
Kisruh Biden Mundur Berlanjut & China Putus Asa: Dunia Jadi Tak Pasti

Pada hari ini, pelaku pasar perlu mencermati beberapa sentimen, terutama terkait dengan mundurnya Presiden AS, Joe Biden dari pencalonan Pilpres AS 2024. Kabar ini tentunya dapat membuat pergerakan pasar keuangan global cenderung bergejolak.
Pemangkasan suku bunga di China juga menjadi salah satu perhatian besar investor. Dari dalam negeri, data terbaru mengenai uang beredar Juni 2024 bisa menjadi salah satu faktor yang menggerakkan pasar.
Biden Mundur, Pasar Keuangan Lebih Bergejolak?
Joe Biden memutuskan untuk mundur dari kampanye pencalonannya untuk periode kedua. Hal ini diungkapkannya dalam sebuah surat yang diunggah di akun Instagram dan X pribadinya.
Dalam suratnya, Biden menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Wakil Presiden Kamala Harris dan semua pendukung yang telah bekerja keras untuk kampanye pemilihannya.
Ia juga menyatakan keyakinannya bahwa Amerika akan terus maju dan menghadapi tantangan dengan persatuan dan kerja sama.
"Meskipun merupakan niat saya untuk mencalonkan kembali, saya percaya adalah yang terbaik bagi partai saya dan negara ini jika saya mundur dan fokus sepenuhnya pada menjalankan tugas saya sebagai Presiden untuk sisa masa jabatan saya," tulis Biden dalam suratnya pada Minggu (21/7/2024) waktu setempat.
Biden menyerah pada tekanan tanpa henti dari sekutu terdekatnya di Partai Demokrat yang terus mendesak sosok berumur 81 tahun tersebut untuk mundur dari pencalonan di tengah kekhawatiran mendalam bahwa ia terlalu tua dan lemah untuk mengalahkan mantan Presiden Donald J. Trump.
Wakil Presiden Kamala Harris dipandang sebagai yang terdepan untuk melanjutkan kampanye kepresidenan Partai Demokrat. Partai itu sendiri akan mengumumkan calon baru pada konvensi mereka di Chicago pada 19-22 Agustus.
Sejak kinerja debat Biden yang buruk pada Juni lalu, banyak analis pasar melihat kemungkinan besar Trump akan menang pada Pilpres AS 2024 yang akan digelar November mendatang.
Bahkan, kasus penembakan yang mengenai Trump saat kampanye di Pennsylvania, Sabtu dua pekan lalu membuat pasar semakin yakin Trump dapat mengalahkan Biden di perhelatan Pilpres 2024.
Jay Hatfield, CEO di Infrastructure Capital Advisors, mengatakan dia memperkirakan "reaksi pasar saham yang tenang" terhadap pengunduran diri Biden dari pemilihan presiden AS, seperti yang diperkirakan sebagian besar karena seruan agar Biden mundur semakin keras.
"Fakta bahwa Biden mendukung Kamala Harris mengurangi ketidakpastian. Mungkin ada sedikit penurunan perdagangan di hari ini karena Wakil Presiden Harris dianggap memiliki peluang menang yang sedikit lebih baik," kata Hatfield, dikutip dari CNBC International.
Selain itu, mundurnya Biden dari kontestasi pencalonan telah membuat sejumlah investor buka suara. Ekonom bank Swiss UBS menyebut bila Harris dicalonkan, maka pelaku pasar akan melihat keberlanjutan dari program Biden.
"Kami tidak memperkirakan adanya perubahan besar dalam prioritas kebijakan dari salah satu pesaing utama Partai Demokrat mengenai isu-isu yang menjadi perhatian investor AS. Kesinambungannya akan terlihat jelas jika Harris menjadi calon," ujar laporan bank itu dikutip Business Today.
Lebih lanjut, UBS menjelaskan bahwa bila Harris menang, Pemerintahan Demokrat kemungkinan akan terus mendukung inisiatif yang menguntungkan energi hijau, efisiensi, dan pembuat kendaraan listrik.
