Newsletter

Sentimen Global Lagi Adem Ayem, Masa Iya IHSG & Rupiah Ambles Lagi?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Selasa, 28/05/2024 06:00 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Pasar keuangan Tanah Air kembali mengecewakan pada perdagangan Senin kemarin, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali volatil.
  • Wall Street pada perdagangan Senin libur dalam rangka Memorial Day, sehingga pelaku pasar mengalihkan perhatiannya ke pasar saham Asia-Pasifik dan Eropa.
  • Pada hari ini, sentimen pasar dari pidato pejabat The Fed kembali berlanjut dan sentimen dari periode cum date dividen tunai beberapa emiten di RI juga perlu dicermati oleh pasar.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air secara mayoritas kembali merana pada perdagangan Senin (27/5/2024) kemarin, setelah libur panjang dalam rangka Hari Waisak.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,64% ke posisi 7.176,42. IHSG terkoreksi kembali menyentuh level psikologis 7.100.

Nilai transaksi IHSG pada kemarin mencapai sekitar Rp 15 triliun dengan melibatkan 21miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 207 saham terapresiasi, 367 saham terdepresiasi, dan 205 saham cenderung stagnan.

Namun sayangnya, investor asing masih mencatatkan penjualan bersih (net sell) kemarin, hingga mencapai Rp 1,32 triliun di pasar reguler. Padahal pada perdagangan Rabu pekan lalu, net sell asing sempat berkurang cukup drastis hingga mencapai puluhan miliar rupiah.

Secara sektoral, sektor properti menjadi pemberat terbesar IHSG pada akhir perdagangan kemarin, yakni mencapai 1,68%.

Sedangkan di bursa Asia-Pasifik kemarin, secara mayoritas menguat. Hanya empat indeks acuan yang melemah kemarin, yakni PSEI Filipina, IHSG, KLCI Malaysia, dan S&P BSE Sensex India.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Senin kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin kembali ditutup melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 16.060/US$ di pasar spot, melemah 0,44% di hadapan dolar AS.

Parahnya, rupiah menjadi yang paling parah koreksinya kemarin di antara mata uang Asia lainnya. Selain rupiah, ada rupee India dan yuan China yang juga tak kuat melawan The Greenback (dolar AS).

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Senin kemarin.

Adapun di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya terpantau melemah, terlihat dari imbal hasil (yield) yang mengalami kenaikan.

Melansir data dari Refinitiv, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau naik 1,2 basis poin (bp) menjadi 6,886%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield naik, maka tandanya investor sedang melepas SBN.

IHSG merana karena beberapa emiten besar sudah memasuki periode cum date dividen tunai kemarin. Bahkan, ada juga yang sudah memasuki periode ex date dividen tunai, sehingga volatilitas IHSG cenderung tinggi.

Sedangkan di rupiah, koreksi masih terkait dengan risalah Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) minutes bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menunjukkan kekhawatiran dari para pengambil kebijakan tentang kapan saatnya untuk melakukan pelonggaran kebijakan.

Pertemuan tersebut menyusul serangkaian data yang menunjukkan inflasi masih lebih tinggi dari perkiraan para pejabat the Fed sejak awal tahun ini. Sejauh ini, The Fed masih menargetkan inflasi melandai 2%.

"Para pejabat mengamati bahwa meskipun inflasi telah menurun selama setahun terakhir, namun dalam beberapa bulan terakhir masih kurang ada kemajuan menuju target 2%," demikian isi risalah the Fed.

Risalah juga menjelaskan bahwa "Sebagian pejabat menyatakan kesediaan-nya untuk memperketat kebijakan lebih lanjut guna mengatasi risiko inflasi yang masih panas".

Hal ini pada akhirnya menekan rupiah karena indeks dolar AS (DXY) berpotensi terus berada di level yang cukup tinggi setidaknya dalam beberapa waktu ke depan.

Selain itu, pelaku pasar juga sedang bersikap wait and see perihal beberapa pidato dari para pejabat The Fed khususnya mengenai kisi-kisi kebijakan The Fed sebagai acuan bagi para pelaku pasar untuk memprediksi keputusan suku bunga AS periode berikutnya.


(chd/chd)
Pages