Newsletter

Banyak Kabar Buruk dari AS: Hati-Hati! IHSG & Rupiah Bisa Rontok Lagi

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
30 May 2024 06:00
Pembukaan BEI 2024
Foto: CNBC Indonesia/Faisal Rahman
  • Pasar keuangan Tanah Air terpantau merana pada perdagangan Rabu kemarin, cenderung mengikuti pasar keuangan Asia-Pasifik yang juga terpantau merana kemarin.
  • Wall Street anjlok berjamaah karena ambruknya saham-saham teknologi
  • Sentimen hari ini masih relatif sepi baik dari dalam ataupun luar negeri

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air ditutup merana pada perdagangan kemarin Rabu (29/5/2024) kemarin cenderung mengikuti pasar keuangan Asia-Pasifik yang juga terpantau merana kemarin.

Pasar keuangan hari ini diperkirakan masih akan tertekan karena banyaknya sentimen negatif dari Amerika Serikat (AS). Selengkapnya mengenai sentimen hari ini bisa dibaca pada halaman 4 artikel ini.  Kami juga memberikan analisa mendalam mengenai faktor ambruknya saham dan rupiah pada perdagangan kemarin pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin ditutup ambruk 1,56% ke posisi 7.140,23. IHSG pun kembali menyentuh level psikologis 7.100, setelah pada Selasa lalu berhasil bangkit ke level psikologis 7.200.

Nilai transaksi IHSG pada kemarin mencapai sekitar Rp 13 triliun dengan melibatkan 16miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak186saham naik,364 saham turun, dan 235 saham cenderung stagnan.

Aksi jual (net sell)investor asing pada perdagangan kemarin kembali meningkat yakni mencapai Rp Rp 1,65 triliun di pasar reguler. Padahal pada Selasa lalu, net sell asing sempat berkurang menjadi 569,12 miliar di pasar reguler.

Secara sektoral, sektor infrastruktur dan teknologi menjadi penekan terbesar IHSG pada akhir perdagangan kemarin, yakni masing-masing mencapai 2,28% dan 2,19%.

Sedangkan di bursa Asia-Pasifik kemarin, secara mayoritas juga melemah. Hanya Shanghai Composite China dan Taiwan Weighted Index (TAIEX) yang berhasil ditutup di zona hijau kemarin.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin kembali ditutup melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 16.155/US$ di pasar spot, melemah 0,44%.

Rupiah tidak sendirian, semua mata uang utama Asia terpantau melemah di hadapan The Greenback kemarin, di mana peso Filipina menjadi yang paling parah koreksinya.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Rabu kemarin.

Adapun di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya kembali melemah, terlihat dari imbal hasil (yield) yang kembali mengalami kenaikan.

Melansir data dari Refinitiv, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau naik 3,6 basis poin (bp) menjadi 6,932%. Yield SBN 10 tahun makin mendekati level 7% kemarin.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield naik, maka tandanya investor sedang melepas SBN.

Salah satu penyebab ambruknya pasar keuangan Indonesia kemarin yakni melonjaknya yield obligasi pemerintah AS (US Treasury), di mana yield Treasury acuan tenor 10 tahun naik 5,6 basis poin (bp) menjadi 4,598%.

Kenaikan yield Treasury ini terjadi karena investor mempertimbangkan keadaan perekonomian Negeri Paman Sam dan mencerna lelang obligasi lima tahun yang buruk.

Selain itu, membaiknya kepercayaan konsumen Negeri Paman Sam juga menjadi sentimen negatif bagi Indonesia. Indeks kepercayaan konsumen (IKK) AS naik pada Mei menjadi 102, dari 97,5 pada bulan sebelumnya.

Keyakinan konsumen yang meningkat menunjukkan daya beli masyarakat AS masih kuat di tengah kekhawatiran inflasi dan era suku bunga tinggi. Hal ini bisa memicu kebijakan hawkish bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berlanjut.

Adapun inflasi AS saat ini berada di angka 3,4% (year-on-year/yoy). Angka ini memang lebih rendah dibandingkan kenaikan pada Maret 2024 yang berada di angka 3,5% yoy.

Namun demikian, inflasi AS ini masih jauh di atas target The Fed yakni di angka 2%. Oleh karena itu, kebijakan higher for longer masih akan menjadi keputusan The Fed setidaknya dalam jangka waktu dekat.

Tidak sampai di situ, pelaku pasar juga masih bersikap wait and see data inflasi PCE yang akan dirilis pekan ini. Data ini menjadi penting mengingat PCE akan menggambarkan kondisi ekonomi AS sebagai acuan kebijakan The Fed ke depan juga.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street ditutup berjatuhan pada perdagangan Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia di tengah melonjaknya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.

Indeks Dow Jones Industrial Average jatuh 411,32 poin atau 1,06% ke 38.441,54. Indeks S&P 500 melemah 39,09 poin atay 0,74% ke 5.266,95 sementara indeks Nasdaq tergelincir 0,58% atau 99,3 poin ke 16.920,58.

Wall Street terkoreksi setelah yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) terpantau melonjak. Yield Treasury acuan tenor 10 tahun naik menjadi 4,62% yang merupakan posisi tertinggi sejak 30 April 2024.

Kenaikan yield Treasury ini terjadi karena investor mempertimbangkan keadaan perekonomian Negeri Paman Sam dan mencerna lelang obligasi lima tahun yang buruk.

Yield Treasury kembali naik setelah lelang obligasi 5 tahun oleh Departemen Keuangan AS senilai US$ 70 miliar menunjukkan permintaan yang rendah. Rasio bid-to-cover, yang merupakan ukuran permintaan yang diawasi dengan ketat, berada pada angka 2,3, di bawah rata-rata 10 lelang sebesar 2,45.

Investor juga mempertimbangkan bagaimana keadaan perekonomian dan menunggu data ekonomi baru yang dirilis sepanjang pekan ini yang dapat menjadi masukan bagi pengambilan kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

"Saham terpukul di sebagian besar pasar utama karena pergerakan harga AS yang buruk mulai Selasa berlanjut hingga Rabu, dan narasinya mulai sedikit terpecah, dengan perbincangan makro yang mengkhawatirkan percepatan kembali inflasi, sementara industri tertentu bergulat dengan implikasi EPS dari disinflasi/deflasi," kata tAdam Crisafulli dari Vital Knowledge, dikutip dari CNBC International.

Investor di AS menanti rilis data inflasi pengeluaran pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) AS periode April 2024 yang akan dirilis pada Jumat akhir pekan ini. Data ini dapat mempengaruhi ekspektasi arah kebijakan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed.

Pasar memperkirakan inflasi PCE AS kali ini kembali mengalami kenaikan sebesar 0,3% pada bulan lalu, berdasarkan survei Reuters, menjaga laju tahunan di 2,8%, dengan risiko ke sisi negatifnya.

Namun baru-baru ini, data ekonomi yang lebih kuat dan kekhawatiran baru mengenai potensi penurunan belanja konsumen telah mengurangi prospek suku bunga.

Alhasil, perkiraan pasar akan pemangkasan suku bunga akan dilakukan pada September cenderung kembali menurun. Melansir perhitungan CME FedWatch Tool, pasar memperkirakan 43,3% penurunan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin (bp) pada September.

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen yang bisa menggerakkan pasar hari ini. Ambruknya Wall Street bisa menjadi sentimen negatif bagi bursa saham Indonesia. Masih dersnya capital outflow serta tingginya imbal hasil US Treasury dan menguatnya indeks dolar juga bisa menjadi kabar buruk bagi IHSG dan rupiah. 

Untuk IHSG, ada beberapa penyebab indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ambruk hingga lebih dari 1,5%. Berikut beberapa penyebabnya.

1. Saham BREN Sentuh ARB Akibat Diterapkannya Full Call Auction (FCA)

Salah satunya yakni terkait saham emiten energi baru dan terbarukan (EBT) milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), yang resmi menggunakan skema perdagangan full call auction (FCA) setelah suspensinya kembali dibuka oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

Penerapan FCA di perdagangan saham BREN membuat saham tersebut terpaksa harus menyentuh auto reject bawah (ARB) sejak awal perdagangan sesi I hingga akhir perdagangan kemarin.

Sebelumnya, BEI mengonfirmasi saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) akan masuk pada papan pemantauan khusus menyusul suspensi yang berlangsung lebih dari sehari.

