Rupiah Makin Perkasa, Saatnya BI Pangkas Suku Bunga?
- Pasar keuangan Indonesia kompak menguat di mana IHSG ditutup di all time high
- Wall Street kompak melemah, Nasdaq turun paling tajam
- Sentimen pasar hari ini dipekirakan datang dari Amerika Serikat dan kondisi politik dalam negeri yakni keputusan Bank Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kembali sumringah pada Selasa (20/8/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik begitu pula dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang semakin kokoh. Sementara Surat Berharga Negara (SBN) kembali diborong investor.
Pasar keuangan diperkirakan masih bergerak cukup volatil pada hari ini, Rabu (21/8/2024) dengan terdapat beberapa sentimen yang akan rilis hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini
IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (19/8/2024) ditutup di zona hijau dan mencetak all time high (ATH). IHSG ditutup melesat 0,9% ke posisi 7.533,98.
Tak hanya kembali mencetak rekor, perdagangan kemarin juga terlihat cukup ramai, di mana nilai transaksinya mencapai Rp19 triliun dengan volume transaksi mencapai 22 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 362 saham menguat, 195 saham melemah, dan 227 saham cenderung stagnan.
Secara sektoral, sektor konsumer non-primer kembali menjadi penopang terbesar IHSG di akhir perdagangan kemarin, yakni mencapai 1,65%. Adapun sektor keuangan dan kesehatan juga turut menopang IHSG masing-masing 1,6% dan 1,25%.
Dari sisi saham, emiten perbankan yang tergabung dalam Himpunan Bank Negara (Himbara) yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi penopang terbesar IHSG yakni mencapai 14,4 indeks poin.
Selain BBRI, adapula saham perbankan Himbara besar lainnya yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) sebesar 4,7 indeks poin dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar 4,67 indeks poin.
Sementara dari pasar mata uang, rupiah kembali menunjukkan tajinya terhadap dolar AS pada penutupan kemarin dengan menguat 0,74% ke angka Rp15.430/US$. Apresiasi rupiah ini telah terjadi selama tiga hari beruntun yakni sejak 16 Agustus 2024.
Penguatan rupiah ini tak lepas dari ekspektasi pelaku pasar perihal bank sentral AS (The Fed) yang memberikan sinyal untuk memangkas suku bunga pada September. Hal ini berujung pada indeks dolar AS (DXY) yang ambruk dan tekanan terhadap rupiah menjadi minim.
Selain itu, minat asing ke pasar keuangan domestik juga semakin besar yang tercermin dari surat utang pemerintah yang dibanjiri permintaan oleh investor asing dengan incoming bids atau penawaran lelang Surat Utang Negara (SUN) per 20 Agustus 2024 yang mencapai Rp104,07 triliun.
"Lelang kali ini bagus loh, income nya Rp 104,07 triliun," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR) Suminto di kawasan Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau mengalami penurunan dari 6,685% menjadi 6,625%.
Penurunan imbal hasil ini merupakan yang terendah sejak 29 Februari 2024 atau sekitar 5,5 bulan terakhir.
Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan minat investor mulai kembali lagi ke SBN.
(rev/rev)