indonesia Masih Terus Berlanjut?
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (2/9/2024) merilis data IHK untuk Agustus 2024. IHK menunjukkan pelandaian dan di bawah ekspektasi konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia.
Secara tahunan (year on year/yoy), IHK masih naik atau mengalami inflasi sebesar 2,12% pada Agustus 2024 atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat 2,13%. Secara bulanan (month to month/mtm), IHK turun tercatat mengalami deflasi sebesar 0,03%.
"Deflasi bulan Agustus 2024 lebih rendah dari Juli 2024 dan merupakan deflasi keempat 2024," kata Pudji Ismartini, Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, dalam rilis BPS, Senin (2/9/2024).
Deflasi empat bulan berturut-turut secara bulanan ini pertama kali terjadi sejak 1999 atau 25 tahun terakhir. Artinya, selama Era Reformasi, Indonesia baru mengalami deflasi empat bulan beruntun.
Deflasi empat bulan berturut-turut juga menjadi kekhawatiran tersendiri. Pasalnya, deflasi empat bulan berturut-turut semakin menegaskan sinyal pelemahan daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil saat ini.
Sebagai catatan, pada 1999 deflasi pernah terjadi dalam delapan bulan beruntun yakni pada Maret (-0,18%), April (-0,68%), Mei (-0,28%), Juni (-0,34%), Juli (-1,05%), Agustus (-0,71%), September (-0,91%), dan Oktober (-0,09%).
Perlu dicatat jika kondisi ekonomi Indonesia pada saat itu sedang carut-marut karena krisis pada 1997/1998.
Untuk Agustus 2024, penyumbang deflasi terbesar adalah makanan, minuman dan tembakau dengan deflasi 0,52% dan andil deflasi 0,15%.
Secara historis, IHK Indonesia lebih kerap mencatat inflasi dibandingkan deflasi. Catatan deflasi biasanya hanya terjadi sebulan kemudian diikuti dengan inflasi pada bulan berikutnya.
Babak Baru Perang Israel di Timur Tengah
Ketegangan antara Israel dan Hizbullah semakin mendidih. Hizbullah sebelumnya telah mengkonfirmasi bahwa Nasrallah telah meninggal dunia. Kelompok dari Lebanon tersebut mengatakan Nasrallah terbunuh setelah serangan udara Zionis yang berbahaya di pinggiran selatan.
Militer Israel mengumumkan Nasrallah tewas dalam serangan udara di Beirut, Lebanon bersama dengan beberapa komandan lainnya.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Sabtu pagi waktu setempat, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim bahwa Nasrallah tewas bersama Ali Karki, Komandan Front Selatan Hizbullah, selama operasi tersebut.
"Hassan Nasrallah, pemimpin organisasi teroris Hizbullah dan salah satu pendirinya, disingkirkan oleh IDF, bersama dengan Ali Karki, Komandan Front Selatan Hizbullah, dan komandan Hizbullah lainnya," kata Pasukan Pertahanan Israel, dikutip dari CNN internasional.
Militer terus menargetkan berbagai lokasi di Beirut, dengan klaim menyerang fasilitas penyimpanan rudal yang digunakan oleh Hizbullah. Daerah tersebut mencatat terdapat ledakan besar bergema di ibu kota Lebanon.
Angkatan Udara Israel melakukan serangan yang ditargetkan pada markas besar organisasi Hizbullah, yang terletak di bawah tanah di bawah bangunan tempat tinggal di daerah Dahieh, Beirut.
Konflik bersenjata tersebut dikhawatirkan menjadi bahan bakar bagi harga minyak mentah dunia untuk melaju. Terutama setelah Iran, salah satu produsen minyak mentah utama dunia, turut geram atas ulah Israel. Kenaikan harga minyak mentah dunia akan meningkatkan risiko inflasi.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi menegaskan pembunuhan wakil komandan Garda Revolusi Iran di Lebanon adalah kejahatan mengerikan yang tidak bisa dibiarkan begitu saja, Minggu (29/9). Iran tidak akan tinggal diam atas peristiwa ini.
Seperti diketahui, Brigadir Jenderal Abbas Nilforoushan tewas dalam serangan udara yang dilakukan oleh Israel di Lebanon pada hari Jumat (27/9). Kejadian ini juga ikut menewaskan pemimpin kelompok milisi Hizbullah, Hassan Nasrallah.
Rilis Data Genting dari China dan AS
Para pelaku pasar juga akan mencermati rilis data dari China dan Amerika Serikat (AS) sebagai dua negara yang memiliki pengaruh dan kekuatan ekonomi besar bagi dunia.
China memulai langkahnya dengan laporan NBS Manufacturing PMI pada hari ini (30/9/2024). Dengan angka 49.1 di bulan sebelumnya, ekonomi terbesar Asia ini tampaknya belum sepenuhnya bangkit.
Di sisi lain, PMI Non-Manufacturing, meski sedikit melemah, tetap kokoh di zona ekspansi pada 50.3. Sentimen pasar mungkin berharap pada stabilitas General PMI dan Caixin Manufacturing PMI, yang memberi secercah harapan dengan konsensus mendekati 50.4. Ini adalah pertempuran antara realitas dan harapan di negeri Tirai Bambu.
Sementara dari AS, akan rilis data Non-Farm Payrolls AS. Konsensus berada di angka 142K, menandakan potensi perlambatan di sektor pekerjaan. Tingkat pengangguran yang diproyeksikan stabil di 4.2%, serta pertumbuhan gaji per jam yang diantisipasi melemah, menjadi penentu apakah Federal Reserve akan melunak di pertemuan berikutnya.
Secara keseluruhan, pekan depan dipenuhi oleh data ekonomi penting yang akan memengaruhi sentimen pasar global. Dari pertumbuhan manufaktur di China hingga data tenaga kerja di AS, investor akan fokus pada bagaimana data ini membentuk prospek ekonomi dan kebijakan moneter ke depan.
(ras/ras)