
IHSG & Rupiah Dihantui Mimpi Buruk, Akankah Ada September Ceria?

Hari ini menjadi hari pertama perdagangan pasar keuangan RI di September, investor pun berharap pergerakan IHSG dan rupiah akan berlanjut berada di jalur positif dan kembali mencetak rekor-rekor baru. Penguatan pasar keuangan RI hari ini akan didorong beberapa sentimen dari dalam dan luar negeri. Terutama dari hasil data inflasi Indonesia yang akan dirilis di awal pekan ini, hingga data PMI dari negeri paman Sam dan tirai bambu.
Namun, investor perlu memberi perhatian lebih pada fakta historis. Pergerakan IHSG dan rupiah lebih kerap jeblok di September dibandingkan menghijau. Yang menarik, Indonesia akan menjadi perhatian besar dunia pekan ini dengan adanya tiga penting yang digelar berbarengan.
3 Event Besar Pekan Ini
Pekan ini, Indonesia akan menggelar tiga event dan agenda besar yang mengundang sorotan dunia. Di antaranya adalah Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 di Bali pada 1-3 September 2024 serta enyelenggaraan High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF-MSP) 2024 pada 1-4 September 2024.
Indonesia juga akan menyambut kedatangan Paus Fransiskus yang akan melakukan perjalanan apostolik ke Indonesia pada 3-6 September 2024.
Ketiga event ini akan menegaskan posisi penting Indonesia di global.
Historis Buruk IHSG dan Rupiah di September
Merujuk Refinitiv, kinerja IHSg dan rupiah sama-sama mengecewakan selama September. Selama kurun waktu 2015-2023 atau sembilan tahun terakhir, IHSG hanya menguat dua kali sementara tujuh sisanya ambruk.
Rupiah pun sama saja. Selama sembilan tahun terakhir, hanya menguat sekali yakni pada 2016 sementara sisanya jeblok. September bukanlah bulan yang ceria tetapi kerap jadi bencana bagi pasar keuangan Indonesia.
Namun, ada harapan jika IHSG dan rupiah akan mencatat kinerja positif pada September karena ada kemungkinan The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada September.
Jika ini menjadi kenyataan maka IHSG dan rupiah kemungkinan akan mencatat kinerja positif.
Indonesia
Pada hari ini, Senin (2/9/2024) terdapat rilis data Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia periode Agustus 2024. Sebelumnya pada PMI Manufaktur periode Juli 2024, tercatat sebesar 49,3, turun dibandingkan Juni 2024 yang berada pada angka 50,7. Meskipun marginal, posisi ini menunjukkan kontraksi pertama kalinya sejak Agustus 2021 atau setelah 34 bulan berturut-turut terus ekspansi.
Kontraksi PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 dipengaruhi oleh penurunan bersamaan pada output dan pesanan baru. Permintaan pasar yang menurun merupakan faktor utama penyebab penjualan turun. Dalam hasil survei disebutkan, produsen merespons kondisi ini dengan sedikit mengurangi aktivitas pembelian mereka pada bulan Juli, menandai penurunan pertama sejak bulan Agustus 2021.
Masih di hari yang sama, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi periode Agustus 2024. Sebelumnya, data inflasi Indonesia periode Juli 2024 tercatat 2,13% (year on year/yoy). Angka tersebut lebih rendah dari periode Juni 2024 sebesar 2,51%(yoy). Namun, secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat deflasi tiga bulan beruntun pada Mei-Juli 2024.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan IHK Agustus 2024 diperkirakan stagnan 0%% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm) yang mengalami deflasi 0,18%.
Sedangkan IHK secara tahunan (year on year/yoy) diperkirakan akan naik tipis ke menjadi 2,15% (yoy) pada Agustus 2024 dan IHK inti diproyeksi sebesar 1,99% yoy.
Dan pada akhir pekan, Jumat (6/9/2024), Bank Indonesia (BI) akan merilis Cadangan Devisa Indonesia periode Agustus 2024. Posisi cadangan devisa Indonesia terus menunjukkan tren positif. Sebelumnya, BI melaporkan bahwa pada akhir Juli 2024, cadangan devisa mencapai angka yang menggembirakan, yakni US$145,4 miliar. Angka ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar US$140,2 miliar.
Kenaikan cadangan devisa ini didorong oleh beberapa faktor utama. Salah satunya adalah keberhasilan penerbitan sukuk global pemerintah. Penerbitan sukuk ini tidak hanya berhasil menghimpun dana segar bagi negara, tetapi juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia di mata dunia. Selain itu, penerimaan pajak dan jasa yang membaik juga turut berkontribusi pada peningkatan cadangan devisa.
Amerika Serikat (AS)
Dari negeri Paman Sam, pada Selasa (3/9/2024), terdapat rilis PMI Manufaktur AS Global S&P periode Agustus 2024 revisi kedua. Sebelumnya, PMI Manufaktur AS Global S&P turun menjadi 48 padaAgustus 2024 pertama dari 49,6 pada Juli 2024, jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 49,6 untuk menandai kontraksi kedua berturut-turut dalam aktivitas pabrik AS, pada laju paling tajam tahun ini.
Hal ini sebagian besar didorong oleh penurunan kedua berturut-turut dalam arus masuk pekerjaan baru untuk produsen, yang juga turun pada laju paling tajam sejak Desember, untuk menggarisbawahi dampak yang lebih tinggi dari suku bunga restriktif dalam aktivitas pabrik.
Sementara itu, tingkat ketenagakerjaan hampir terhenti pada periode tersebut untuk mencatat kenaikan terkecil sejak Januari. Sementara itu, penurunan permintaan dari pabrik meredakan tekanan kapasitas untuk pengiriman bahan baku dan mengurangi waktu pengiriman pemasok. Di sisi harga, biaya input mengalami percepatan paling besar sejak Mei, tetapi produsen tidak dapat sepenuhnya meneruskan tekanan kepada konsumen.
Berlanjut pada Rabu (4/9/2024), AS akan merilis neraca perdagangan Juli 2024 bersama dengan data eskpor dan impor. Sebelumnya, defisit perdagangan di AS menyempit menjadi US$73,1 miliar pada bulan Juni 2024 dari level tertinggi 20 bulan yang direvisi sebesar US$75 miliar pada bulan sebelumnya, tetapi di atas ekspektasi pasar sebesar US$72,5 miliar.
Kemudian, ekspor naik sebesar 1,5% dari bulan sebelumnya menjadi US$265,9 miliar, tertinggi kedua yang pernah tercatat, di tengah peningkatan penjualan pesawat sipil, kendaraan bermotor, dan komoditas energi, termasuk gas alam, produk minyak bumi, dan bahan bakar minyak. Peningkatan ekspor barang cukup untuk mengimbangi sedikit penurunan ekspor jasa, yang sebagian besar disebabkan oleh berkurangnya perjalanan.
Sementara itu, impor naik sebesar 0,6% menjadi US$339 miliar, dengan dukungan dari pembelian operasi farmasi, semikonduktor dan peralatan listrik, serta komoditas energi. Di antara berbagai negara, kesenjangan dengan Italia menurun sebesar US$1,7 miliar menjadi US$3,1 miliar, defisit dengan China menurun sebesar US$1,6 miliar menjadi US$22,3 miliar, dan saldo dengan Singapura bergeser ke defisit sebesar US$0,4 miliar dari surplus sebesar US$1,3 miliar.
Masih di hari yang sama, AS juga akan merilis lowongan pekerjaan JOLTs periode Juli 2024. Pada periode sebelumnya, jumlah lowongan pekerjaan sedikit berubah menjadi 8,184 juta pada Juni 2024 dari 8,23 juta yang direvisi naik pada Mei, dan dibandingkan dengan perkiraan 8 juta lowongan pekerjaan.
Berlanjut pada Kamis (5/9/2024), terdapat rilis data klaim pengangguran awal dan berkelanjutan. Sebelumnya, jumlah warga Amerika yang mengajukan klaim pengangguran pertama kali turun 2.000 minggu lalu menjadi 231.000, menurut data Departemen Tenaga Kerja yang dirilis Kamis lalu.
Angka tersebut sedikit lebih rendah dari perkiraan pasar sebesar 232.000, sementara pembacaan minggu sebelumnya direvisi naik 1.000 dari 232.000 menjadi 233.000.
Rata-rata pergerakan empat minggu adalah 231.500, penurunan 4.750 dari rata-rata minggu sebelumnya yang direvisi. Perekonomian AS menambah 114.000 pekerjaan pada bulan Juli, sementara tingkat pengangguran naik menjadi 4,3% dari 4,1% pada bulan Juni.
Dan pada akhir pekan Jumat (6/9/2024), terdapat data tingkat pengangguran AS periode Agustus 2024. Sebelumnya, berdasarkan laporan Biro Statistik Tenaga Kerja AS, tingkat pengangguran AS meningkat menjadi 4,3% pada bulan Juli, dan lapangan kerja nonpertanian naik tipis sebesar 114.000.
Dan sentimen dari AS akan ditutup dengan pidato dari anggota Teh Fed pada akhir pekan.
China
Mitra dagang terbesar Indonesia yakni China, juga akan merilis beberapa data-data ekonomi yang dapat menjadi ukuran seberapa besar peningkatan kerjasama Indonesia dengan China.
Pada awal pekan Senin (2/9/2024), China akan merilis PMI Manufaktur Umum Caixin periode Agustus 2024. Sebelumnya, PMI Manufaktur Umum Caixin China merosot menjadi 49,8 pada Juli 2024 dari 51,8 pada Juni, meleset dari perkiraan pasar sebesar 51,5. Angka tersebut adalah penurunan pertama dalam aktivitas pabrik sejak Oktober lalu.
Dengan PMI yang berada di level konstraksi, hal tersebut membuktikan bahwa kinerja manufaktur dan industri China belum membaik.
Dan pada Rabu (4/9/2024), terdapat rilis data PMI Jasa Umum Caixin China periode Agustus 2024. Sebelumnya, PMI Jasa Umum Caixin China naik menjadi 52,1 pada Juli 2024 dari level terendah 8 bulan di bulan Juni sebesar 51,2, di atas perkiraan pasar sebesar 51,4. Angka tersebut menjadi kenaikan pada bulan ke-19 pertumbuhan aktivitas jasa, dibantu oleh kenaikan yang lebih cepat dalam pesanan baru, kenaikan berkelanjutan dalam penjualan ekspor, dan lapangan kerja yang kuat.
(saw/saw)