Di sisi lain, bila rival dari partai Republik, Donald Trump menang, Gedung Putih kemungkinan akan meningkatkan ekspektasi pasar terhadap pemotongan pajak dan peraturan bisnis yang lebih ringan, sekaligus menambah kekhawatiran mengenai tarif perdagangan yang lebih tinggi.
"Investor harus ingat bahwa hasil politik AS masih jauh dari harapan pendorong terbesar keuntungan pasar keuangan, atau bahkan kinerja sektor. Data ekonomi dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed tetap sama pentingnya," tambahnya.
"Selain itu, banyak hal yang masih bisa berubah menjelang pemungutan suara bulan November dan sejumlah hasil masih mungkin terjadi."
Ketika Biden mengumumkan pengunduran dirinya sebagai calon presiden AS, pelaku pasar di Wall Street tampaknya cenderung merespons positif, terlihat dari pergerakan Wall Street yang kompak menguat pada Senin yang cerah bergairah setelah pada akhir pekan lalu terkoreksi.
Namun di pasar saham luar AS, terutama di Asia-Pasifik, secara mayoritas melemah setelah adanya kabar ini. Hal ini kemungkinan karena Trump yang diprediksi dapat menang telak bakal berkurang jika Harris maju sebagai pengganti Biden.
Selama berminggu-minggu, investor telah mempertimbangkan prospek bahwa Trump kemungkinan akan memenangkan pemilu AS pada November mendatang, menyusul buruknya penampilan Biden dalam debat capres.
Dengan mundurnya Biden, maka kekhawatiran akan Biden yang sebelumnya kembali mencalonkan kembali sudah memudar.
Namun, jalan Kamala atau Gretchen terbentur kenyataan pahit. Sejarah panjang AS yang berusia 248 tahun, Paman Sam tidak pernah memiliki presiden perempuan.
Setelah naik turunnya Hillary Clinton selama pemilihan umum 2016, tampaknya sebagian besar warga AS tidak tertarik pada gagasan memiliki presiden perempuan, setidaknya selama masa hidup mereka.
Sebuah studi Pew Research baru menemukan bahwa sejumlah kecil warga AS mengatakan penting bagi seorang perempuan untuk terpilih menjadi presiden selama masa hidup mereka.
Hanya 18% yang menyatakan bahwa sangat atau sangat penting bagi mereka untuk memilih seorang presiden perempuan, sementara mayoritas 64% mengatakan tidak terlalu atau sama sekali tidak penting atau bahwa jenis kelamin presiden tidak menjadi masalah. Sementara sisanya tidak peduli.
Dampak Biden Mundur ke RI
Mundurnya Biden dari pilpres AS diperkirakan bakal membuat ketidakpastian di pasar global dan Indonesia meningkat. Ekonom Bank Danamon Hosiana Situmorang menjelaskan mundurnya biden bisa meningkatkan kKetidakpastian terkait arah kebijakan perdagangan dan investasi lainnya di AS dann seluruh dunia.
"Kondisi ini meningkatkan volatilitas di pasar uang dan pasar modal, salah satu indikasinya Volatility Index (VIX) balik naik," ujar Hosiana kepada CNBC Indonesia.
Khusus di Indonesia, ketidakpastian juga akan besar karena adanya masa transisi presiden baru dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto.
"Di tengah kondisi ketidakpastian global terkait AS dan Euro Area Election, di domestik lg persiapan transisi Presiden Baru dan Pilkada," ujarnya.
Ketidakpastian bisa memicu investor untuk memilih aset aman dan menjual aset lain, seperti rupiah. Kondisi ini bisa membuat rupiah tertekan.
"Ke semua hal ini buat Investor dan pelaku pasar milih aset yg aman, salah satunya in USD sehingga rupiah masih volatile cenderung melemah," imbuhnya.
China Pangkas Suku Bunga
Bank sentral China (PBoC) secara mengejutkan memangkas suku bunga acuan untuk tenor satu maupun lima tahun pada hari ini, Senin (22/7/2024). Pemangkasan suku bunga diharapkan ikut mendongkrak perekonomian China yang tengah lesu. Kebijakan PBoC terbaru juga diharapkan bisa berdampak positif bagi Indonesia yang merupakan mitra dagang utama China.
Pemangkasan suku bunga terbilang mengejutkan mengingat PBoC sudah menahan suku bunga sejak September 2023 atau 10 bulan sebelumnya. Sejumlah analis menilai langkah PBoC merupakan sinyal kuat jika China mulai "putus asa" untuk menggenjot sektor properti yang belum juga pulih setelah ditimpa krisis.
Dilansir dari Reuters, China mengejutkan pasar dengan menurunkan tingkat kebijakan suku bunga pendek utama dan tingkat peminjaman benchmark sebagai upaya untuk menguatkan pertumbuhan ekonomi di negara kedua terbesar di dunia.
Pemotongan ini dilakukan setelah China melaporkan data ekonomi kuartal kedua yang lebih lemah dari yang diperkirakan minggu lalu dan para pemimpin puncaknya mengadakan pleno yang terjadi sekali sekitar setiap lima tahun. Negara tersebut hampir menghadapi deflasi dan menghadapi krisis properti yang berkepanjangan, utang yang meningkat pesat, serta sentimen konsumen dan bisnis yang lemah. Ketegangan perdagangan juga meningkat, karena pemimpin global semakin waspada terhadap dominasi ekspor China.
China menurunkan tingkat suku bunga jangka pendek dan jangka panjang sebesar 10 basis poin (bps) yakni menjadi 3,35% untuk tenor satu tahun dan 3,85% untuk tenor lima tahun.
Kepala Ekonom China di Macquarie kepada Reuters Larry Hu mengatakan, "Pemotongan hari ini adalah langkah yang tak terduga, kemungkinan besar karena perlambatan tajam dalam momentum pertumbuhan di kuartal kedua serta panggilan untuk 'mencapai target pertumbuhan tahun ini' oleh pleno ketiga."
Bank Sentral Rakyat China (PBoC) mengumumkan pada hari Senin bahwa mereka akan menurunkan tingkat reverse repo tujuh hari menjadi 1,7% dari sebelumnya 1,8%, dan juga akan meningkatkan mekanisme operasi pasar terbuka.
Kepala Ekonom China di Macquarie, Larry Hu mengatakan, "Pemotongan hari ini adalah langkah yang tak terduga, kemungkinan besar karena perlambatan tajam dalam momentum pertumbuhan di kuartal kedua serta panggilan untuk 'mencapai target pertumbuhan tahun ini' oleh pleno ketiga."
Bank Sentral Rakyat China (PBoC) mengumumkan pada hari Senin bahwa mereka akan menurunkan tingkat reverse repo tujuh hari menjadi 1,7% dari sebelumnya 1,8%, dan juga akan meningkatkan mekanisme operasi pasar terbuka.
Pertumbuhan ekonomi China tampak mengalami mengalami penurunan untuk kuartal II-2024. Perlambatan tersebut tercermin mengingat hanya tumbuh sebesar 4,7% (year on year/yoy) atau terendah sejak kuartal I-2023.
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dari perkiraan para analis. Dalam catatan AFP dan CNBC International, Bloomberg dan Reuters mensurvei PDB China 5,1%.
Uang Beredar Juni
Bank Indonesia (BI) pada Senin kemarin mengumumkan likuiditas perekonomian atau uang beredar M2 pada Juni 2024 mencapai Rp 9.026,2 triliun atau tumbuh sebesar 7,8% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang sebesar 7,6% (yoy).
Dikutip dari siaran pers BI, Senin kemarin, tingginya pertumbuhan uang beredar didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 7,0% (yoy) dan uang kuasi sebesar 7,7% (yoy).
Adapun penyaluran kredit pada Juni 2024 tumbuh sebesar 11,5% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 11,4% (yoy). Namun, Dana Pihak Ketiga melandai menjadi 8,3% (yoy) pada Juni dibandingkan 8,5% (yoy) pada Mei 2024.
Aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 3,1% (yoy), lebih baik dibandingkan pertumbuhan Mei 2024 sebesar 0,6% (yoy). Sementara itu, tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat tumbuh sebesar 14,0% (yoy), setelah tumbuh sebesar 22,7% (yoy) pada Mei 2024.
