- Pasar keuangan pekan lalu bergerak mixed, rupiah menguat, obligasi kembali diburu investor, tetapi IHSG ambruk ke level terendah tahun ini.
- Wall Street ditutup merah setelah data tenaga kerja AS lebih kuat dari perkiraan yang kemudian memicu kebijakan ketat the Fed berlangsung lebih lama.
- Pekan ini pasar RI tampaknya masih akan volatile lantaran akan ada sejumlah data genting dari AS, seperti inflasi sampai pertemuan the Fed.
Jakarta, CNBC indonesia - Pasar keuangan Indonesa bergerak beragam pada perdagangan pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpuruk menjauhi level 7000, tetapi rupiah berhasil menguat dan obligasi acuan bertenor 10 tahun mulai diburu investor.
Sentimen selengkapnya yang potensi mempengaruhi pasar pada hari ini, Senin (10/6/2024) dan pekan ini silahkan dibaca pada halaman tiga artikel ini.
Membahas pasar saham, IHSG pada perdagangan akhir pekan lalu berakhir terperosok 1,10% ke posisi 6897,95. Ini menjadi level terendah sepanjang tahun ini atau sejak November 2023.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan pekan lalu mencapai sekitar Rp 8,4 triliun dengan volume transaksi mencapai 13 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 815.069 kali. Sebanyak 232 saham naik, 309 saham turun, dan 240 sisanya cenderung stagnan.
Dari sisi konstituen, penekan terbesar ada dari saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) mencapai 25 indeks poin dalam satu hari perdagangan terakhir pekan lalu. Jika diakumulasi sejak awal Juni, saham BREN telah menjadi pemberat IHSG paling dalam dengan menyeret turun hingga 84,77 poin.
Asing terpantau masih mencatatkan aliran dana keluar, dalam sehari di akhir pekan lalu tercatat asing keluar Rp893 miliar di keseluruhan pasar. Dana keluar ini kemudian mengakumulasi net sell asing sepanjang pekan sebanyak Rp1,51 triliun.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi yang paling banyak dilego asing dalam sepekan, mencapai Rp2 triliun, disusul PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) sebanyak Rp760,5 miliar, lalu PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) Rp375,5 miliar, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) Rp272,5 miliar, dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) Rp188 miliar.
Sementara itu, untuk rupiah pada perdagangan pekan lalu berhasil bergerak sumringah dan mengakhiri tren pelemahan selama dua pekan beruntun.
Melansir dari Refinitiv, rupiah pada Jumat (7/6/2024) bertengger di posisi Rp16.190/US$, menguat 0,4% dalam sehari. Secara mingguan, rupiah juga mencatatkan kenaikan sebesar 0,34% terhadap dolar AS, berbalik arah dari minggu sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar 1,59%.
Penguatan rupiah terjadi setelah BI mengumumkan peningkatan cadangan devisa sebesar US$2,8 miliar menjadi US$139 miliar pada Mei 2024.
"Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penerbitan global bond pemerintah," jelas BI dalam siaran persnya pada Jumat (7/6/2024).
Cadangan devisa yang meningkat ini setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka ini jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. BI menilai bahwa cadangan devisa yang cukup besar ini mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Sejalan dengan pergerakan positif mata uang Garuda, dari pasar obligasi juga menunjukkan gerak serupa, di mana harga berhasil naik karena yield yang mulai turun, menjauhi level 7%.
Pada akhir pekan lalu, yield obligasi acuan RI yang bertenor 10 tahun berhasil turun 2 basis poin (bps) dalam sehari dan bertengger di 6,86%. Dalam sepekan, yield obligasi telah merosot 4 bps.
Penyusutan yield dalam sepekan mengakhiri tren penguatan selama dua pekan beruntun. Perlu dicatat jika yield dan harga obligasi bergerak berlawanan arah. Jadi, ketika yield sudah turun, maka harga sedang merangkak naik, yang berarti investor mulai memburu obligasi.
Bursa Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan lalu terpantau bergerak dalam zona merah setelah keluar data terkait pasar tenaga kerja yang lebih kuat dari pekerjaan.
Pada akhir perdagangan Jumat malam (7/6/2024) sampai Sabtu pagi (8/6/2025) Nasdaq tercatat merosot 0,23% atau 39,98 poin ke posisi 17.133,13. Dow Jones Index (DJI) menyusul dengan melemah 0,22% atau 87,18 poin dan berakhir di 28.798,98. S&P 500 juga ikut turun 0,11% atau 5,97 poin menuju 5.346,99.
Saham-saham di Wall Street uang berakhir sedikit lebih rendah terjadi setelah data pekerjaan AS lebih kuat dari perkiraan. Ini menunjukkan perekonomian yang masih kuat, tetapi akan memicu kekhawatiran bank sentral AS atau The Fed yang mungkin akan menunggu lebih lama untuk memangkas suku bunga.
Sebagaimana diketahui, data pasar tenaga kerja yang keluar Jumat pekan lalu ada Non Farm Payroll (NFP) atau pekerjaan tercatat di luar pertanian yang mencetak 272.000 pekerjaan pada Mei 2024. Angka ini lebih tinggi dari konsensus yang hanya proyeksi naik ke 185.000 dari 175.000 pekerjaan pada bulan sebelumnya. Sementara itu untuk tingkat pengangguran naik tipis menjadi 4%.
Sandy Villere, manajer portofolio. di Villere & Co di New Orleans mengungkapkan hal ini menjadi sinyal tidak akan ada pemangkasan suku the Fed dalam jangka pendek.
"Hal ini memberitahu kita bahwa tidak akan ada penurunan suku bunga dalam jangka pendek, dan dengan naiknya kembali imbal hasil obligasi, hal ini memberikan banyak tekanan pada perdagangan risk-on, yang mungkin berbatas kecil," kata Sandy.
Saat ini, fokus pasar pasar juga akan mengamati data inflasi AS dan FOMC meeting yang akan berlangsung pada pekan ini.
Ryan Detrick, kepala strategi pasar di Carson Group mengungkapkan jika pelaku pasar kini sudah pupus harapan untuk penurunan suku bunga pada pertemuan the Fed pekan ini. Meski begitu Ia masih melihat adanya peluang di September.
"Tidak ada yang mengharapkan The Fed untuk menurunkan suku bunga pada pertemuan minggu depan, tetapi apakah mereka akan membuka pintu untuk pemotongan secepatnya pada bulan September adalah pertanyaan besar di benak semua orang," ungkap Ryan.
Berbagai sentimen di dalam maupun luar negeri akan kembali mewarnai pasar keuangan domestik hari ini dan sepekan ke depan. Aktivitas penuh akan terjadi mulai hari Senin hingga Jumat pekan ini dengan dibayangi sentimen rilisnya data-data sangat penting. Beberapa data yang ditunggu pekan ini adalah inflasi AS untuk Mei dan puncaknya rapat Federal Open Market Committee (FOMC).
Dua agenda penting AS ini bisa menjadi "badai" bagi Indonesia dan dunia karena besarnya pengaruh Amerika Serikat di pasar keuangan dan ekonomi global. Pasar diperkirakan akan wait and see atau mungkin akan mendapat tekanan besar dari outflow jika data inflasi AS di luar ekspektasi serta arah kebijakan The Fed mengecewakan pasar
Pelaku pasar juga patut waspada perihal bursa Wall Street yang ditutup merah pekan lalu, ini bisa menular ke pergerakan pasar keuangan lanjut volatile.
Berikut beberapa sentimen yang patut diperhatikan investor lantaran akan mempengaruhi pergerakan pasar secara keseluruhan baik hari ini atau sepekan ke depan:
Indeks Dolar AS (DXY) Melambung Lagi
Pada perdagangan hari ini, nampaknya pasar keuangan RI bisa bergerak volatile lantaran akan merespon indeks dolar AS (DXY) yang kembali melambung setelah keluar data tenaga kerja yang lebih kuat dari perkiraan pada akhir pekan lalu.
DXY pada Jumat lalu menguat 0,75% dalam sehari dan berakhir di 104,88. Melambungnya DXY dalam sehari tersebut membalikkan pelemahan yang terjadi selama tiga hari pada pekan lalu.
DXY yang menguat cukup signifikan ini perlu diantisipasi. Pasalnya kekuatan dolar AS akan menekan mata uang lainnya, terutama emerging market, termasuk rupiah.
Indeks dolar yang melambung ini terjadi karena laporan data tenaga AS lebih kuat dari perkiraan. Departemen Ketenagakerjaan AS pada Jumat malam (7/6/2024) mengumumkan data pekerjaan tercatat di luar pertanian melonjak ke 272.000 pekerjaan pada Mei 2024. Angka ini lebih tinggi dari konsensus yang hanya proyeksi naik ke 185.000 dari 175.000 pekerjaan pada April. Sementara untuk tingkat pengangguran naik tipis menjadi 4%.
Tenaga Kerja Kuat Berimbas ke Inflasi AS - FOMC Meeting the Fed
Ketika pasar tenaga kerja masih ketat, maka penghasilan masyarakat AS masih akan memenuhi untuk konsumsi bertahan kuat. Imbasnya, inflasi kemungkinan besar masih akan sulit untuk turun mencapai target the Fed.
Pekan ini, tepatnya pada Rabu malam (12/6/2024), AS akan merilis data inflasi periode Mei 2024. Saat ini konsensus memperkirakan headline inflation akan tumbuh stabil di 3,4% yoy dan inflasi inti akan melandai ke 3,5% yoy.
Jika data inflasi keluar meleset dari perkiraan, kemungkinan terburuk akan berujung pada kebijakan ketat bank sentral AS masih akan dipertahankan lebih lama dari perkiraan. Pasar kini semakin pesimis jika pada tahun ini tidak akan ada pemangkasan suku bunga.
Menurut perhitungan perangkat CME FedWatch Tool, pada pertemuan pekan ini yang akan berlangsung sehari setelah rilis inflasi sudah 97,8% peluang mempertahankan suku bunga. Sementara pemangkasan suku bunga pada September kian menyusut menjadi 46,6%, padahal pada akhir pekan lalu masih di atas 50%.
 Foto: CME FedWatch Tool Perhitungan Peluang Suku Bunga The Fed oleh CME FedWatch Tool |
Sebagai catatan, pada Kamis dini hari waktu Indonesia (13/6/2024), rapat The Fed (FOMC) akan diselenggarakan bersamaan dengan FOMC Economic Projections dan FED Press Conference.
Sebagai informasi, sebelumnya pada dot plot Maret silam, 9 dari 19 pejabat The Fed melihat ada peluang pemangkasan suku bunga sebanyak 0,75% hingga akhir tahun ini. Proyeksi ini dengan melihat median proyeksi suku bunga oleh pejabat The Fed dalam dokumen dalam dokumen "dot plot" menjadi 4,5-4,75% atau median 4,6% hingga akhir tahun ini.
Median ini mengindikasikan jika The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 0,75% atau sebanyak tiga kali masing-masing sebesar 0,25% hingga akhir tahun.
Sementara hanya dua pejabat yang memperkirakan The Fed akan tahan suku bunganya di level 5,25-5,5% hingga akhir 2024.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed kini sudah semakin mundur dari perkiraan. Jika pada pertemuan terdekat ini nada the Fed masih hawkish, maka gejolak di pasar keuangan, terutama di risk asset kemungkinan besar masih berlanjut.
Inflasi China
Berikutnya, sentimen yang perlu diperhatikan datang dari negeri asal Panda, yakni Tiongkok yang akan rilis data Inflasi untuk periode Mei 2024 pada Rabu (12/6/2024).
Sebagai catatan, pada bulan lalu, China telah merilis data inflasi tahunan untuk periode April yang mengalami kenaikan 0,3%, dibandingkan dengan perkiraan pasar dan angka pada bulan Maret sebesar 0,1%.
Ini adalah inflasi konsumen yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut, di tengah berlanjutnya pemulihan permintaan domestik meskipun pemulihan ekonomi sedang rapuh.
Inflasi China diperkirakan masih akan terjadi secara tahunan untuk periode Mei 2024 mengingat data Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur yang dirilis S&P Global menunjukkan China berada di zona ekspansif dengan nilai 51,7.
PMI Manufaktur di China tumbuh paling cepat dalam dua tahun terakhir pada bulan Mei karena peningkatan produksi dan pesanan baru, terutama pada perusahaan-perusahaan kecil, menurut sebuah survei sektor swasta pada hari Senin pekan ini, sehingga meningkatkan prospek untuk kuartal kedua.
Belakangan ini, China telah meningkatkan investasi infrastruktur dan menyalurkan dana ke sektor manufaktur berteknologi tinggi untuk mendukung perekonomian secara lebih luas pada tahun ini.
Roda perekonomian yang mulai membaik ini menjadi katalis positif bahwa pertumbuhan ekonomi China diperkirakan akan meningkat diikuti dengan data inflasi yang mengalami kenaikan.
Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Indonesia
Di hari yang sama, dari domestik Bank Indonesia (BI) akan merilis data Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK).
IKK Indonesia pada April 2024 terpantau cukup baik dengan kenaikan sebesar 3,9 indeks poin ke angka 127,7.
Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak Mei 2023, karena keenam sub-indeks menguat setelah pemilu yang diselenggarakan pada awal tahun berjalan lancar, hanya dalam satu putaran
Jika hal ini dapat dipertahankan, maka ekonomi Indonesia dapat dikatakan akan berada di teritori positif khususnya dalam hal konsumsi masyarakat.
Musim Dividen Masih Berlanjut
Beralih ke sentimen lain, masih dari domestik masih akan diwarnai seputar pembagian dividen. Pada pekan ini, setidaknya ada 21 emiten yang akan mengantri periode cumulative date-nya.
Sebagai catatan, cumulative date merupakan masa terakhir di mana investor masih bisa mendapatkan hak dividen. Meski demikian, perlu diantisipasi adanya risiko dividen trap lantaran harga saham biasanya koreksi dalam sehari setelah cum date, atau ketika ex date.
Senin, 10 Juli 2024
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Presiden Jokowi, Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, dan sejumlah anggota Kabinet Indonesia Maju lainnya menghadiri perayaan HUT ke-52 Hipmi (14.00 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Pembayaran Dividen APLI
Cum date dividen GEMS
Cum date dividen GHON
Cum date dividen MLIA
Cum date dividen MTEL
Cum date dividen SDPC
Cum date dividen SMCB
Listing date IPO BATR
Listing date Warant BATR
RUPST dan RUPSLB DMAS
RUPST DOOH
RUPST ESTA
RUPST INCO
RUPST IPCC
RUPST KBLM
RUPST dan RUPSLB MBSS
RUPST PEVE
RUPST RCCC
RUPST TAYS
RUPST VAST
RUPST WICO
Berikut untuk indikator ekonomi RI :
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.