Dalam FCA, investor BREN tak lagi mengamati bid offer sebagaimana perdagangan saham biasa. Fitur yang disajikan bursa hanya Indicative Equilibrium Price (IEP) dan Indicative Equilibrium Volume (IEV).

Sejatinya saham BREN telah digembok BEI sejak sesi pertama Senin hingga Selasa (27-28 Mei) Kebijakan ini diambil menyusul peningkatan harga kumulatif yang signifikan terhadap saham milik konglomerat Prajogo Pangestu.

BEI sebelumnya telah melakukan suspensi saham BREN pada Jumat (3/5/2024), tetapi hanya bersifat cooling down dari peningkatan signifikan. Saham kembali dibuka pada Senin (6/5/2024).

Dalam Poin III.1.10 Peraturan BEI I-X tertera aturan bahwa Perusahaan Tercatat akan ditempatkan pada Papan Pemantauan Khusus apabila dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 (satu) Hari Bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.

Dengan demikian maka BREN akan keluar dari Papan Utama, dan berpindah dalam Papan Pemantauan Khusus untuk sementara waktu. Saham BREN pun mendapatkan 'tato' atau notasi khusus X.

Setidaknya dalam hampir sebulan terakhir, BREN menjadi penggerak utama IHSG, sehingga jika saham BREN terus ambruk hingga menyentuh ARB, maka kinerja IHSG bisa semakin memburuk. Apalagi, jika notasi khusus yang melekat di saham BREN tidak kunjung dilepas, maka kemungkinan saham BREN akan menjadi beban IHSG dalam beberapa hari terakhir.

 2. Saham Perbankan Masih Dilego Asing

Menurut Head of Equity Trading Mitra Andalan Sekuritas (Mitra Pemasaran Mandiri Sekuritas), Arwendy Rinaldi Moechtar, IHSG yang ambruk parah kemarin disebabkan karena asing masih melepas saham perbankan raksasa dalam jumlah yang besar, membuat saham-saham perbankan raksasa kembali merana dan turut membebani IHSG.

Aksi jual asing di saham perbankan raksasa terjadi karena rasio non-perfoming loan (NPL) perbankan cenderung sedikit terpengaruh dengan berakhirnya restrukturisasi kredit masa pandemi Covid-19 pada 31 Maret 2024.

Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan counter cyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.

 

Sementara itu di rupiah, ada beberapa penyebab yang membuat mata uang Garuda kembali merana. Berikut penyebabnya.

1. Risalah The Fed Tunjukkan Kekhawatiran

The Fed telah merilis hasil Federal Open Meeting Committee (FOMC) minutes pada pekan lalu, yang menunjukkan kekhawatiran dari para pengambil kebijakan tentang kapan saatnya untuk melakukan pelonggaran kebijakan.

Pertemuan tersebut menyusul serangkaian data yang menunjukkan inflasi masih lebih tinggi dari perkiraan para pejabat The Fed sejak awal tahun ini. Sejauh ini, The Fed masih menargetkan inflasi melandai 2%.

"Para pejabat mengamati bahwa meskipun inflasi telah menurun selama setahun terakhir, namun dalam beberapa bulan terakhir masih kurang ada kemajuan menuju target 2%" demikian isi risalah The Fed.

Risalah juga menjelaskan bahwa "Sebagian pejabat menyatakan kesediaan-nya untuk memperketat kebijakan lebih lanjut guna mengatasi risiko inflasi yang masih panas".

Untuk diketahui, inflasi konsumen (CPI) AS saat ini berada di posisi 3,4% year on year/yoy pada April 2024 atau lebih rendah dibandingkan periode Maret 2024 yang berada di angka 3,5% yoy.

2. Pidato Pejabat The Fed Belum Indikasikan Kepastian

Menurut Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari mengatakan bahwa dia ingin melihat data "berbulan-bulan lagi" yang menunjukkan penurunan inflasi sebelum menurunkan suku bunga.

Dia juga mengatakan tidak akan mengesampingkan kenaikan suku bunga lebih lanjut jika tekanan harga kembali meningkat.

Gubernur Fed Christopher Waller mengatakan kepada Peterson Institute for International Economics di Washington, pada hari Selasa, ia perlu melihat data inflasi yang baik selama beberapa bulan lagi sebelum ia merasa nyaman mendukung pelonggaran kebijakan moneter.

Selain itu, Ketua Fed Atlanta Raphael Bostic juga berbicara untuk tidak menurunkan suku bunga terlalu cepat.

Hal ini pada akhirnya tercermin terhadap ekspektasi penurrunan suku bunga The Fed melalui perangkat CME FedWatch yang saat ini menunjukkan first cut rate terjadi pada November 2024 sebesar 25 basis poin (bps).

CMEFoto: Meeting Probabilities
Sumber: CME FedWatch Tool

 

3. Data Ekonomi AS Masih Cukup Kuat

Selain data inflasi, beberapa data ekonomi AS lainnya yang justru makin kuat membuat pasar keuangan RI kembali merana. Hal ini karena jika ekonomi AS semakin membaik, maka asing cenderung tidak khawatir kembali untuk berinvestasi di AS.

Salah satunya yakni Kondisi manufaktur AS terpantau mengalami penguatan ditandai oleh PMI Manufaktur AS Global S&P naik menjadi 50,9 pada Mei 2024, meningkat dari 50 pada bulan April.

Angka tersebut menandakan sedikit perbaikan secara keseluruhan pada kondisi bisnis di sektor manufaktur, karena output dan lapangan kerja memberikan kontribusi yang semakin positif.

Ekonom Bank Danamon, Irman Faiz mengatakan bahwa indeks manufaktur AS yang menguat menjadi salah satu pendorong rupiah semakin tertekan.

Tidak sampai disitu, konsumsi masyarakat AS juga diperkirakan masih cukup kuat.

Mengutip hasil Conference Board, indeks kepercayaan konsumen AS naik pada Mei menjadi 102 dari 97,5 pada bulan sebelumnya dan di atas ekspektasi pasar yakni 95,9. Hal ini pada akhirnya memberikan angin segar bagi DXY untuk mengalami penguatan.

Untuk diketahui, kepercayaan konsumen Conference Board (CB) yaitu mengukur tingkat kepercayaan konsumen terhadap aktivitas ekonomi. Ini merupakan indikator utama karena dapat memprediksi belanja konsumen, yang memainkan peran utama dalam aktivitas perekonomian secara keseluruhan. Angka yang lebih tinggi menunjukkan optimisme konsumen yang lebih tinggi.

 

Pasar keuangan RI pada perdagangan kemarin kembali merana, di mana salah satunya yakni melonjaknya yield Treasury AS. Efek kenaikan yield Treasury tidak hanya ke pasar keuangan RI saja, bahkan Wall Street dan bursa Asia-Pasifik pun berjatuhan. Tingginya imbal hasil US Treasury bisa membuat bursa saham dan rupiah kembali merana hari ini.

Yield obligasi yang tinggi menjadi beban bagi pasar saham karena memangkas selera risiko (appetite) investor terhadap aset berisiko.

Meski begitu, sentimen pasar pada hari ini semakin menarik, apalagi menjelang akhir pekan, di mana data yang ditunggu-tunggu oleh pelaku pasar yakni inflasi AS dan Eropa akan dirilis pada besok hari atau tinggal sehari lalu.

Namun sebelum membahas inflasi AS dan Eropa yang akan dirilis pada Jumat besok, tentunya sentimen pasar pada hari ini perlu dicermati oleh pelaku pasar, terutama kenaikan yield Treasury AS.

Berikut sentimen pasar pada hari ini.

1. Yield Treasury AS dan Indeks Dolar Melonjak Lagi

Yield Treasury AS untuk tenor 10 tahun kembali melonjak, karena investor mempertimbangkan keadaan perekonomian dan mencerna lelang obligasi lima tahun yang buruk.  

Imbal hasil US Treasury melesat ke 4,62% pada perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 30 April atau hampir sebulan terakhir. Imbal hasil yang melonjak ini bisa memicu semakin derasnya capital outflow dari saham dan SBN sehingga membuat rupiah dan bursa tertekan. Investor dikhawatirkan lari ke pasar AS demi mencari cuan yang lebih tinggi dar US Treasury.

Indeks dolar AS juga menguat ke 105,12 pada perdagangan kemarin atau posisi tertinggi sejak 15 Mei 2023. Menguatnya indeks dolar menandai tingginya permintaan terhadap mata uang Greenback sekaligus jatuhnya mata uang lain.
Dengan tingginya indeks dolar maka rupiah terancam masih tertekan hari ini.



Kenaikan yield Treasury ini terjadi karena investor mempertimbangkan keadaan perekonomian Negeri Paman Sam dan mencerna lelang obligasi lima tahun yang buruk.

Yield Treasury kembali naik setelah lelang obligasi 5 tahun oleh Departemen Keuangan AS senilai US$ 70 miliar menunjukkan permintaan yang rendah. Rasio bid-to-cover, yang merupakan ukuran permintaan yang diawasi dengan ketat, berada pada angka 2,3, di bawah rata-rata 10 lelang sebesar 2,45.

Investor juga mempertimbangkan bagaimana keadaan perekonomian dan menunggu data ekonomi baru yang dirilis sepanjang pekan ini yang dapat menjadi masukan bagi pengambilan kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Yield Treasury yang melonjak membuat pasar saham global merana. Bahkan hal ini juga dapat mempengaruhi saham-saham teknologi, karena saham tersebut juga sangat rentang terhadap melonjaknya yield Treasury.

 

2. Data Sentimen Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Eropa

Dari Eropa, pada hari ini akan dirilis data indikator sentimen ekonomi untuk periode Mei 2024 dan data tingkat pengangguran periode April 2024.

Diperkirakan, data indikator sentimen ekonomi Eropa pada Mei akan cenderung meningkat menjadi 96,2, dari sebelumnya di angka 95,6 pada April lalu.

Indikator sentimen ekonomi Eropa pada April lalu turun disebabkan oleh penurunan tajam kepercayaan di kalangan produsen, yang mencapai level terendah sejak Juli 2020, yakni menjadi minus 10,5.

Semangat kerja juga memburuk di antara penyedia jasa yakni mencapai angka 6,0, peritel di angka 6,8, dan konstruktor di lebel -6,0. Di sisi lain, sentimen konsumen sedikit membaik menjadi kontraksi 14,7.

Sementara itu, tingkat pengangguran Eropa pada April lalu diprediksi cenderung stabil di 6,5% sejak November 2023. Di 27 negara Uni Eropa, angka tersebut sedikit menurun menjadi 6%, dari sebelumnya sebesar 6,1% pada Februari lalu. Dibandingkan Maret tahun lalu, angkanya tetap tidak berubah.

Negara dengan perekonomian terbesar di Eropa yakni Jerman, tampaknya memiliki tingkat pengangguran yang cukup statis yaitu tetap di angka 3,2% selama tiga bulan pertama tahun ini.

Pasar tenaga kerja Eropa, meskipun tidak menunjukkan tanda-tanda risiko besar, tidak akan stabil seperti sekarang.

 

3. Data Perkiraan Kedua Pertumbuhan Ekonomi AS Pada Kuartal I-2024

Pada hari ini, AS akan merilis data perkiraan kedua dari pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2024. Konsensus pasar memperkirakan data perkiraan kedua ini akan tumbuh cenderung melambat yakni mencapai 1,3% secara basis kuartalan (quarter-to-quarter/qtq).

Sebelumnya pada data perkiraan pertama, perekonomian AS tumbuh sebesar 1,6% secara tahunan (year-on-year/yoy)pada kuartal I-2024, dibandingkan dengan 3,4% pada kuartal IV-2023 dan di bawah perkiraan sebesar 2,5%. Perkiraan tersebut menunjukkan pertumbuhan terendah sejak kontraksi pada paruh pertama tahun 2022.

Perlambatan terlihat pada belanja konsumen, terutama disebabkan oleh penurunan konsumsi barang yang turun menjadi kontraksi 0,4%. Sementara belanja jasa meningkat lebih cepat yakni menjadi 4%.

 

4. Data Klaim Pengangguran Mingguan

AS juga akan merilis data klaim pengangguran mingguan untuk periode pekan yang berakhir 25 Mei 2024 pada hari ini, di mana data ini dapat menjadi acuan kekuatan tenaga kerja AS.

Sebelumnya, menurut laporan klaim, klaim berkelanjutan naik 8.000 menjadi 1,794 juta yang disesuaikan secara musiman selama pekan yang berakhir 11 Mei. Klaim yang berkelanjutan berada pada tingkat yang rendah secara historis.

Sebelumnya, klaim awal tunjangan pengangguran AS turun 8.000 menjadi 215.000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 18 Mei.

Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan 220.000 klaim pada minggu terakhir. Ada penurunan signifikan dalam pengajuan di California dan Indiana.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Komisi VII DPR menggelar RDP dengan Direktur Utama PLN di (10.00 WIB)

  2.        Pidato The Fed John C. Williams (00:05 WIB),
  3.       The Fed Beige Book (01:00 WIB),
  4.       Pidato The Fed Raphael W. Bostic (06:00 WIB),
  5.       Rilis data awal izin mendirikan bangunan Australia periode April 2024 (08:30 WIB)
  6.       Rilis data sentimen ekonomi Uni Eropa periode Mei 2024 (16:00 WIB),
  7.       Rilis data tingkat pengangguran Uni Eropa periode April 2024 (16:00 WIB),
  8.       Rilis data final indeks keyakinan konsumen Uni Eropa periode Mei 2024 (16:00 WIB),
  9.       Rilis data perkiraan kedua pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat periode kuartal I-2024 (19:30 WIB),
  10.       Rilis data klaim pengangguran mingguan Amerika Serikat periode pekan yang berakhir 25 Mei 2024 (19:30 WIB),
  11.   Rilis data penjualan rumah Amerika Serikat periode April 2024 (21:00 WIB),
  12.   Rilis data perubahan pasokan bahan bakar minyak EIA periode 24 Mei 2024 (22:00 WIB).

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1.       Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Globe Kita Terang Tbk (08:30 WIB),
  2.       Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Siloam International Hospitals Tbk (09:00 WIB),
  3.       Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Intiland Development Tbk (09:30 WIB),
  4.       Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Trikomsel Oke Tbk (09:30 WIB),
  5.       Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa PT Megapolitan Developments Tbk (09:30 WIB),
  6.       Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Garuda Metalindo Tbk (10:00 WIB),
  7.       Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Sariguna Primatirta Tbk (10:00 WIB),
  8.       Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT ITSEC Asia Tbk (10:00 WIB),
  9.       Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Hassana Boga Sejahtera Tbk (10:00 WIB),
  10.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Singaraja Putra Tbk (10:00 WIB),
  11.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (10:00 WIB),
  12.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (10:00 WIB),
  13.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa PT Asuransi Bina Dana Arta Tbk (10:00 WIB),
  14.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa PT Apexindo Pratama Duta Tbk (10:00 WIB),
  15.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa PT Graha Prima Mentari Tbk (10:00 WIB),
  16.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (11:00 WIB),
  17.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bundamedik Tbk (13:00 WIB),
  18.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Idea Indonesia Akademi Tbk (13:00 WIB),
  19.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Agung Podomoro Land Tbk (14:00 WIB),
  20.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bank QNB Indonesia Tbk (14:00 WIB),
  21.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bakrieland Development Tbk (14:00 WIB),
  22.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Tanah Laut Tbk (14:00 WIB),
  23.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Medco Energi Internasional Tbk (14:00 WIB),
  24.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Palma Serasih Tbk (14:00 WIB),
  25.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa PT Asuransi Maximus Graha Persada Tbk (14:00 WIB),
  26.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Wulandari Bangun Laksana Tbk (16:00 WIB),
  27.   Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa PT Bumi Resources Tbk (jam tentatif),
  28.   Cum date dividen tunai PT Buana Finance Tbk,
  29.   Cum date dividen tunai PT Impack Pratama Industri Tbk,
  30.   Cum date dividen tunai PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk,
  31.   Ex date dividen tunai PT Ace Olfieds Tbk,
  32.   Ex date dividen tunai PT Bank Syariah Indonesia Tbk,
  33.   Ex date dividen tunai PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk,
  34.   Ex date dividen tunai PT Prima Globalindo Logistik Tbk,
  35.   Ex date dividen tunai PT IMC Pelita Logistik Tbk,
  36.   Ex date dividen tunai PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk,
  37.   Ex date dividen tunai PT Wijaya Karya Beton Tbk,

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular