Newsletter

Sentimen Global Lagi Adem Ayem, Masa Iya IHSG & Rupiah Ambles Lagi?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
28 May 2024 06:00
Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Senin kemarin tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari Memorial (Memorial Day), memperingati pria dan wanita yang gugur sewaktu berdinas di militer AS.

Dari Eropa, bursa Benua Biru mayoritas menguat dan berakhir di zona hijau.

Indeks Stoxx 600 ditutup menguat 0,32% ke level 522,21. Hal yang serupa terjadi pada indeks DAX Jerman yang menanjak 0,44% ke 18.774,71, indeks CAC Prancis yang terapresiasi 0,46% ke 8.132,49.

Namun, indeks FTSE London melemah 0,26% ke 8.317,59.

Sebelumnya pada pekan lalu, Wall Street terpantau bervariasi, di mana indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpantau ambruk 2,34% secara point-to-point. Namun untuk S&P 500 berhasil naik tipis 0,03% dan Nasdaq Composite melonjak 1,41%.

Sementara pada perdagangan Jumat pekan lalu, Dow Jones ditutup naik tipis 0,01%, S&P 500 menguat 0,7%, dan Nasdaq berakhir melesat 1,1%.

Saat Wall Street libur, tentunya sentimen pasar dari Negeri Paman Sam juga cenderung minim. Tetapi, sentimen dari pidato beberapa pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) terus berlanjut.

Pidato The Fed terkait kebijakan suku bunga dan moneter kembali berlanjut pada pekan ini, di mana masih ada sembilan pejabat atau anggota The Fed yang akan berpidato. Namun sejauh ini, sebagian besar masih bersikap hawkish.

Sebelumnya, risalah pertemuan kebijakan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 30 April -1 Mei yang dirilis pada pekan lalu, tepatnya Rabu siang waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia menunjukkan kekhawatiran dari para pengambil kebijakan tentang kapan saatnya untuk melakukan pelonggaran kebijakan.

Pertemuan tersebut menyusul serangkaian data yang menunjukkan inflasi masih lebih tinggi dari perkiraan para pejabat the Fed sejak awal tahun ini. Sejauh ini, The Fed masih menargetkan inflasi melandai 2%.

"Para pejabat mengamati bahwa meskipun inflasi telah menurun selama setahun terakhir, namun dalam beberapa bulan terakhir masih kurang ada kemajuan menuju target 2%," demikian isi risalah the Fed.

Risalah juga menjelaskan bahwa "Sebagian pejabat menyatakan kesediaan-nya untuk memperketat kebijakan lebih lanjut guna mengatasi risiko inflasi yang masih panas".

Beberapa pejabat The Fed, termasuk Ketua The Fed Jerome Powell dan Gubernur The Fed Christopher Waller, sejak pertemuan tersebut mengatakan bahwa mereka masih meragukan langkah selanjutnya yang akan diambil adalah kenaikan suku bunga.

Akibat itu, kini peluang penurunan suku bunga kian menyusut, melansir perhitungan CME FedWatch Tool, pasar memperkirakan 46,5% penurunan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin (bp) pada September. Peluang ini turun dari sebelumnya yang mencapai 59%.

Selain itu, investor juga menanti rilis data inflasi pengeluaran pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) AS periode April 2024 yang akan dirilis pada Jumat akhir pekan ini.

Pasar memperkirakan inflasi PCE AS kali ini kembali mengalami kenaikan sebesar 0,3% pada bulan lalu, berdasarkan survei Reuters, menjaga laju tahunan di 2,8%, dengan risiko ke sisi negatifnya.

"Pemulihan ekonomi AS masih belum merata, dengan sektor-sektor seperti manufaktur menunjukkan tanda-tanda perlambatan, sementara sektor jasa tetap tangguh," kata Schneller, direktur pelaksana di Erlen Capital Management, dikutip Reuters.

Selagi Wall Street libur, pasar global mengalihkan perhatiannya ke bursa Asia-Pasifik dan Eropa, di mana data inflasi Uni Eropa juga menjadi perhatian pasar, meski data tersebut juga akan dirilis pada akhir pekan ini.

Pasar memprediksi inflasi Uni Eropa pada April lalu naik hingga 2,5% dan tidak akan menghentikan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) untuk melakukan pelonggaran kebijakan pada pertemuan yang digelar pekan depan.

Di lain sisi, Ketua bank sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ), Kazuo Ueda mengatakan bahwa pihaknya akan melanjutkan kerangka penargetan inflasi dengan hati-hati, menambahkan bahwa beberapa tantangan "sangat sulit" bagi Jepang setelah bertahun-tahun menerapkan kebijakan moneter yang sangat longgar.

BoJ mengadakan pertemuan kebijakan pada tanggal 14 Juni dan ada kemungkinan BoJ akan melawan tren global dan menaikkan suku bunga lagi, meskipun hanya sebesar 0,15%.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular