Newsletter

IHSG & Rupiah Ambruk, RI Masih Dibuat Was-Was Oleh Kabar dari AS-China

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
Rabu, 04/09/2024 06:00 WIB
Foto: Amerika Serikat (AP/Carolyn Kaster)
  • Pasar keuangan Indonesia ambruk di mana IHSG dan rupiah sama-sama mencatat kinerja buruk
  • Wall Street berakhir di zona merah, tiga indeks  melemah
  • Data ekonomi AS, China, dan Indonesia akan menjadi sentimen penggerak pasar keuangan hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham RI berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja buruk dan meninggalkan level psikologis 7.700. Begitu juga rupiah yang tidak menunjukkan performa kurang baik dengan bergerak stagnan.

Pergerakan IHSG dan rupiah bisa bergerak lebih volatile hari ini, dipengaruhi oleh rilis data ekonomi hingga agenda penting di sepanjang pekan ini. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini bisa dibaca pada halaman tiga artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.

IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (3/8/2024) tercatat anjlok sebesar 1,01% di level 7.616,52. IHSG pun gagal melanjutkan penguatan selama dua hari beruntun pada perdagangan sebelumnya, dan membuat IHSG meninggalkan level psikologis 7.700.

Tercatat nilai transaksi atau turnover IHSG berada di angka Rp10,58 triliun, lebih rendah dibandingkan perdagangan pada hari sebelumnya yang mencapai Rp12,05 triliun. Transaksi berasal dari volume saham sebanyak 21,98 miliar lembar, terdiri dari 227 saham naik, 364 turun dan 203 tidak berubah.

Anjloknya IHSG didorong dari penurunan semua sektor kecuali sektor kesehatan yang masih mencatatkan kenaikan tipis 0,36%. Sektor teknologi tercatat paling buruk dengan penurunan 3,04%.

Sementara dari sisi saham, emiten energi baru terbarukan (EBT) milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi penekan terbesar IHSG yakni mencapai 19,8 indeks poin. Selain itu, adapula saham perbankan raksasa PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar 11,7 indeks poin dan saham telekomunikasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) sebesar 7,2 indeks poin.

IHSG memburuk di tengah kabar kurang menggembirakan dari dalam negeri, di mana data terbaru dari Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia dan data inflasi  Indonesia pada periode Agustus 2024 yang masih mengecewakan.

PMI Manufaktur Indonesia menunjukkan kontraksi untuk dua bulan beruntun yakni pada Juli (49,3) dan Agustus (48,9). Posisi PMI Manufaktur saat ini juga merupakan yang terendah sejak Agustus 2021.

Ambruknya PMI Manufaktur ini tentu memicu kekhawatiran karena manufaktur banyak menyumbang ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Ambruknya manufkatur juga bisa mencoreng kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang turun jabatan Oktober mendatang.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (2/9/2024) merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk Agustus 2024. IHK turun dan di bawah ekspektasi konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia.

Secara tahunan (year-on-year/yoy), IHK masih naik atau mengalami inflasi sebesar 2,12% pada Agustus 2024 atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat 2,13%. Namun secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK turun tercatat mengalami deflasi sebesar 0,03%.

Sementara konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan IHK Agustus 2024 diperkirakan stagnan 0%% dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi 0,18%.

Deflasi empat bulan beruntun secara bulanan ini pertama kali terjadi sejak 1999 atau 25 tahun terakhir. Artinya, selama Era Reformasi, Indonesia baru mengalami deflasi empat bulan beruntun.

Deflasi ini juga menjadi kekhawatiran tersendiri. Pasalnya, deflasi empat bulan beruntun semakin menegaskan sinyal pelemahan daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil saat ini.

Beralih ke rupiah, dilansir dari Refinitiv, pada perdagangan Selasa (3/9/2024) rupiah ditutup stagnan atau tidak berubah terhadap dolar AS di posisi Rp15.520/US$1.

Tidak berubahnya rupiah di tengah penguatan indeks dolar AS dan anjloknya imbal hasil treasury AS.

Pada perdagangan kemarin Selasa (3/9/2024), indeks dolar AS menguat 0,19% di level 101,84. Sementara itu, imbal hasil treasury AS 10 tahun justru anjlok 1,46% di level 3,85%.

Belum ada dorongan yang dapat menjadi angin segar untuk penguatan rupiah dari dalam negeri. Justru sebaliknya, sentimen buruknya hasil data PMI Manufaktur Indonesia dan deflasi pada periode Agustus mendorong ambruknya pasar keuangan RI.

Sementara dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Selasa (3/9/2024) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun tercatat menguat tipis di posisi 6.66% dari perdagangan sebelumnya.

Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitupun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).


(saw/saw)
Pages